www.okenews.net: Politik
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Politik. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 Juni 2025

Pojok NTB dan Mi6 Gelar Diskusi Publik, Beri Ruang Kritik Pimpinan Daerah

Okenews.net- Pojok NTB, WALHI NTB, dan Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 akan menggelar Diskusi Publik bertemakan “Quo Vadis Kebijakan Iqbal-Dinda Berbasis Pencitraan”. Diskusi ini bagian dari upaya konstruktif untuk mengingatkan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB memperbaiki keadaan mumpung belum terlambat.

“Diskusi Publik Ini adalah kolaborasi kedua kami, Mi6 dan Pojok NTB. Kali ini, Walhi NTB ikut membersamai. Kami ingin semua pihak menempatkan Diskusi Publik ini sebagai pengingat bahwa setiap pemimpin membutuhkan kritik. Hanya lewat suara publik, pemimpin dapat menyadari kekeliruan yang tidak akan pernah disampaikan bawahan,” kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto di Mataram, Jumat (13/06/2025).

Analis politik kawakan Bumi Gora yang karib disapa Didu ini menjelaskan, Diskusi Publik rencananya akan digelar Kamis, 19 Juni 2025 di Tuwa Kawa Coffee & Roestery pada pukul 19.30 wita s.d 22.30 wita. Sejumlah pembicara akan diundang untuk hadir dalam diskusi. Dari kalangan akademisi ada Dr. Lalu Wira Pria Suhartana yang merupakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Mataram dan Dr. Alvin Syahrin. Panitia Diskusi Publik akan mengundang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unram Prof. Mansur Afifi yang merupakan pengamat perbankan, juga akan didaulat berbicara.

"Dr Alvin Sahrin sudah konfirmasi bersedia menjadi Narsum dari kalangan Akademisi. Sementara yang lain akan dihubungi langsung oleh Panitia untuk minta kesediaannya menjadi narasumber, " kata didu

Selain itu, Diskusi Publik juga akan menghadirkan tokoh masyarakat yang juga ulama dari Lombok Timur TGH Najamuddin Mustafa. Dari kalangan wakil rakyat akan hadir Anggota Komisi I DPRD NTB Suhaimi. Dan menggenapi para pembicara tersebut akan ada Eksekutif Daerah WALHI NTB Amri Nuryadin dan Direktur LOGIS NTB M Fihiruddin. Dan dimoderatori oleh Abdul Majid. 

Didu mengungkapkan, apa yang mengemuka dalam diskusi ini tidak dibatasi. Namun, boleh jadi akan muncul kritik keras dan pedas, sehingga ada pihak-pihak yang merasa tidak nyaman. Bahkan ketidaknyamanan mungkin juga dirasakan pimpinan daerah. Tapi kata Didu, tujuan Diskusi Publik ini bukan itu. Melainkan menjadi momentum untuk menguatkan arah kepemimpinan dan menghindarkan NTB dari kebijakan dan kekeliruan berulang.

Sebab, kata Didu melanjutkan, kalau hanya sekadar reaktif terhadap ketidaknyamanan imbas kritik terbuka, publik Bumi Gora juga tentulah yang paling pantas menuntut, karena mereka tidak akan pernah nyaman dengan pemimpin yang hanya fokus pada pencitraan. Tampil setiap hari, namun tidak kunjung terlihat hasil kerjanya.

”Tiap hari tampil, tapi tak satu pun masalah selesai. Blusukan tanpa perubahan itu hanya akan menjadi jalan-jalan berseragam. Karena itu, jika sampai hari ini para pemimpin kita terlihat sibuk tapi tidak ada yang berubah, mungkin yang bekerja hanyalah pencitraan,” tandas Didu.

Senada dengan Didu, Admin Pojok NTB M Fihiruddin mengemukakan, pemimpin harusnya bersyukur ktitik publik terhadap kepemimpinan daerah masih terus ada. Apalagi, masyarakat berkreasi sendiri menciptakan panggung yang menjadi tempat mereka untuk bersuara.

”Kritik publik itu adalah bentuk tertinggi kepedulian. Pemimpin yang alergi kritik sesungguhnya sedang alergi pada rakyatnya sendiri,” ucap Direktur LOGIS NTB ini.

Aktivis dari kalangan muda ini menegaskan, lebih dari tiga bulan Gubernur H Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj Indah Dhamayanti Putri memimpin NTB, teramat sulit menepikan pandangan publik, betapa kedua pimpinan daerah ini hanya bekerja berbasis pencitraan semata. Akibatnya kata Fihir, pemerintahan tak ubahnya berjalan karena sistem dan rutinitas. Bukan karena kepemimpinan aktif.

Publik tidak pernah mendengar ada pernyataan publik strategis tentang arah pembangunan daerah. Tidak terlihat pula fungsi koordinasi yang intensif dan disertai inisiatif kebijakan. Sementara di sisi lain, pengambilan keputusan terlihat berjalan pasif atau reaktif.

”Pemerintah hanya hadir secara administratif, tapi absen secara visioner dan eksekutif,” ucap Fihir.

Yang terlihat di hadapan publik dalam tiga bulan terakhir kata Fihir adalah pimpinan daerah yang hadir di acara-acara seremonial. Sementara intervensi kebijakan akseleratif terhadap isu-isu penting menyangkut kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan infrastruktur dasar, justru masih sangat minim.

”Itu menandakan betapa Gubernur dan Wakil Gubernur kita tidak memimpin, melainkan hanya menampakkan diri,” tandas Fihir.

Sementara itu, Dewan Pendiri Mi6, Hendra Kusumag menyoroti minimnya perhatian Gubernur dan Wakil Gubernur NTB terhadap isu-isu lingkungan. Tiga bulan memimpin Bumi Gora kata Hendra , harusnya lebih dari cukup bagi kepala daerah jika memang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan.

Dalam tiga bulan, kepala daerah bisa menetapkan prioritas dan visi yang jelas soal keberlanjutan. Bisa menginisiasi kebijakan atau program konkret, seperti moratorium izin tambang yang merusak lingkungan, penataan ulang tata ruang, atau kampanye pengurangan sampah. Bisa pula menunjukkan keberpihakan anggaran, misalnya dengan alokasi lebih besar pada program konservasi atau pengelolaan sampah.

“Tapi, kalau ternyata setelah tiga bulan belum ada juga publik melihat langkah nyata, maka bisa jadi ini bukan soal waktu. Tapi murni soal kemauan politik,” kata Hendra Kusumah yang juga Ketua Panitia Diskusi Publik Pojok NTB dan Mi6. 

Dia menegaskan, lingkungan adalah fondasi dari semua aspek pembangunan. Tanah, air, udara, hutan, semuanya adalah sumber kehidupan. Jika rusak, maka petani kehilangan lahan subur, nelayan kehilangan tangkapan, warga terkena banjir, kekeringan, dan polusi. Karena itu kata Hendra, pemimpin yang abai soal ini sedang membiarkan masyarakatnya perlahan-lahan kehilangan hak dasar, yakni hidup yang layak.

“Ketika seorang pemimpin diam atas kerusakan lingkungan, ia sedang memilih berpihak bukan pada rakyat, tapi pada kepentingan jangka pendek yang merusak masa depan,” tutup Hendra Kusumah.

Inklusifitas Pemilu Berbasis Teknologi Informasi

Dr. Retno Sirnopati, M.Hum
Okenews.net- Dalam sebuah percakapan elektronik dengan seorang kawan terkait produktifitasnya menulis pasca tidak lagi menjadi penyelenggara pemilu, dia menyarankan saya untuk menulis lagi. Alasannya sederhana, dia tau saya pernah beberapa kali nulis artikel saat masih bersama menjadi penyelenggara pemilu. 


Tidak berlebihan kalau dia menyarankan saya untuk menulis lagi. Karena saya sadari menulis itu penting untuk mengasah ingatan dan daya kritis kita terhadap satu masalah.


Dalam dinamika chatingan, saya "terprovokasi" mencoba menulis kembali.Tapi idenya belum ketemu. Dari proses chatingan terbersit ide mengenai dinamika pemilu. Temannya sebagaimana judul tulisan ini: "inklufitas pemilu berbasis teknologi informasi"


Pemilu sebenarnya sejak lama sudah dilaksanakan sebagai mekanisme peralihan kekuasaan di Indonesia. Sejarah pemilu di Indonesia hampir sama umurnya dengan Republik ini. Hanya berbeda 10 tahun dari sejak diproklamirkan kemerdekaan indonesia. Saldi Isra dan Khairul Fahmi dalam Buku Pemilihan Umum Demokratis: Prinsip-prinsip dalam Konstitusi Indonesia, menyebutkan Lintasan pemilu terbagi dalam empat fase, yaitu: Pemilu 1955, pemilu 1971-1997, pemilu 1999, dan pemilu 2004-2019. Sebuah perjalanan demokrasi yang cukup panjang.


Pemilu pertama sesungguhnya akan dilaksanakan Januari, 1946. Melalui maklumat wakil presiden nomor X yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta. Namun penyelenggaraan itu batal dilaksanakan karena beberapa hal: 1) Undang-undang sebagai dasar hukum penyelenggaraan belum ada; 2) Kesiapan pemerintah untuk menyelenggarakan pemilu, dan 3) Stabilitas keamanan nasional. 


Namun demikian desain pemilu konstitusional dan bebas sudah dirancang sejak indonesia di proklamirkan. Tepatnya dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan. Tapi karena alasan stabilitas keamanan dan gejolak politik internal dalam negeri, pemilu di laksanakan tahun 1955 pada masa kabinet Burhanuddin Harahap. Dengan payung hukum UU No. 7/1953. 


Setelah itu pemilu berikutnya berlangsung pada tahun 1971-1997 di bawah kekuasaan orde baru. Saat itu pemilu di laksanakan oleh sebuah lembaga yang disebut Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) yang langsung di ketuai Menteri Dalam Negeri dan memiliki struktur keanggotaan terdiri dari Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan dan Sekretariat Umum. 


Gambaran struktur penyelenggara pemilu selama orde baru sampai dengan reformasi mencerminkan sistem pemilu yang sangat ekslusif. Personalia penyelenggara pemilu langsung dilakukan pemerintah. Partai politik di kelompokkan ke dalam 3 organisasi parpol, yaitu: Golkar, PPP dan PDI. 


Kenyataan pemilu sebelum reformasi jauh dari prinsip-prinsip pemilu dan keramah tamahan penyelenggaraan pemilihan terhadap peserta, pemilih dan kelompok sipil sociaty. 


Berbeda dengan pemilu pasca reformasi, pemilu 2004-2019, dengan dasar hukum UU No 12/2003, lalu berubah menjadi UU No. 22/2007, UU No. 15/2011 dan terakhir UU No. 7/2017 yg belum mengalami perubahan sampai pemilu 2024, pemilu relatif terbuka dan terus mengalami perbaikan baik dari aspek regulasi, personalia, tata kelola kelembagaan dan pertanggungjawaban. Selalu ada kekurangan serta kelemahan. Tak ada sekali jadi dan sempurna. Semua berproses menuju kesempurnaan.


Namun begitu, kelembagaan pemilu secara utuh, dari periode ke periode terus melakukan pembenahan sistem seiring perubahan zaman dan perkembangan teknologi informasi. Itu dilakukan guna menjamin pelaksanaan pemilu "ramah-tamah" kepada semua peserta, pemilih, dan stekholder lainnya.


Masa depan pemilu secara kualitas akan sangat ditentukan oleh kemampuan adaptasi serta transformasi kelembagaan pemilu terhadap kecepatan perkembangan teknologi informasi. Penerapan teknologi informasi pada proses penyelenggaraan pemilu akan menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas disegala tahapan. 


Pada pemilu 2024 misalnya KPU memiliki sistem informasi berbasis teknologi informasi. Ada beberapa sistem informasi teknis yang sudah tersedia kecuali untuk pencoblosan. Beberapa fitur aplikasi di tahapan teknis misalnya, untuk tahapan pendafataran sudah terdapat fitur 'SIPOL', akronim dari sistem informasi partai politik, ada juga sistem informasi pencalonan di singkat 'SILON', lalu ada 'Sikadeka', sistem informasi kampanye dan dana kampanye, selanjutnya ada 'SIMPAW', sistem informasi pengganti antar waktu, terakhir ada 'Sidapil', sistem informasi daerah pemilihan. Semua fitur teknis itu diciptakan menjawab kebutuhan, kemudahan memperoleh informasi pemilu.


Kemudian pada aspek regulasi, penyelenggara pemilu (KPU) memiliki 'Sikum' dengan akronim sistem informasi hukum. Fitur untuk mencari berbagai data dan informasi payung hukum penyelenggaraan pemilu. Kemudian untuk informasi keuangan dan logistik terdapat aplikasi 'silog' sebagai sarana untuk mengetahui detail kebutuhan logistik penyelenggaraan pemilu. Lalu ada 'sitab', sebagai sistem informasi pertanggungjawaban pelaksanaan pemilu. Masyarakat dengan sangat mudah dan leluasa mengakses kebutuhan informasi yang di perlukan.


Kemudian di divisi perencanaan, data dan informasi ada fitur 'sirekap' dan 'sidalih' sebagai link informasi untuk mengetahui sistem informasi rekapitulasi dan sistem informasi daftar pemilih. 


Selanjutnya di aspek SDM dan Parhumas terdapat fitur 'simpeg' dan 'SIASN'. Kedua fitur tersebut adalah akronim dari sistem informasi kepegawaian dan sistem informasi ASN. Dan apalikasi "mulut" KPU yang paling dekat dengan masyarakat adalah 'siparmas'. Interaksi dan komunikasi penyelenggara pemilu dengan seluruh elemen masyarakat dan stekholder berkepentingan dapat dengan mudah mengakses apapun kebutuhan informasi melalui sistem informasi partisipasi dan hubungan masyarakat.


Semua kategori aplikasi sistem informasi di atas tersedia dalam satu laman elektronik dalam sistem informasi teknologi yang sangat terbuka dan inklusif. Masyarakat dengan sangat mudahnya mencari dan mengunduh kebutuhan informasi penyelenggaraan pemilu dimanapun posisinya selama masih didukung jaringan dan koneksi internet yang memadai.


Tantangan Pemilu 2029


Pemilu mendatang akan memiliki tantangan baru yang lebih kompleks. Digitalisasi seluruh elemen tahapan pemilu membutuhkan kreativitas dan inovasi penyelenggaraan. Penggunaan artificial intelijen (AI) dalam perencanaan dan tahapan akan sangat membantu kerja kelembagaan KPU di seluruh jenjang pelaksanaan. 


Di tengah kondisi efisiensi anggaran dan ketidakpastian ekonomi-politik global, pemanfaatan teknologi informasi menemukan fungsi strategisnya. Yose Rizal, Founder Pemilu AI, pada forum populi bertajuk, Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi," menyampaikan pentingnya regulasi terhadap penggunaan teknologi informasi. Potensi AI ini besar, jutaan data bisa diolah dengan cepat. Simulasi kampanye bisa disimulasikan dulu. Ancamannya memang ada tapi jangan kita hanya dapat ancaman saja tidak dapat manfaatnya (kompas.com)


Afrimadona dari populi center menyatakan selama ini pegiat teknologi dan kepemiluan berjalan terpisah. "Suka tidak suka teknologi menyelesaikan masalah integritas. Demokrasi punya sisi negatif dan teknologi mungkin bisa menetralisir hal ini, teknologi ini bisa diaudit, walau dikatakan ada bias algoritma, namun hal ini tetap bisa di cek." 


Setidaknya pembicaraan forum populi manjadi rujukan bahwa penggunaan teknologi informasi pada proses pelaksanaan pemilu lebih efektif dan progresif memberi kepastian politik dan hukum pemilu. Ketika pemanfaatan teknologi informasi dan AI optimal dalam penyelenggaraan pemilu, semua komponen tahapan akan sangat mudah untuk diproses dan dianalisis kemudian memperkecil potensi konflik dan ketidakpastian akibat misinformasi di tengah masyarakat. 


Akhirnya pendapat khairunnisa agustyanti dari perludem menjadi penting untuk kita renungkan bersama bahwa kunci keberhasilan pemilu terletak di tengah-tengah trust masyarakat sebagai subjek demokrasi dan pemilu. Pemerintah, penyelenggara, komunitas demokrasi dan pemilu, hanya penyedia. User-nya adalah masyarakat dengan berbagai karakter dan kemampuannya. Maka bijaklah mendidik masyarakat agar mereka menikmati pembangunan demokrasi tanpa rasa ditipu demokrasi itu sendiri. 


Dr. Retno Sirnopati, M.Hum


Kamis, 12 Juni 2025

Prabowo Umumkan Kenaikan Gaji Hakim 280 Persen


Okenews.net
- Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji hakim sebesar 280 persen. Pengumuman ini disampaikan saat menghadiri Pengukuhan Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia di Kantor Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis 12 Juni 2025.

“Saya Prabowo Subianto, Presiden ke-8 Republik Indonesia. Hari ini mengumumkan bahwa gaji-gaji hakim akan dinaikan, demi kesejahteraan para hakim, dengan tingkat kenaikan bervariasi sesuai golongan di mana kenaikan yang tertinggi mencapai 280 persen,” ucap Presiden dikutip di laman setneg.go.id. 

Prabowo menegaskan, angka kenaikan gaji tertinggi diberikan kepada golongan yang paling junior. Meski demikian, Kepala Negara meyakinkan bahwa secara signikan kenaikan gaji ini akan berlaku bagi seluruh hakim.

“Golongan yang naik tertinggi adalah golongan yang paling junior, paling bawah. Tapi semua hakim akan naik secara signifikan, secara signifikan, dan saya monitor terus,” katanya.

Prabowo menegaskan, telah menerima laporan sebagian besar hakim belum menerima kenaikan selama 18 tahun. Selain itu, Kepala Negara turut menyampaikan keprihatinan terhadap kesejahteraan dan fasilitas yang diterima oleh para penegak hukum. 

“Saya dapat laporan ada Hakim yang masih kontrak, kontrak. Tidak punya rumah dinas dan sebagainya, dan sebagainya. Perumahan sudah kita tertibkan, mudah-mudahan segera akan dilaksanakan. Kita besar-besaran akan lakukan pembangunan perumahan,” ujarnya.

Senin, 09 Juni 2025

Mi6 Bakal Ajukan Zul-Rohmi Sebagai Nominasi Peraih Hadiah Nobel

Okenews.net- Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 bakal mengajukan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Periode 2018-2023, Dr. H Zulkieflimansyah-Hj Sitti Rohmi Djalilah sebagai nominasi peraih Nobel Perdamaian.


Sebuah kolaborasi kini sedang dinisiasi Mi6 bersama dengan anggota DPR RI, sejumlah Guru Besar, dan mitra Lembaga Swadaya Masyarakat internasional di Indonesia, sebagai jalur pencalonan resmi untuk nominasi peraih Nobel.


”Komite Nobel membuka kesempatan pengajuan nominasi hingga 31 Januari setiap tahun. Sebuah kolaborasi kini sedang dinisiasi untuk menyiapkan Dokumen Nominasi, sehingga dapat diajukan sebelum tenggat pada 31 Januari tahun depan. Kami sependapat dengan khalayak, duet kepemimpinan Doktor Zul dan Ummi Rohmi, adalah cahaya dari pelosok Indonesia kepada dunia,” kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, di Mataram, Senin (09/06/2025).


Aktivis senior Bumi Gora yang karib disapa Didu ini mengungkapkan, pasangan Zul-Rohmi memimpin NTB periode 2018–2023 dengan komitmen yang teguh terhadap nilai-nilai demokrasi, pembangunan perdamaian, dan kemanusiaan.


Di wilayah yang ditandai oleh keberagaman sosial dan kerentanan historis terhadap konflik seperti NTB, Zul-Rohmi kata Didu, memimpin dengan empati, integritas, dan dedikasi yang kuat terhadap pemerintahan yang inklusif, terbuka bagi semua.


Didu menegaskan, upaya nyata Zul-Rohmi dalam membina kerukunan antaragama, menyelesaikan pertikaian lokal melalui dialog, dan menanggapi krisis kemanusiaan dengan belas kasih, jelas-jelas adalah contoh kepemimpinan perdamaian yang ingin dihormati oleh Hadiah Nobel Perdamaian.


“Mengajukan pasangan Zul-Rohmi sebagai nominasi peraih Hadiah Nobel Perdamaian sepenuhnya karena pasangan ini memenuhi kriteria substansial dan didasari keyakinan bahwa warisan kepemimpinanya akan terus menginspirasi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga sebagai model kepemimpinan moral dan demokratis di belahan bumi selatan,” ucap Didu.


Didu kemudian membeberkan bagaimana kepemimpinan demokratis dan inklusif Zul-Rohmi di daerah multikultur seperti NTB. Zul-Rohmi kata Didu, memahami sepenuhnya, betapa NTB adalah provinsi yang kompleks secara etnis dan agama. Itu sebabnya, Zul-Rohmi memilih kepemimpinan dengan pendekatan inklusif dan dialogis.


Hasilnya, Zul-Rohmi aktif menciptakan ruang-ruang partisipasi publik melalui musyawarah warga, pelibatan Ormas, dan forum masyarakat adat. Hal itu menunjukkan bagaimana Zul-Rohmi menjaga iklim demokrasi NTB yang sehat di tengah tantangan politik identitas dan potensi ketegangan horizontal.


”Publik NTB tahu, sebagai kepala daerah, Zul-Rohmi dikenal karena komitmennya membuka ruang-ruang demokrasi yang hidup, menghormati perbedaan pendapat, dan tidak pernah mematikan kritik,” tandas Didu.


Lima tahun memimpin NTB, Zul-Rohmi juga kata Didu, menerapkan kepemimpinan berbasis hati dan aksi kemanusiaan. Didu memberi contoh banyaknya inisiatif kemanusiaan saat bencana gempa dahsyat melanda NTB pada 2018. Zul-Rohmi berada di garis depan pemulihan pascabencana, dan memberikan dukungan terhadap masyarakat miskin dan marginal.


Kepemimpinan Zul-Rohmi yang mengedepankan empati juga terlihat dalam berbagai kebijakan yang terkait dengan penanganan pengungsi, bantuan pendidikan, pemberdayaan UMKM, dan akses kesehatan.


”Zul-Rohmi lebih dari sekadar administrator. Keduanya adalah pemimpin yang hadir langsung di tengah rakyatnya ketika krisis datang,” kata Didu.


Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode ini juga menjelaskan bagaimana Zul-Rohmi menjembatani perbedaan dan mendorong rekonsiliasi sosial di NTB. Sejarah mencatat, bagaimana keduanya beberapa kali berhasil meredam konflik sosial dengan pendekatan humanis dan damai. Zul-Rohmi juga mendorong kerukunan antarumat beragama melalui dialog lintas iman, pendidikan toleransi, dan program budaya.


Di sisi lain, Zul-Rohmi adalah pemimpin daerah dengan pandangan global. Dr. Zul misalnya, memiliki latar belakang pendidikan internasional dengan meraih gelar Ph.D. dari University of Strathclyde, UK, namun memilih mengabdi di daerah. Itu mengapa, selama kepemimpinannya, Zul-Rohmi berupaya menghubungkan NTB dengan dunia luar. Antara lain dengan menjalin kerja sama internasional untuk pendidikan, kesehatan, dan lingkungan.


Selama memimpin NTB, kata Didu melanjutkan, pasangan Zul-Rohmi juga memiliki kredibilitas moral dan keteladanan pribadi. Gaya kepemimpinan keduanya sangat bersahaja, tidak elitis, dan dekat dengan rakyat. Keduanya juga dikenal tidak anti-kritik, dan tetap memegang prinsip meski menghadapi tekanan politik.


“Kemimpinan Zul-Rohmi memiliki dampak berkelanjutan. Banyak inisiatif keduanya tetap berjalan bahkan setelah masa jabatannya berakhir. Meninggalkan warisan sosial berupa budaya damai, toleransi, dan penguatan masyarakat sipil,” kata Didu.


Karena itu, Didu menegaskan, langkah mengajukan pasangan Zul-Rohmi sebagai nominasi peraih Nobel Perdamaian, bukanlah sebuah sensasi. Namun, benar-benar dilandasi keyakinan bagaimana kepemimpinan keduanya memenuhi kreteria substansial Komite Nobel.


Didu pun menjelaskan, banyak yang tidak tahu, bahwa Komite Nobel juga membuka ruang pengajuan nominasi bagi tokoh-tokoh lokal di tingkat provinsi, bahkan di tingkat kabupaten. Didu memberi contoh, pengajuan tokoh-tokoh berpengaruh di tingkat daerah dan dinominasikan ke Komite Nobel, sehingga turut menjadi inspirasi lahirnya inisiasi bersama untuk menominasikan pasangan Zul-Rohmi.


Tokoh pertama yang disebut Didu adalah Abdon Nababan. Dia adalah tokoh adat dari Tapanuli, Provinsi Sumatera Utara. Pernah masuk nominasi Nobel Perdamaian tahun 2017 karena perjuangannya atas hak masyarakat adat.


Didu juga menyebut Tri Mumpuni Wiyatno, tokoh perempuan dari Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. Dinominasikan untuk Nobel Ekonomi atau Perdamaian, mengingat dedikasi luar biasanya mengembangkan listrik mikrohidro di desa-desa terpencil.


Dan nama terakhir yang disebut Didu adalah Maria Ressa, jurnalis asal Filipina. Maria bukanlah tokoh nasional. Tapi kerja-kerja jurnalisnya di tingkat daerah yang terkait kebebasan pers di negaranya, pada akhirnya membuka mata dunia. Maria kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian pada tahun 2021.


”Jadi, bukan asal tokoh yang menentukan layaknya ia dinominasikan untuk Nobel. Tapi keberanian, ketulusan, dan dampaknya bagi umat manusia. Zul-Rohmi merawat perbedaan, menolak kekerasan, dan merangkul semua. Sejatinya Zul-Rohmi telah mengukir makna Nobel di tanah tempat keduanya dilahirkan,” tandas Didu.

Senin, 02 Juni 2025

Mimbar Bebas 100 Hari Iqbal-Dinda, Ombudsman NTB Sebut Pelayanan Publik Masih Bermasalah, Banyak Dinas Zona Kuning

Okenews.net- Mimbar Bebas 100 Hari Pemerintahan Gubernur NTB H Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda) yang diinisiasi Pojok NTB dan Mi6, berlangsung penuh warna.


Mimbar Bebas tersebut menjadi panggung suara hati publik. Ada harapan, ada sorotan, dan ada pula kekhawatiran. Semua disampaikan dengan semangat demokrasi, demi perbaikan di masa depan. 


Berlangsung di Tuwa Kawa Coffee Roastery, Ahad, 1 Juni 2025 malam, Mimbar Bebas ini dihadiri beragam elemen. Mulai dari anggota parlemen, pimpinan lembaga pemerintahan, pimpinan organisasi, budayawan, aktivis, tokoh muda, dan para pegiat sosial. Mimbar Bebas dipandu Abdul Majid dan Ridha Andi Patiroi. 


“100 hari Iqbal-Dinda masih sangat pendek untuk mengukur lima tahun kinerjanya ke depan. Namun, 100 hari ini dapat menjadi ruang untuk mengkritisi kebijakannya. Tapi sekali lagi, saya berharap kritik dalam kerangka yang konstruktif dan bukan di luar jalur,” kata Hendra Kusuma, Ketua Panitia, saat didaulat membuka Mimbar Bebas. 


Dewan Pendiri Mi6 ini mengingatkan, bahwa 100 hari bukan ukuran final. Namun begitu, sangat penting sebagai titik awal evaluasi.


Direktur Pojok NTB, Muhammad Fihiruddin, mengemukakan hal senada dengan Hendra. Dia menekankan pentingnya menjadikan momentum Mimbar Bebas ini sebagai "kompas" arah kepemimpinan. 


“100 hari kepemimpinan Iqbal-Dinda saya harap akan memberikan kemajuan untuk NTB ke depan. Diskusi ini ajang memberikan penilaian terhadap mereka. Semua kita undang, baik relawan maupun bukan. Boleh mengkritisi atau menyanjung, tapi tetap objektif,” tegas Fihiruddin. 


Dalam kesempatan tersebut, aktivis muda NTB ini juga menyampaikan penilaiannya yang cukup tajam terhadap kinerja awal pemerintahan Iqbal-Dinda. 


“Secara pribadi saya melihat NTB seperti tidak memiliki gubernur dan wakil gubernur. NTB berjalan autopilot. Kita butuh pemimpin yang berani dan tegas mengambil keputusan strategis, bukan hanya bicara ‘akan dan akan’,” katanya. 


Orasi Dr Iwan Harsono


Usai sambutan dari Hendra dan Fihiruddin, moderator kemudian mendaulat para tokoh yang hadir untuk menyampaikan orasi. Ekonom senior Universitas Mataram NTB Dr Iwan Harsono mengawali pertama kali.


Iwan Harsono menyampaikan kritiknya, lantaran hingga 100 hari pemerintahannya, belum tampak arah kebijakan yang jelas dari pasangan Iqbal-Dinda. 


“100 hari adalah waktu untuk membangun trust. Rakyat sudah memberikan kepercayaan melalui visi-misi mereka, tapi sampai hari ini saya belum melihat bagaimana visi-misi itu akan diwujudkan,” ujar Iwan. 


Ia juga menilai jargon meritokrasi yang digaungkan pasangan Iqbal-Dinda. Selain belum sama sekali terealisasi, Iwan mengkritik, meritoktasi bukanlah program. Namun, kewajiban Iqbal-Dinda yang telah diatur dalam Undang-Undang. 


“Meritokrasi itu amanat Undang-Undang, bukan program. Kita butuh aktualisasi, bukan hanya narasi,” tandas ekonom yang menamatkan pendidikan doktoralnya di Australia tersebut. 


Orasi Raden Nuna Abriadi


Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD NTB, Raden Nuna Abriadi, menilai masa 100 hari dapat menjadi indikator awal untuk membangun kepercayaan publik.


“Meskipun tidak bisa menjadi acuan utama, tapi ini adalah pijakan penting. Harus ada gebrakan, bukan sekadar seremoni,” kata Nuna. 


Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti ketidaksesuaian data pangan NTB yang disampaikan Gubernur ke pemerintah pusat.


“Katanya 10 sampai 12 ton per hektare, tapi faktanya hanya 6 ton. Ini retorika untuk menyenangkan pusat atau bagaimana? Saya nggak ngerti," sindirnya.


Dalam kesempatan itu, Nuna juga membela kinerja Bank NTB Syariah dari narasi negatif yang berkembang, dan justru datang dari pemerintahan. 


“Kalau pemerintah selalu berpandangan negatif, bagaimana masyarakat? OJK bilang tidak ada masalah kok,” ujarnya.


Orasi Kepala Ombdusman NTB


Kepala Perwakilan Ombudsman NTB, Dwi Sudarsono, mengingatkan agar pemerintah tidak lupa menyentuh persoalan dasar masyarakat.


“Kita sering bicara soal besar. Anggaran, proyek. Tapi pelayanan publik masih bermasalah. Banyak dinas warnanya masih kuning dalam penilaian kepatuhan. Padahal ini soal izin, KTP, pendidikan. Selesaikan hal mendasar dulu,” ujarnya mengingatkan.


Orasi Plt Ketua PSI


Tentu tidak cuma kritik yang meluncur. Pandangan lebih moderat datang dari Plt Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) NTB Ahmad Ziadi. Dalam kontestasi Pilgub NTB 2024, politisi asal Lombok Tengah ini merupakan salah satu anggota tim pemenangan Iqbal-Dinda. 


“Pemimpin itu kepala. Kalau kepalanya sehat, seluruh tubuh ikut sehat. Saya yakin satu per satu janji politik akan dijawab oleh Iqbal-Dinda sesuai aspirasi masyarakat,” ucapnya.


Menurut Ziadi, saat ini pasangan kepala daerah itu sedang membangun "kuda-kuda".


“100 hari ini bukan akhir, tapi alarm. Saya melihat sudah banyak langkah awal yang dikerjakan. Ini bukan pembelaan,” jelasnya.


Orasi Anggota Arif Rahman


Mendapat giliran berikutnya, Anggota DPRD NTB dari Fraksi NasDem, Lalu Arif Rahman Hakim, mengajak publik untuk bersabar dan menilai kinerja berdasarkan parameter yang jelas. 


“Kalau mau menilai kinerja, parameternya semestinya per semester. Kita harus ukur dengan angka, bukan asumsi. Saat ini pemerintah baru mulai. Realisasi anggaran dan dampaknya di masyarakat itu yang harus dilihat,” tegasnya. 


Ia juga menambahkan bahwa saat ini pemerintah sedang dalam tahap efisiensi dan kemungkinan akan melakukan perampingan OPD. “Ini tahapan penting dan akan kita bahas bersama,” tandasnya. 


Orasi Eksekutif Daerah WALHI NTB


Eksekutif Daerah WALHI NTB, Amri Nuryadin, mengingatkan Iqbal-Dinda tentang banyaknya kasus penambang ilegal dan masih maraknya deforestasi hutan di NTB. Akibatnya, BNPB terus menerus mengingatkan NTB akan potensi bencana. 


“Sikap politik Iqbal-Dinda yang ditunggu masyarakat saat ini,” ujar Amri mengingatkan. 


Dia menegaskan agar pemerintah Iqbal-Dinda mampu untuk memulihkan kondisi NTB. 

Dalam kacamata nasional, Amri mengungkapkan, akan ada 315.443 hektare lahan diorientasikan sebagai lahan pangan dan energi. Semua itu menunggu sikap konkret Pemprov NTB. Menurut Amri, ratusan ribu hektare lahan tersebut menjadi hal-hal pokok yang mesti segera disikapi Iqbal-Dinda. 

“Kemudian soal bencana alam. Apakah sulit Gubernur menyatakan ada difersivikasi terhadap jagung yang ditanam. Hampir 20 persen dari luasan daratan kita isinya jagung. Berani tidak Gubernur mengatakan akan melakukan pembatasan?” tandasnya.


Pada saat yang sama, Amri juga mengungkapkan, lahan NTB sudah hampir hancur. Belum lagi ada 355 izin usaha pertambangan pada lahan seluas 219 ribu hektare. 


“Kita tidak menuntut implementasi dalam 100 hari kerja ini. Tapi kita ingin sikap jelas Gubernur terhadap situasi dan kondisi yang ada. Sikap politik itu yang kita tuntut,” bebernya.

Orasi Ketua KNPI

Ketua DPD KNPI NTB Taupik Hidayat juga melontarkan kritik. Taupik menilai, belum ada hasil kerja konkret dari Iqbal-Dinda dalam 100 hari pertama keduanya bekerja memimpin NTB. 


“Terlalu banyak bicara akan-akan dan akan,” tandasnya. 


Taupik kemudian menyebutkan sejumlah janji-janji Iqbal-Dinda yang menurutnya tidak berpijak pada kondisi kontekstual. 


Aktivis muda ini kemudian menyoroti sifat dan watak Gubernur NTB. Ia mengaku banyak menerima keluhan dari sejumlah Organisasi Kepemudaan. 


“Kita bersurat resmi, dua bulan belum tentu dijawab, tidak ada konfirmasi. Ini kan jauh berbeda dari gubernur-gubernur sebelumnya,” jelasnya. 


Taupik kemudian membandingkan kinerja Gubernur Iqbal dengan sejumlah gubernur lain di Indonesia. Menurutnya, gubernur di daerah lain yang telah menunjukkan adanya keberpihakan dan akselerasi pembangunan.


Orasi Aktivis Perempuan


Mimbar bebas kemudian diisi oleh Aktivis Perempuan Ni Putu Virgi Eka Ayu Rasta. Sebagai mahasiswa, dirinya ingin agar jalannya pemerintahan mesti dinilai objektif dan tidak boleh parsial. Menurut Virgi, Iqbal-Dinda perlu menerima masukan dari perspektif anak muda. Termasuk juga mengakomidir pendapat dari anak-anak muda. 


Masalah pertama yang dikemukakan Virgi adalah berbagai problem di sektor pendidikan.


“Kita tidak pungkiri bahwa beasiswa yang diberikan pemerintah sebelumnya itu bagus, meningkatkan minat belajar. Dari 100 hari ini kami belum lihat program konkret di sektor pendidikan,” katanya. 


Menurut Virgi, peningkatan kualitas pendidikan harusnya selaras dengan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). 


Di sisi lain, Iqbal-Dinda, kata Virgi, ingin mengembangkan sejumlah destinasi pariwisata menjadi kelas dunia. Salah satu aspek yang menurutnya belum terurai pada sektor itu adalah harga tiket pesawat menuju NTB yang terlampau tinggi. 


"Kalau akomodasi mahal, kita akan banyak kehilangan wisatawan ke NTB," katanya.


Ia juga menyoroti rencana peleburan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dengan Dinas Sosial (Dinsos) NTB. Menurutnya, itu langkah yang kurang tepat.


Terutama di tengah kian ramainya kasus pelecehan seksual di NTB. Terutama di intitusi pendidikan. 


“Saya merasa bahwa kepemimpinan Iqbal-Dinda selama 100 hari ini tidak berpihak pada perempuan dan anak. Ini suatu kemunduran,” bebernya.


Orasi Aji Maman


Penilaian 100 hari Iqbal-Dinda berikutnya disampaikan Anggota DPRD NTB dari PAN, Muhammad Aminurlah alias Aji Maman. Iqbal-Dinda, kata Aji Maman, sudah melangkah dari ujung Sape sampai Ampenan. Dari bencana alam sampai bencana sosial sudah diatensi.


“Menurut saya, apa yang menjadi program prioritas Iqbal-Dinda seperti penanganan kemiskinan ekstrem, ketahanan pangan, dan pariwisata mendunia telah mulai terlihat,” jelansya. 


Aji Maman mengaku, mesti ada keberpihakan anggaran pada sektor-sektor prioritas kepala daerah. “100 hari ini Pak Gubernur sudah menata birokrasi yang sebelumnya tidak profesional,” jelasnya. 


Iqbal-Dinda, kata Aji Maman berharap Iqbal-Dinda juga fokus pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Menurutnya, Iqbal-Dinda telah berupaya tanggap terhadap situasi sosial masyarakat NTB. 


“Yang perlu dipikirkan juga adalah binus demograsi. Hitung, setiap tahun lulusan kampus kita di NTB berapa. Kita carikan jalan keluarnya, kita antisipasi melonjaknya angka pengangguran,” jelasnya.


Aji Maman mengapresiasi langkah perampingan OPD yang dilakukan Iqbal-Dinda.


Orasi Muzakkir


Setelah Aji Maman, giliran Muzakkir. Dirinya mengapresiasi acara yang diinisiasi Pojok NTB dan Mi6. Menurutnya, acara tersebut merupakan forum yang demokratis. Iqbal-Dinda disebutnya adalah sosok yang terbuka menerima masukan. 


“Gaya kepemimpinan sekarang ini memang berbeda dengan sebelumnya. Mudah-mudahan Pak Gubernur mendengar suara hati kawan-kawan malam ini. Baik apresiasi maupun kritik,” jelasnya.



“Kalau pilihannya puas dan tidak puas, saya memilih puas terhadap kepemimpinan 100 hari Iqbal-Dinda,” sambungnya.



Orasi Ahmad SH



Closing statement disampaikan oleh Ketua DPD Partai NasDem Lombok Tengah sekaligus Anggota DPRD Kabupaten Lombok Tengah Ahmad Syamsul Hadi. Ahmad SH mengemukakan, acara Mimbar Bebas 100 hari Iqbal-Dinda penuh dengan kritik dan otokritik.


“Tapi saya lihat tadi yang orasi sangat teknokratik,” jelasnya.


Ahmad SH memulai pandangannya dengan menceritakan kisah Franklin Delano Roosevelt ketika terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat pada 1933 silam. Saat itu, Roosevelt terpilih dalam satu masa dimana Amerika dalam depresi. 


“Di sana awal mula orang mengangkat tema 100 hari kerja,” jelasnya.


Saat itu, 15 rancangan Undang-Undang dia berhasil buat di Kongres. Kemudian 25 persen pengangguran dalam masa yang singkat ia tuntaskan. 


Pada 2009, Barrack Obama menemukan hal serupa. Ia berhadapan dengan satu masa 'resesi hebat'. Obama kemudian mampu meletakkan sendi-sendi pemerintahannya dalam masa 100 hari. Itu kemudian dikenal dengan Obama Care.


“Kerja 100 hari ini pernah dikritik oleh Jhon F Kennedy yang menilai kerja 100 hari bukan ukuran menilai kinerja pemerintahan. Tetapi ia meletakkan dasar bahwa 100 hari menjadi penting sebagai suatu landasan menentukan kerja-kerja berikutnya,” bebernya. 


Dalam konteks Iqbal-Dinda, dalam konstruksi berpikir NTB ke depan, maka yang akan menjadi pertaruhan sesungguhnya adalah ide dan gagasan dalam masa 100 hari itu.


“Kita akan memeriksa konsistensi ini dalam jangka waktu yang panjang,” pungkasnya. 


Acara Mimbar Bebas ini menjadi ruang terbuka pertama yang secara khusus membedah kinerja awal pemerintahan Iqbal-Dinda. Meski kritik tajam disampaikan dari berbagai arah, semangat membangun dan mengawal janji politik tetap menjadi benang merah yang menyatukan diskusi tersebut.

 

“Seratus hari memang bukan waktu lama. Tapi harusnya cukup untuk menunjukkan arah dan niat baik kepemimpinan. Dalam 100 hari harusnya fondasi perubahan mulai diletakkan. Waktu akan menjawab apakah bangunan di atas fondasi itu berdiri atau justru sebaliknya,” keta Direktur Mi6 , Bambang Mei Finarwanto  menekankan.

Jumat, 23 Mei 2025

Wabup Edwin Launching Integrasi SIPDAH dan SISKEUDES

Wabup Lotim H Edwin Hadiwijaya (tengah) 
Okenews.net
– Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terus mendorong transformasi layanan publik berbasis digital. Terbaru, Wakil Bupati Lombok Timur Ir. H. Edwin Hadiwijaya resmi meluncurkan integrasi dua sistem penting, yakni Sistem Informasi Pendapatan Daerah (SIPDAH) dan Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES), Kamis (23/05/2025).

Peluncuran ini menjadi bagian dari implementasi misi ketiga dalam visi SMART Pemerintahan Iron-Edwin, yakni menciptakan pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan mudah diakses masyarakat.

“SIPDAH dikembangkan untuk memudahkan proses perpajakan secara digital, sehingga desa tidak perlu lagi datang ke dinas atau bank penerima untuk membayar pajak,” ujar Wabup Edwin.

Sementara SISKEUDES, lanjutnya, merupakan aplikasi resmi pemerintah yang membantu desa mengelola keuangan secara terkomputerisasi. Aplikasi ini dikembangkan oleh BPKP bersama Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri.

Sebelum integrasi kedua sistem ini, proses pembayaran dan pelaporan pajak desa masih dilakukan secara manual. Desa harus membawa APBDes ke Bapenda untuk menghitung potongan pajak, lalu datang langsung ke bank atau dinas terkait untuk membayar. Selain lambat, sistem manual ini juga menyebabkan keterlambatan pelaporan dan pencairan dana desa.

Dengan adanya integrasi SIPDAH dan SISKEUDES, berbagai permasalahan tersebut dapat diminimalisir. Beberapa manfaat utamanya meliputi: Pembayaran pajak bisa dilakukan secara online, cepat dan efisien; Desa bisa bayar tepat waktu tanpa harus menunggu audit Inspektorat; PAD daerah meningkat sehingga berdampak positif pada bagi hasil ke desa, dan pelaporan keuangan lebih tertib dan akuntabel.

“Ini langkah penting menuju tata kelola pemerintahan desa yang lebih modern dan efisien. Kami ingin semua desa di Lombok Timur bisa merasakan manfaat teknologi,” tegas Wabup Edwin.

Langkah ini sekaligus mempertegas komitmen Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dalam mewujudkan visi SMART yang menempatkan digitalisasi sebagai tulang punggung pelayanan publik.

Mi6 Anugerahkan Penghargaan untuk Pejuang Demokrasi dan Kemanusiaan NTB


Okenews.net – Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 akan menggelar ajang Mi6 Award for Democracy and Humanity, sebuah penghargaan untuk tokoh-tokoh Nusa Tenggara Barat (NTB) yang telah memberikan kontribusi luar biasa dalam memperjuangkan nilai demokrasi dan kemanusiaan di Bumi Gora.


“Kami percaya, tokoh-tokoh hebat ini bukan sekadar untuk dikenang, tapi untuk diteladani,” ujar Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto, akrab disapa Didu, dalam pernyataan pers di Mataram, Jumat (23/5/2025).


Menurut Didu, Komite Penghargaan yang terdiri dari akademisi, aktivis senior, jurnalis, budayawan, serta perwakilan organisasi masyarakat dan pemuda, saat ini tengah memfinalisasi para penerima penghargaan. Namun, tiga nama telah masuk sebagai kandidat kuat: Gubernur dan Wakil Gubernur NTB 2018–2023 Dr. H. Zulkieflimansyah dan Dr. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, politisi senior H. Rachmat Hidayat, serta aktivis prodemokrasi M. Fihiruddin.


Zul-Rohmi: Pemimpin yang Mengabdi, Bukan Dilayani 


Zul-Rohmi dinilai telah menunjukkan kepemimpinan yang peka terhadap ketimpangan sosial dan berpihak pada rakyat kecil. Selama lima tahun memimpin NTB, keduanya membuka ruang partisipasi publik, menjunjung transparansi, dan merawat keberagaman. Mereka hadir langsung di tengah masyarakat, bahkan membuka pendopo Gubernur sebagai tempat beristirahat masyarakat—sebuah kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di NTB.


Rachmat Hidayat: Simbol Konsistensi dan Toleransi 


Sementara itu, politisi kawakan H. Rachmat Hidayat, dengan rekam jejak sembilan periode sebagai wakil rakyat, dinilai sebagai figur langka yang konsisten menjaga nilai kebhinekaan dan demokrasi. Dalam dunia politik yang kerap sarat kepentingan, Rachmat tetap teguh pada prinsip moral, toleransi, dan keberagaman.


Fihiruddin: Suara Lantang Generasi Muda


Nama M. Fihiruddin masuk sebagai simbol keberanian generasi muda yang tidak takut menentang ketidakadilan. Dikenal karena sikap kritis dan konsistensinya, Fihir bahkan sempat dipenjara akibat perjuangannya.


“Fihir adalah pengingat bahwa keberanian tidak mengenal usia, dan kebebasan berpikir layak diperjuangkan,” ujar Didu.


Malam Anugerah Mi6 Award for Democracy and Humanity akan digelar bertepatan dengan peringatan 13 tahun berdirinya Mi6. Didu menegaskan, penghargaan ini bukan sekadar bentuk apresiasi, tetapi juga ajakan untuk terus menjaga nilai-nilai luhur demokrasi dan kemanusiaan.


“Para penerima penghargaan ini tidak mencari panggung. Namun melalui momen ini, kita beri mereka cahaya agar semangat perjuangan mereka menjadi inspirasi bagi kita semua,” tutup Didu.

Selamat Idul Adha 1445 H

 


Pendidikan

Hukum

Ekonomi