Okenews.net– Isu dana siluman DPRD NTB kembali menghangat. Dalam forum Diskusi Jumat Menggugat yang digelar PW GP Ansor NTB bersama LBH Ansor di Tuwa Kawa Coffee, Jumat (29/8) malam, sejumlah tokoh lintas latar belakang membongkar fakta baru terkait dugaan korupsi yang kini tengah ditangani Kejaksaan Tinggi NTB.
Diskusi yang dipandu Ketua LBH Ansor NTB, Abdul Majid, menghadirkan tiga pembicara utama: TGH Najamudin Mustafa, akademisi Prof. Zainal Asikin, dan mantan Anggota DPRD NTB Nurdin Ranggabarani. Hadir pula tokoh politik, aktivis, praktisi hukum, mahasiswa, hingga perwakilan organisasi masyarakat sipil.
Ketua PW Ansor NTB, Dr. Irpan Suriadinata, dalam sambutannya menegaskan bahwa forum ini adalah ruang publik untuk membongkar fakta, bukan sekadar mencari kambing hitam.
“Diskusi ini tanggung jawab sosial kita, agar publik mendapatkan informasi benar dan jernih, bukan opini sepihak,” ujarnya.
Pembicara pertama, TGH Najamudin, kembali menegaskan bahwa akar masalah dana siluman berawal dari pergeseran dana pokok pikiran (Pokir) DPRD NTB melalui Peraturan Gubernur. Akibatnya, 39 anggota DPRD lama kehilangan jatah program, sementara anggota baru justru menerima fee tunai sekitar Rp300 juta per orang.
“Pokir itu hak rakyat, bukan milik pribadi anggota dewan. Tapi digeser tanpa konfirmasi, lalu muncul pembagian uang. Inilah bentuk penyalahgunaan kewenangan,” tegas Najamudin, sambil mengungkap dirinya sudah menyerahkan laporan setebal 76 halaman ke aparat hukum.
Sementara itu, Prof. Zainal Asikin memakai istilah lebih keras. Menurutnya, uang yang beredar tidak layak disebut dana siluman.
“Ini bukan dana siluman, tapi dana setan. Tidak ada kebaikan sama sekali di dalamnya,” tegas Guru Besar FH Unram itu.
Ia menjelaskan, setiap uang yang diterima pejabat publik tanpa dasar hukum sah adalah gratifikasi. Jika tidak dilaporkan dalam 30 hari, statusnya otomatis menjadi tindak pidana korupsi.
“Sebagian memang sudah mengembalikan, tapi statusnya hanya titipan. Kalau proses hukum jalan, itu jadi barang bukti dan pemberinya harus diungkap,” jelasnya.
Mantan Anggota DPRD NTB, Nurdin Ranggabarani, menyoroti peran “operator” yang disebut mengantar uang ke anggota DPRD.
“Operator inilah simpul persoalan. Dialah yang harus diperiksa aparat hukum,” tegasnya.
Ia menambahkan, gubernur memang menerbitkan Pergub, namun belum tentu memiliki niat jahat. “Meski begitu, tanggung jawab gubernur tetap ada, karena dialah pemegang kewenangan penuh,” ujarnya.
Diskusi kian panas saat giliran aktivis dan tokoh masyarakat berbicara. Mantan anggota DPRD, H. Ruslan Turmuzi, menyebut kasus ini sebagai konspirasi eksekutif dan legislatif.
“Ini jelas konspirasi, jangan biarkan berlarut. Aparat hukum harus segera naikkan status ke penyidikan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan aktivis dan politisi muda, yang mendesak agar Kejati NTB segera menetapkan tersangka.
“Barang bukti dan pengakuan sudah ada. Kalau Kejati ragu, serahkan ke KPK. Jangan biarkan uang rakyat jadi bancakan,” tegas politisi Gerindra, Syawaludin Alsasaki.
Menutup diskusi, Abdul Majid menegaskan bahwa Jumat Menggugat akan terus digelar hingga aparat hukum bertindak tegas.
“Diskusi ini bukan untuk menyudutkan siapa pun, tapi untuk memberi informasi jernih berdasarkan fakta. Publik berhak tahu, dan APH wajib menindaklanjuti,” tegasnya.
Forum kemudian ditutup dengan seruan agar publik ikut mengawal penegakan hukum, demi memastikan uang rakyat tidak terus dijadikan bancakan elite.