Gelar MOK, HMPS Pendidikan Sosiologi Universitas Hamzanwadi Perkuat Manajemen Organisasi
Okenews.net — HMPS Pendidikan Sosiologi FISE Universitas Hamzanwadi menggelar kegiatan Manajemen Organisasi dan Kepemimpinan (MOK), Sabtu (05/07/2025) di Laboratorium Pendidikan Sosiologi.Pose bersama usai kegiatan MOK di ruang laboratorium
Dengan mengangkat tema “Kepemimpinan dan Manajemen Sosial: Menggerakkan Organisasi dengan Lensa Sosiologi”, kegiatan ini tak sekadar menjadi pelatihan, melainkan ruang pembacaan ulang atas praktik kepemimpinan mahasiswa yang kerap kehilangan orientasi sosialnya.
Kegiatan ini diikuti pengurus HMPS dan mahasiswa aktif lainnya. Diharapkan, melalui MOK ini menjadi forum penting dalam menanamkan nilai-nilai dasar kepemimpinan sosiologis, serta memperkuat manajemen organisasi berbasis kolaborasi, empati, dan kesadaran sosial.
Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi, M Zainul Asror, MA mengatakan, mahasiswa hari ini tidak cukup hanya belajar tentang struktur dan strategi organisasi, tetapi juga perlu membongkar ulang motivasi dan visi sosial mereka.
“Organisasi mahasiswa idealnya menjadi cermin dari dinamika masyarakat. Jika hanya berputar pada agenda formalitas tanpa kepekaan sosial, maka yang tercipta hanyalah manajemen kosong tanpa ruh,” tegasnya dalam sambutan pembukaan.
Menurutnya, MOK menjadi upaya kolektif HMPS untuk menguatkan kembali ruh sosiologis ke dalam jantung organisasi mahasiswa. Melalui rangkaian diskusi kritis, refleksi nilai, studi kasus, dan pembacaan realitas sosial.
"Konteks ini, peserta diajak memahami bahwa menjadi pemimpin berarti juga menjadi pembaca kondisi, penggerak perubahan, dan perawat solidaritas sosial.di tengah tantangan global," tegas Asror.
Kegiatan berlangsung dinamis dan menarik. Para pemateri memaparkan kepemimpinan yang tidak hanya berbasis pada kemampuan teknis, tetapi juga pada pemahaman struktural dan nilai-nilai sosial yang hidup dalam masyarakat.
Dengan merujuk pada teori-teori sosiologi klasik dan kontemporer, pemateri menyoroti bagaimana relasi kuasa, norma sosial, dan struktur budaya membentuk karakter seorang pemimpin, terutama mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan.
Kegiatan ini menghadirkan pemateri M. Marzuki, M. Pd dan Hanapi, M.Si menekankan pentingnya kepemimpinan masa depan yang menuntut keberanian untuk mengambil sikap di tengah ketidakpastian, dan kemampuan untuk bersikap inklusif di tengah masyarakat yang semakin majemuk.
Hanapi juga menegaskan perubahan dunia dari VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambigous) yang bergeser ke BANI (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible) yang menuntut pemimpin untuk tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi tangguh secara emosional, adaptif secara sosial, dan bijak secara kultural.
Di tengah ketidakpastian dan kompleksitas sistem sosial yang terus bergerak, pemimpin tidak bisa lagi mengandalkan pola pikir linier dan solusi satu arah. Pemimpin dituntut untuk mampu membaca konteks, mengelola keragaman, serta menavigasi perubahan dengan nilai-nilai yang kuat sebagai kompas moral.
“Dalam dunia yang 'rapuh' dan penuh kecemasan ini, pemimpin harus menjadi jangkar, bukan hanya untuk yang dipimpinnya, tetapi bagi komunitas yang lebih luas. Itu artinya, kita harus berpijak pada nilai-nilai yang ada,” ujar kandidat doktor di Undiksha itu.
Ia menambahkan, menghadapi era BANI bukan berarti menjadi pemimpin yang kaku dan reaksioner, tetapi justru menjadi pemimpin yang reflektif dan resilien. Nilai-nilai lokal bukan hambatan modernitas, tetapi justru sumber daya etis dan kultural untuk menumbuhkan kepemimpinan yang berakar dan berdaya tahan tinggi.
Ketua Umum HMPS, Wahyu Saputra menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak dibentuk untuk melatih “pemimpin dadakan,” tapi justru untuk membongkar cara berpikir lama yang kerap menjadikan organisasi sekadar alat pengumpul poin prestasi.
Menurutnya, salah satu tujuan MOK tahun ini adalah menumbuhkan kesadaran kolektif, bahwa menjadi pemimpin tidak cukup hanya memiliki kemampuan administratif, tetapi juga harus memiliki akar kultural dan daya sosial.
“Kami berharap lahirnya pemimpin yang sadar struktur ketimpangan, budaya kolektivitas, dan nilai keadilan sosial. Membangun karakter pemimpin yang bisa menggerakkan bukan dengan perintah, tetapi dengan teladan. Inilah esensi sosiologi dalam organisasi,” ujarnya.