Untuk Siapa BUMDES dan Ritel Modern? - www.okenews.net

Jumat, 10 Juli 2020

Untuk Siapa BUMDES dan Ritel Modern?

UNDANG-undang nomor 6 tahun 2014 bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan dalam mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya sebesar-besarnya dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah sebuah perusahaan yang dikelola oleh masyarakat desa dan kepengurusannya terpisah dari pemerintah desa.

Lalu Usman Ali
BUMDES didirikan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD). Jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari BUMDES yang dikelola, maka kondisi ini akan mendorong setiap Pemerintah Desa memberikan respon yang baik dalam mendirikan BUMDES. Sebagai salah satu bentuk lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan, BUMDES harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Tujuannya agar keberadaan dari BUMDES dan kinerjanya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ada tujuh yang membedakan BUMDES dengan lembaga komersial lainnya, yaitu: (1) badan usaha yang dikelola dan dimiliki secara bersama-sama; (2) modal usaha diperoleh dari Desa 51% dan 49% berasal dari masyarakat; (3) operasionalisasinya dilakukan atas dasar pada falsafah bisnis yang berbasis budaya local; (4) potensi yang dimiliki desa dan hasil informasi pasar yang tersedia menjadi dasar untuk menjalankan suatu usaha; (5) laba atau keuntungan yang diperoleh BUMDES dipergunakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat; (6) difasilitasi oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Pemerintah Desa; dan (7) pelaksanaan operasionalnya diawasi secara bersama Pemerintah desa, BPD serta anggota.

Secara umum tujuan dari dibentuknya BUMDES yaitu: (1) meningkatkan perekonomian desa; (2) meningkatkan pendapatan asli desa (PAD); (3) meningkatkan kreatifitas dan peluang usaha ekonomi yang produktif masyarakat desa yang berpenghasilan rendah; dan (4) mendorong perkembangan usaha mikro sektor informal.

Berbeda sekali dengn toko swalayan/ritel modern, secara kepemilikan bahwa ia dimiliki oleh segelintir orang, Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen). Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya yaitu: supermarket, minimarket, hypermarket, specialty store/convinience store, department store. 

Adapun dari beberapa hasil penelitian bahwa bahwa: 1) dampak terbesar dari pesatnya minimarket waralaba terhadap usaha kecil jenis ritel adalah pada keberlangsungan usaha dan penurunan omzet penjualan; 2) dampak terkecil adalah pada strategi pemasaran, hal ini disebabkan karena usaha kecil yang menyatakan hal tersebut telah memiliki pelanggan tetap, berada pada lokasi ramai dan juga karena baru berdiri; 3) harapan dari pengusaha kecil ke depan adalah agar lebih mendapat perhatian dari pemerintah, lebih diminati konsumen, tetap survive dan mampu bersaing dengan usaha yang memiliki modal besar; 4) dampak positif yang dapat dirasakan oleh toko ritel adalah dapat menjadikan usaha kecil lebih kreatif dan inovatif dalam menentukan strategi pemasaran dan menjalankan usahanya.

Hal ini menarik jika dihubungkan dengan kondisi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Pada tahun 2019, Bapak Bupati Lombok Timur sempat melontarkan pernyataan tegas dan mengancam ritel/mart-mart modern bahwa beliau menyatakan “pertama kita akan bantu Bumdes untuk membesarkan dirinya, akan ada alokasi dana dari pemerintah daerah dan alokasi dana desa (ADD) untuk membuata 1 desa 1 Bumdes seperti alfa dan indomart dan saya tidak akan perpanjang ijin dari mart-mart yang modern itu … selama sukiman ada disini maka tidak akan pernah menandatanginya . . .”.

Komitmen Bupati Lotim pada tahun 2019 sudah tepat dengan motivasi menciptakan kesejahteraan masyarakat Lombok Timur khususnya membangun dari desa dengan gerakan akan membangun dan kembangkan Bumdes Mart. Namun, dilain pihak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur mengeluarkan surat persetujuan tertanggal 24 Juni 2020 yang menyatakan bahwa penambahan lokasi toko swalayan yang berlokasi di Lombok Timur sebanyak 30  titik yang ditanda tangani oleh Muksin sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lombok Timur.

Adanya persetujuan penambahan lokasi ritel modern tersebut, menjadi alasan bagi sebagian masyarakat menilai Bupati Sukiman sebagai pribadi yang tidak layak di percaya, karena telah mengingkari janjinya yang telah "mengharamkan" penambahan ritel modern di Lombok Timur. Memberikan ijin 30 titik lokasi pembangunan toko swalayan modern sangat betentangan dengan motivasi Bupati tersebut, Kutusan Kepala Dinas DPMTS Lotim, dengan dalih melancarkan investasi di daerah.

Bumdes Mart belum direalisasikan tapi sudah dibuatkan rival atau pesaingnya di bawah. Selain itu, pendirian ritel modern yang masuk sampai ditingkat desa tentunya akan berdampak terhadap lesunya atau mungkin bisa membuat matinya UMKM atau pengusaha-pengusaha kecil di desa karena yang pengusaha kecil/UMKM jual sudah tersedia semua di ritel modern tersebut. Hal inilah, yang perlu menjadi kajian ulang para pemangku kebijakan, apakah keberpihakannya kepada UMKM/pengusaha kecil atau hanya kepada segelintir pemilik modal.

Penulis adalah Dosen UIN Mataram 
dan Founder Bale Belajar

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments