Diskusi Publik: Menyingkap Dalang Dana Siluman DPRD NTB - www.okenews.net

Sabtu, 16 Agustus 2025

Diskusi Publik: Menyingkap Dalang Dana Siluman DPRD NTB

Okenews.net – Isu dana siluman DPRD NTB terus bergulir dan kian menyita perhatian publik. Pengurus Wilayah GP Ansor NTB bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor NTB menggelar diskusi terbuka bertajuk “Dana Siluman DPRD NTB, Siapa Dalangnya?” pada Jumat (15/08/2025) malam di Tuwa Kawa Coffee & Roastery.

Tanpa undangan resmi, lebih dari seratus peserta hadir dari berbagai kalangan: akademisi, politisi, aktivis, praktisi hukum, mahasiswa, hingga NGO. Diskusi ini merupakan bagian dari program rutin  yang digagas PW Ansor NTB untuk membuka ruang kritik publik.

Ketua PW Ansor NTB, Dr. Irpan Suriadinata, menegaskan bahwa isu dana siluman yang sedang diusut Kejaksaan Tinggi NTB bukan sekadar isu politik, melainkan soal moralitas wakil rakyat.

“Dana siluman ini harus dibuka seterang-terangnya. Kebenaran tidak boleh bersembunyi,” tegas Irpan.

Kasus ini bermula dari dugaan adanya potongan program Pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB periode 2019–2024 yang tidak lolos kembali. Program senilai Rp2 miliar per anggota dewan baru disebut tidak diberikan dalam bentuk program, melainkan dipotong 15 persen setara Rp300 juta dalam bentuk uang tunai.

Sejak awal Agustus, Kejati NTB sudah memeriksa 11 anggota dewan, termasuk Ketua DPRD NTB. Dua legislator bahkan mengembalikan uang ratusan juta yang mereka terima. Namun, kasus ini masih tertahan di tahap penyelidikan.

Diskusi menghadirkan tiga pembicara utama: Direktur FITRA NTB Ramli Ernanda, mantan anggota DPRD NTB Nurdin Ranggabarani, dan aktivis perempuan Uswatun Hasanah.

Ramli menilai kasus ini lahir dari buruknya tata kelola APBD NTB dalam dua tahun terakhir, ditambah dinamika politik pasca-Pemilu 2024.

“Anggaran bukan benda gaib. Ada dokumen, ada angka. Siapa yang bermain pasti bisa dilacak,” ujarnya.

Uswatun Hasanah menolak istilah “siluman.” Menurutnya, praktik ini sudah terang benderang.

 “Ini bukan lagi dana siluman. Ini dugaan korupsi Rp60 miliar. Ada yang sudah diperiksa, ada yang sudah mengembalikan uang. Publik tidak boleh dibiarkan bingung,” tegas aktivis yang akrab disapa Badai.

Sementara itu, Nurdin Ranggabarani menyindir keras mentalitas anggota dewan baru.

“Kalau dulu, baru ada dugaan saja mahasiswa sudah bergerak. Sekarang, uang ratusan juta beredar, publik masih adem ayem,” katanya.

Ia menegaskan bahwa siapa pun penerima uang pasti tahu siapa pemberinya.

“Tidak ada suap tanpa pemberi. Kalau uang sudah diterima, berarti ada yang menyerahkan. Bahkan mungkin disertai jabat tangan,” tambahnya.

Diskusi juga membuka ruang bagi peserta. Aktivis, akademisi, hingga politisi sepakat: Kejati NTB bergerak terlalu lambat. Beberapa bahkan menilai kasus ini seperti “Segitiga Bermuda”, melibatkan eksekutif, legislatif, dan pihak ketiga sebagai operator.

Politisi Gerindra, Syawaluddin, menegaskan bahwa bukti sudah cukup untuk menaikkan kasus ke tahap penyidikan.

“Uang sudah dikembalikan, ada pengakuan, ada bukti. Tangkap saja, pasti semuanya terbuka,” ujarnya lantang.

Meski banyak analisa mengarah pada keterlibatan pihak eksekutif, DPRD, operator, hingga aktor intelektual, sosok dalang utama kasus ini masih kabur. Badai bahkan menyinggung isu adanya “titipan Gubernur” dalam pusaran kasus tersebut.

Nurdin merinci bahwa minimal ada enam pihak yang berperan, mulai dari pemberi, penerima, operator, hingga aktor intelektual. Namun, ia menegaskan bahwa hanya aparat penegak hukum yang bisa menyingkap siapa dalang sebenarnya.

Diskusi ditutup dengan yel-yel bersama, mendesak Kejati NTB segera menangkap para pelaku. Ketua LBH Ansor NTB, Abdul Majid, memastikan forum Jumat Menggugat akan rutin digelar setiap pekan.

“Kami membuka ruang bicara agar kebenaran tidak lagi bersembunyi. Dana siluman harus dibongkar sampai ke akarnya,” tegas Majid.

Bagikan artikel ini

Tambahkan Komentar Anda
Disqus comments