![]() |
Fauzan Khalid, Anggota DPR RI Dapil II |
Okenews.net- Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem, Fauzan Khalid, mendesak pemerintah agar mengubah status Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari kawasan konservasi hutan menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Status konservasi ini diberlakukan sejak tahun 2021. Padahal sebelumnya, kawasan tersebut berstatus HPL, bahkan banyak pelaku usaha pariwisata di tiga gili itu telah mengantongi izin seperti Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).
Desakan tersebut disampaikan Fauzan dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Jakarta, Selasa (01/07/2025).
Fauzan yang juga pernah menjabat Bupati Lombok Barat dua periode itu menyatakan, perubahan status menjadi kawasan konservasi membuat para pelaku usaha di tiga gili kesulitan memperoleh izin usaha dan kepemilikan lahan. Namun ironisnya, mereka tetap dibebankan kewajiban membayar pajak.
“Ironisnya, teman-teman di BPN pun tidak tahu bahwa Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Tiba-tiba saja BPN menerima SK penetapan dari kementerian terkait. Padahal warga sudah punya sertifikat lahan sejak 1980-an,” ujarnya.
Fauzan menilai, kondisi ini membuat para pelaku usaha terkesan menjalankan aktivitas secara ilegal, karena tidak bisa lagi mengurus izin resmi. Ia pun meminta Menteri ATR/BPN segera membentuk tim terpadu lintas sektoral untuk meninjau ulang status kawasan tersebut.
“Saya mohon kepada Pak Menteri Nusron agar segera mengubah status konservasi ini. Bentuk tim lintas kementerian agar kawasan ini bisa dikelola kembali melalui HPL. Kasihan rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya dari jasa wisata di tiga gili ini,” tegasnya.
Menurut Fauzan, meski telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi, ketiga gili tersebut seharusnya tetap bisa dimanfaatkan masyarakat secara legal untuk usaha jasa pariwisata. Sebagai imbalannya, masyarakat juga akan berkomitmen menjaga kelestarian alam dan biota laut.
“Justru kalau ditutup total, masyarakat akan kehilangan penghasilan, dan ini bisa menjadi bumerang bagi konservasi itu sendiri. Biarkan masyarakat tetap berusaha, karena mereka juga yang paling menjaga kelestarian tiga gili tersebut,” imbuhnya.
Fauzan juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Provinsi NTB telah berulang kali mengajukan permohonan perubahan status kawasan wisata Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air sejak 2022. Namun hingga kini, belum ada kejelasan dari pemerintah pusat.
Padahal, sektor wisata tiga gili ini menyumbang sekitar 60 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lombok Utara, menjadikannya sebagai tulang punggung ekonomi lokal.
“Kalau kawasan ini terus dibatasi secara administratif dan legal, yang rugi bukan hanya masyarakat, tapi juga daerah. Ini harus segera diselesaikan,” tutup Fauzan.