FGD YGSI: Komitmen Bersama Cegah Kawin Anak
![]() |
Yayasan Gemilang Sehat Indonesia |
Okenews.net – Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan tokoh agama, tokoh adat, serta perwakilan dari berbagai instansi terkait dalam rangka menyusun strategi pencegahan perkawinan anak, kekerasan seksual terhadap anak, kehamilan remaja, dan kekerasan berbasis gender dan seksual (KBGS) di Kabupaten Lombok Timur.
Diskusi tersebut berlangsung di Ballroom Kantor Bupati Lombok Timur, Senin (30/06/2025), dan dihadiri oleh perwakilan tokoh adat, tokoh agama, organisasi masyarakat, Dinas PMD, DP3AKB, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Dinas Kesehatan.
Dalam pertemuan tersebut, seluruh perwakilan tokoh yang hadir menyatakan sikap tegas menolak praktik perkawinan anak di Lombok Timur. Mereka sepakat bahwa penolakan ini harus didasarkan pada aturan perundang-undangan yang berlaku, serta nilai-nilai agama dan adat yang mengedepankan kemaslahatan.
Field Officer YGSI, Samsul Hadi, dalam paparannya menyampaikan bahwa tujuan dari FGD ini adalah menyatukan persepsi dan memperkuat pemahaman tokoh agama, tokoh adat, dan pemangku kepentingan lainnya melalui pendekatan agama dan budaya.
“Kita hadir untuk menyamakan persepsi dan memperkuat komitmen bersama dalam menolak perkawinan anak serta kekerasan terhadap anak,” ungkap Samsul.
Sementara itu, Dr. TGH. Salimul Jihad, yang mewakili tokoh agama, menjelaskan bahwa dalam perspektif Islam, tidak ada anjuran untuk menikahkan anak yang belum cukup umur. Ia menekankan pentingnya melihat dari sisi kemaslahatan dan mudarat.
“Jika mudaratnya lebih besar, maka hukum menikahkan anak bisa menjadi haram. Ini harus menjadi perhatian, termasuk dalam implementasi regulasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” tegasnya.
Ia juga mendorong adanya sinergi antara pemerintah dan penegak hukum dengan ulama dan tokoh adat guna mencari solusi konkret terhadap fenomena perkawinan anak yang masih terjadi di masyarakat.
“Pemerintah harus tegas dalam menegakkan aturan, dan penegak hukum harus bergerak bersama tokoh agama serta adat untuk memperbaiki kondisi ini,” imbuhnya.
Wakil Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Lombok Timur, Dr. Muhammad Nasikhin, menyoroti pentingnya edukasi langsung kepada masyarakat melalui tempat-tempat ibadah dan kegiatan keagamaan.
“Kita perlu mengedukasi masyarakat dari musholla dan masjid, serta mendorong pernikahan yang legal dan sesuai ketentuan usia,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya penguatan regulasi melalui Peraturan Bupati hingga ke tingkat desa sebagai langkah preventif yang efektif.
Lalu Wirabakti, Ketua I Majelis Adat Sasak Paer Timuk, menekankan perlunya regulasi yang jelas dari pemerintah daerah hingga ke desa yang menjelaskan batasan-batasan dan syarat sah perkawinan sesuai hukum yang berlaku.
Ia mengkritisi kesalahpahaman masyarakat yang menyamakan adat dan budaya. Menurutnya, praktik “kawin kecil” atau kawin kodek merupakan bagian dari budaya, bukan adat.
“Kawin kodek itu tidak diatur dalam adat. Adat justru melarangnya karena prosesi adat pernikahan memiliki syarat-syarat tertentu. Yang terjadi sekarang adalah budaya merusak tatanan adat,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa budaya tidak selalu sejalan dengan agama, dan karena itu budaya-budaya yang bertentangan harus difilter.
“Adat bisa menjadi bagian dari budaya, tapi tidak semua budaya mengandung nilai-nilai adat. Maka budaya yang merusak harus disaring,” tandasnya.
Lebih lanjut, Lalu Wirabakti menyatakan bahwa dari perspektif adat Sasak, kawin kodek tidak pernah dibenarkan. Ia meminta agar regulasi diperkuat hingga ke tingkat desa dalam bentuk Peraturan Daerah dan Surat Keputusan.
“Kami dari tokoh adat menyatakan bahwa kawin kodek itu tidak diperbolehkan. Tinggal bagaimana kita wujudkan larangan ini dalam bentuk regulasi yang mengikat,” pungkasnya.
Di akhir diskusi, para peserta meminta agar hasil FGD ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dalam bentuk regulasi yang diperkuat hingga ke desa-desa. Mereka juga meminta adanya sosialisasi masif melalui media luar ruang seperti pamflet, baliho, dan spanduk dengan pesan-pesan yang kuat, seperti “Lombok Anti Kawin Dini”.
Acara ditutup dengan penandatanganan Fakta Integritas oleh seluruh peserta sebagai bentuk komitmen bersama menolak perkawinan anak, kekerasan seksual terhadap anak, kehamilan remaja, dan kekerasan berbasis gender dan seksual di Kabupaten Lombok Timur