www.okenews.net: Opini & Artikel
Tampilkan postingan dengan label Opini & Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini & Artikel. Tampilkan semua postingan

Selasa, 09 Maret 2021

Dilema Sistem Pembelajaran di Era New Normal

Oleh : Reza Wira Pratama 

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Mataram


STATUS
pandemi covid-19 sebentar lagi akan merayakan ulang tahun yang ke-1 setelah diresmikan oleh Badan Kesehatan Dunia WHO pada 12 Maret 2020. Virus yang banyak memberikan ancaman bagi masa depan umat dengan mengacaukan tatanan kehidupan manusia di bumi sampai detik ini masih menjadi momok yang menakutkan. Selain mengancam kesehatan manusia dengan penularan yang masif, namun mengguncang aspek perekenomian manusia. Lebih lanjut sistem pendidikan yang terdampak cukup signifikan yang mengubah sistem pembelajaran ‘tatap muka’ menjadi ‘belajar dari rumah’, bahkan sampai saat ini setelah sekenario new normal diberlakukan sistem pembelajaran masih bersifat dilema dan menemukan berbagai macam problematika. 


Pemerintah telah mengeluarkan Surat keputusan Bersama (SKB) 4 Kementerian terkait tentang penyelenggaraan proses belajar mengajar tahun ajaran 2020-2021 tanggal 15 Juni 2020. SKB ini ditunggu-tunggu oleh para pengelola pendidikan, karena menjadi landasan bagi perencanaan lebih lanjut dalam rangka menyiapkan tahun ajaran yang baru. SKB tersebut dalam penyusunannya mengacu pada prinsip dimana Kemendikbud dan kementerian terkait yang menempatkan kesehatan dan keselamatan peserta didik, tenaga kependidikan, keluarga mereka dan masyarakat pada prioritas utama.


Memasuki new normal, beberapa daerah menyambut rencana ini dengan beragam. Daerah-daerah yang kondisinya dinilai sudah hijau dengan persentase 6% murid menyatakan siap membuka kembali pembelajaran di sekolah. Sementara daerah yang masih terkategori kuning atau merah dengan persentase 94% murid, tegas menyatakan penundaan dan memilih opsi pembelajaran dari rumah atau daring. 


Keputusan bagi daerah hijau untuk menyelenggarakan pembelajaran tatap muka tersebut, harus seizin pemerintah daerah. Disamping itu, sekolah yang diizinkan adalah sekolah yang telah memenuhi check list persiapan pembelajaran tatap muka. Check list tersebut terdiri dari enam hal yakni:

Pertama, pada sekolah tersebut tersedia sanitasi dan kebersihan seperti toilet, dan sarana cuci tangan dengan air mengalir serta sabun dan ketersediaan disinfektan. Kedua, ada akses untuk menjangkau pelayanan kesehatan sekitar sekolah. Ketiga, murid, guru, dan semua karyawan pada sekolah tersebut wajib memakai masker. Keempat, tersedia termogun atau alat untuk mengukur suhu tubuh yang wajib digunakan tiap pagi untuk mengukur suhu tubuh murid, guru, dan semua karyawan. Kelima, wajib memiliki protokol kesehatan yang mengatur perlakuan terhadap murid, guru, karyawan, dan anggota keluarga mereka, jika berada dalam kondisi sakit. Diantaranya mengatur bahwa murid, guru, dan karyawan tersebut tidak diperkenankan masuk. Keenam, berdasarkan musyawarah dengan komite sekolah disepakati, sekolah boleh menyelenggarakan pembelajaran secara tatap muka.


Jika syarat-syarat itu tidak dipenuhi maka sekolah pada daerah hijau tersebut tidak diizinkan untuk melakukan proses belajar tatap muka. Bagi sekolah pada daerah hijau, yang telah memenuhi semua check list tersebut, kementerian pendidikan melakukan pemilahan kembali berdasarkan kemampuan menjalankan sosial distancing dan physical distancing.


Sistem pembelajaran tatap muka dengan memperhatikan protokol kesehatan di era new normal memang dalam beberapa bulan kebelakang ini sudah dijalankan oleh beberapa sekolah di daerah dengan wajib menjalankan proses shifting, Pada sistem shifthing ini, jumlah hari dan jumlah jam belajar ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan sekolah untuk menghindari kontak sosial yang berlebihan dalam lingkungan sekolah serta dengan memperhatikan keenam check list di atas. 


Namun, masih banyak juga sekolah yang menunda sistem pembelajaran tatap muka dilakukan, Karena adanya ketakutan dari masyarakat dengan ancaman wabah gelombang kedua. Disamping itu, beberapa sekolah yang sudah melaksanakan sistem pembelajaran tatap muka dengan memperhatikan protokol kesehatan kini terpaksa diberhentikan kembali karena ditemukannya kasus positif di lingkungan sekolah tersebut. Tentu hal tersebut membahayakan semua pihak dan ketakutan yang terbesar yaitu menimbulkan klaster baru yaitu klaster sekolah. 


Melihat adanya ancaman klaster baru ketika tetap melakukan sistem pembelajaran tatap muka di era new normal, maka sistem pembelajaran full daring akan kembali dilakukan. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya sistem pembelajaran full daring menjadi tambahan beban tersendiri bagi orang tua, baik secara ekonomi maupun mental. Mereka yang terlanjur berpikir mendidik adalah kewajiban sekolah, tiba-tiba harus bertanggung jawab penuh terhadap sekolah anaknya. Adapun para siswa, bersekolah di tengah pandemi dengan sistem full daring menjadi penderitaan tersendiri bagi mereka, karena harus melahap begitu banyak target pembelajaran di rumah. Disamping itu juga banyak para siswa yang merasa bosan ketika belajar secara daring. Hasil survey menyebut, sebanyak 66 persen dari 60 juta siswa dari berbagai jenjang pendidikan di 34 provinsi mengaku tidak nyaman belajar di rumah selama pandemi Covid-19. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jika pembelajaran full daring kembali dilakukan akan menyebabkan kurang maksimal dan kurang keefektifan sistem pembelajaran.


Permasalahan pembalajaran full daring jika kembali dilakukan tidak hanya sampai disitu, bagi pihak pendidik dan sekolah , situasi ini tidak serta merta meringankan beban mereka. Bahkan situasi ini membuat mereka harus berpikir keras, karena dukungan fasilitas sangat minim, termasuk kesiapan SDM dalam melakukan adaptasi terhadap sistem pembelajaran full daring yang bisa dikatakan masih banyak ditemukan tenaga pendidik yang gagap terhadap teknologi.


Pemerintah dalam hal ini harus gerak cepat, terukur, cerdas dalam mengambil dan menerapkan suatu kebijakan yang tentunya efektif dalam menentukan sistem pembelajaran di era new normal. Konsep pembelajaran new normal jika direaliasasikan dengan kebutuhan di masa pandemi lebih sesuai dengan metode Blended Learning. Menurut Koohang, blended learning is defined as a mix for traditional face to face instruction and e-learning. Pendapat tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Muhammad Noer, menjelaskan bahwa blended learning  adalah metode pembelajaran yang memadukan pertemuan tatap muka dengan materi online secara harmonis.


Blended learning memberikan dua metode yang sesuai dengan gagasan sistem pendidikan oleh Kemendikbud Nadiem Makariem di tengah pandemi ini. Di samping guru melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah dengan menerapkan protkol kesehatan yang ketat untuk  menjelaskan materi kepada siswa, di samping itu juga agar tetap menjaga jarak aman, guru dapat memanfaatkan kecanggihan teknologi seperti aplikasi yang sedang tren untuk pengumpulan tugas atau penunjang media pembelajaran. Guru diminta harus kreatif dan inovatif dalam menyusun dan menetapkan media, metode, dan strategi pembelajaran yang akan diterapkan dalam sistem pembelajaran blended learning agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal dan efektif.


Dengan diberlakukannya sistem pembelajaran blended learning tersebut diharapkan mampu menjawab dilema sistem pembelajaran di era new normal ini. Tentu dalam pelaksanaannya harus adanya kerja sama dan sinkronisasi dari segala pihak seperti pemerintah, sekolah, siswa, dan orang tua agar tidak sekedar wacana saja, namun dapat diimplementasikan dengan sebaik-baiknya di era normal ini. 

Senin, 08 Maret 2021

Esensi Hari Perempuan Internasional Untuk Mencapai Kesetaraan

Oleh: Reza Wira Pratama 

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Mataram


Tanggal 8 Maret selalu diidentikkan dengan International Women’s Day atau Hari Perempuan Internasional yang dirayakan seluruh dunia sebagai bentuk representasi bagi para perempuan untuk menyerukan kesetaraan gender dalam berbagai aspek kehidupan. Pada tahun-tahun sebelumnya perayaan hari perempuan internasional selalu dilaksanakan dengan melakukan beragam aksi seperti pawai, unjuk rasa, orasi dan sebagainya. 


Aksi tersebut didasari oleh kesadaran umum bagi para perempuan dari seluruh jenis profesi untuk bersatu padu dalam menyuarakan hak-hak perempuan yang dirasa masih banyak terjadinya ketimpangan gender. Akan tetapi, pada saat ini segala bentuk aksi yang menimbulkan keramaian dan kerumunan dilarang oleh pemerintah karena pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai. Sehingga, bagi para perempuan di seluruh dunia harus bisa mencari alternatif lain yang kreatif dan inovatif dalam mengupayakan esensi perayaan hari perempuan internasional tetap terlaksana.


Jika kita berkaca pada sejarah, perayaan hari perempuan internasional bermula pada tahun 1908, pada saat 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York, AS, menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja. Aksi demo tersebut menjadi pemicu bagi para perempuan di berbagai negara untuk melakukan hal yang sama, sampai pada akhirnya Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengakui tanggal 8 Maret sebagai hari perempuan internasional.


Seperti yang kita ketahui bersama, perayaan hari perempuan internasional memang selalu dirayakan setiap tahunnya dalam kurun puluhan tahun lamanya di berbagai negara. Namun, masalah kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki masih bersifat timpang. Secara global, taraf kesehatan, pendidikan, gerak sosial, posisi perempuan di ruang domestik maupun public masih lebih rendah daripada laki-laki. Sementara, angka kekerasan seksual terhadap perempuan semakin bertambah. Tindakan kekerasan terhadap perempuan pun semakin beragam, tidak manusiawi dan merendahkan perempuan. 


Menurut data Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan selama 12 tahun terakhir meningkat hampir 8 kali lipat dan di masa pandemi Covid-19 semakin meningkat sebanyak 63%. Angka tersebut merupakan angka yang terungkap atau terlaporkan, belum lagi masalah kekerasan terhadap perempuan yang tidak terungkap dan terlapor, karena tidak bisa dipungkiri bahwa, masih banyak perempuan yang mengalami kasus kekerasan dan sejenisnya yang takut dan enggan untuk melapor, baik kekerasan yang terjadi di ruang publik ataupun kekerasan di ruang domestik atau rumah.


Perlu diketahui, banyak sekali masalah perempuan yang tergolong dalam ketidakadilan dan kesenjangan gender yang masih saja dapat ditemukan di antaranya:


  1. Ketidakadilan Gender Ditinjau Dari Aspek Marginalisasi (Pemiskinan) Perempuan. Bentuk paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi kelompok miskin karena peminggiran di rumah, tempat kerja, masyarakat, kebijakan pemerintah secara sistematis.
  2. Ketidakadilan Gender Ditinjau Dari Aspek Subordinasi (Penomorduaan). Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama dengan pengambilan suatu kebijakan.
  3. Ketidakadilan Gender Ditinjau Dari Aspek Stereotype (Pencitraan). Salah satu jenis pencitraan yang melahirkan ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pelabelan gender perempuan yang berkaitan dengan kerumahtanggaan atau tugas domestik saja.
  4. Ketidakadilan Gender Ditinjau Dari Aspek Kekerasan (violence). Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidakseimbangan posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara laki-laki atau budaya patriarki yang lebih atas terhadap perempuan, karena adanya kontruksi peran yang telah mendarah daging.
  5. Ketidakadilan Gender Ditinjau Dari Aspek Beban Kerja Ganda. Berbagai observasi menunjukkan perempuan mengerjakan hamper 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga, sehingga bagi mereka yang bekerja di luar rumah tergolong memiliki beban ganda.


Oleh sebab itu, dalam perayaan hari perempuan internasional yang dilakukan setiap tahunnya dijadikan sebagai momentum agar esensi untuk mencapai kesetaraan gender perempuan dan laki-laki dapat tercapai. Tentunya hal tersebut tidak mudah, bahkan mustahil untuk dihilangkan. Tapi dengan pemahaman dari masyarakat akan pentingnya kesetaraan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan terkait pengutamaan kesetaraan gender. artinya, setiap program dan kegiatan yang dilakukan harus memperhatikan pemenuhan hak terhadap perempuan. Penulis berharap segala bentuk permasalahan gender yang masih ada dapat segera diminimalisir dan diselesaikan demi terciptanya kesetaraan dalam kehidupan manusia.

Sabtu, 30 Januari 2021

Esensi Pendidikan yang Memerdekakan

OLEH: Ashhabul Yamin, S.Pd

(Pengajar Praktik Guru Penggerak Provinsi NTB)


"Setiap anak itu beda, setiap anak itu unik, perbedaan dan keunikan itulah yang akan menjadi keunggulan mereka kini dan kelak.”

Ashhabul Yamin, S.Pd


Pendidik tak ubahnya seperti petani. Seorang petani yang menanam padi, maka ia akan merawat padi dengan kondisi dan karakteristik padi. Seorang petani yang menanam padi, maka ia tidak mungkin berharap akan memanen jagung. Pak Tani paham betul bagaimana cara membajak sawah sebagai persiapan lahannya, bagaimana cara menyemai benih sebagai persiapan tanamnya. Pak Tani paham betul bagaimana sistem pengairannya, kapan waktu dan berapa dosis pemupukannya. 


Pak Tani juga paham betul aneka jenis hama seperti tikus, wereng, walang sangit, burung, dan  jenis hama lainnya yang dapat mengganggu dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman padinya. Pak Tani juga sangat memahami bahwa dalam perjalanannya, tidak semua tanaman padinya tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Boleh jadi karena faktor cuaca bahkan faktor gangguan hama seperti wereng, tikus, walang sangit, burung, dan lain sebagainya. Akan ada pada titik-titik tertentu dimana tanaman padinya mengalami perlambatan. 


Jumlahnya memang minor, namun  Pak Tani sadar betul bahwa ia harus melakukan treatment khusus untuk membantu padinya yang lambat tersebut agar segera mampu menyusul pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi lainnya. Rasa gembira ria Pak Tani bersama keluarga ketika melihat padinya sehat, berbuah lebat dan besar, dan mulai menguning. Hingga tiba saatnya Pak Tani sampai pada hari yang dinanti-nanti dimana Pak Tani akan memanen tanaman padinya. Akhirnya gabah yang berkualitas terbaik telah berada didepan mata dari hasil kerja keras, kesabaran, dan ketekunannya selama ini.


Dari ilustrasi Pak Tani di atas, semoga semakin menguatkan dan memberikan pemahaman kita bahwa pendidikan adalah ‘menuntun’. Menuntun anak didik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Menuntun anak didik agar dapat mewujudkan keselamatan dan kebahagiaan di dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan untaian kalimat yang pernah disampaikan oleh Ali Bin Thalib, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka bukan hidup di zamanmu”.


Sesungguhnya anak didik yang datang ke sekolah, bukan seperti kertas kosong. Sejatinya mereka seperti kertas yang telah memiliki coretan-coretan, namun coretan tersebut masih buram dan samar. Coretan yang buram tersebut terdiri dari coretan positif dan negatif. 


Lantas dimanakah esensi tugas pendidik di sekolah? Maka jawabannya adalah menerangkan coretan yang positif agar menjadi coretan positif yang terang benderang, dan dalam satu tarikan nafas menekan coretan-coretan negatif agar menjadi coretan yang tetap buram bahkan perlahan hilang seiring berjalannya waktu dalam tuntunan pendidikan yang dijalaninya, dan di saat yang bersamaan seiring semakin menguatnya coretan positif pada diri anak didik. Coretan-coretan yang saya maksud disini adalah ilustrasi dari sikap, ucapan, dan polah tingkah anak didik.


Setidaknya ada 3 (tiga) makna merdeka yang harus kita pahami bersama, yang pertama tidak hidup terperintah, yang kedua berdiri tegak karena kekuatan sendiri, dan yang ketiga cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Ketiga makna merdeka tersebut adalah salah satu esensi kuat dalam merdeka belajar. 


Pendidikan yang memerdekakan adalah ikhtiar menuntun anak didik menemukan jati dirinya sesuai dengan kodratnya. Dalam menempuh pendidikan, tugas pendidik adalah menghubungkan anak didik dengan dunia nyatanya yakni lingkungan masyarakatnya. Konsep ini sejatinya harus dipahami bahwa semakin tinggi anak mengenyam pendidikan, maka akan semakin tinggi tingkat pengabdiannya kepada lingkungan masyarakatnya. 


Jika konsep sekolah sebagai penghubung antara anak dengan dunia nyatanya benar-benar dipahami dan dijalankan oleh para pendidik, maka anak didik akan memiliki orientasi kebutuhan terhadap pendidikan yang sedang dijalaninya. Selama anak didik tidak paham dan sadar kebermaknaan dan kebermanfaatan dari pendidikan yang ditempuhnya, maka selama itu juga anak didik akan belajar dalam keterpaksaan. Belajar dalam keterpaksaan tentu saja sangat kontrdiktif dengan konsep pendidikan yang memerdekakan.  


Jika pendidik paham dan melaksanakan model pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan dunia nyata anak didik, maka dapat dipastikan anak didik akan merindu-rindukan momen dimana anak didik belajar bersama gurunya dalam suasana yang membahagiakan, penuh kebermanfaatan dan kebermakanaan dalam proses belajarnya.


Lantas bagaiman orientasi anak didk kita belajar hari ini? Sudahkah terhubung antara pembelajaran di kelas dengan dunia nyata mereka? Pernahkan mereka merindu-rindukan momen belajar bersama guru mereka? 


Membuat anak didik rindu dengan gurunya hari ini bukanlah perkara mudah. Seorang guru harus benar-benar memahami esensi pendidikan yang memerdekakan. Seorang guru harus memiliki kesadaran dalam diri untuk terus menerus mengembangkan diri (self regulated learning). Membaca kembali filososfi Ki Hadjar Dewantara menjadi penting untuk dilakukan.  Sentuhan sosio emosional harus dikedepankan, menguasai kemampuan bertanya yang mengukil kemampuan daya nalar anak didik dan menguasai model-model pembelajaran berbasis riset dan portofolio menjadi keniscayaan.


Pendidikan yang memerdekakan harusnya dipahami bahwa guru tidak boleh merasa benar dan hebat sendiri. Guru harus memahami bahwa anak didikpun berhak atas kebenaran tersebut. Konsep ini kemudian menjadi sebuah motivasi kuat untuk senantiasa melibatkan anak dalam membuat kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang dibuat oleh guru dan anak didik dalam suasana demokrasi dan gotong royong akan membuat anak didik merasa memiliki dan tentu saja bertanggung jawab atas kesepakatan kelas tersebut.  


Jika boleh saya mengutip wejangan seorang budayawan ternama Sujiwo Tedjo dalam sebuah acara talk show pada salah satu stasiun TV swasta, ia berkata “Bangsa ini terlalu banyak menikmati pagi, hingga lupa menikmati senja.” Menikmati senja yang ia maksud adalah merenung. Penulis merasa wejangan ini begitu menghujam alam bawah sadar. Benar adanya bahwa dalam konteks sebagai pendidik, seorang guru  tidak boleh melupakan perenungan di setiap akhir sesi pembelajarannya. 


Perenungan ini lebih kita kenal dengan istilah refleksi. Confosius pernah berkata, “Pembelajaran tanpa refleksi adalah kesia-siaan, refleksi tanpa pembelajaran berbahaya.” Mengajak anak didik berefleksi bersama di setiap akhir pembelajaran adalah sebuah keniscayaan. Refleksi ini bukan caci maki, namun ia adalah energi untuk guru senantiasa mengembangkan diri memperbaiki kualitas pembelajaran ke depanya.

Senin, 25 Januari 2021

Hadirkan Kedamaian, Wujudkan Kemajuan

Oleh: ASHHABUL YAMIN


SIAPA di antara kita yang tidak mengenal Fir'aun? Ya, nama Fir'aun begitu besar dan terkenal. Namun sayangnya kebesaran dan keterkenalan nama Fir'aun bukan karena kebaikannya sebagai manusia dan penguasa, ia justru terkenal karena kezalimannya dalam catatan sejarah peradaban manusia. Kezalimannya telah diabadikan dalam Q.S 20:43 "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas."

Ashhabul Yamin

Lalu pertanyaan selanjutnya, saat ini siapa di antara kita yang pernah menemukan orang atau penguasa sezalim Fir'aun? Tentu saja jawabannya tidak ada. Ya, tidak ada orang atau penguasa yang sezalim Fir'aun di zaman sekarang. Dengan orang seperti Fir'aun saja Alloh perintahkan Musa dan Harun sebagai Rasul Nya untuk berbicara baik-baik dengan lemah lembut kepadanya. Kejadian ini diabadikan dalam Q.S 20:44 "Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".


Lantas bagaimana dengan fenomena umum yang kita temukan di masyarakat belakangan ini. Seringkali kita temukan seseorang atau sekelompok orang mencaci maki, menggibah, bahkan memfitnah orang yang dianggap tidak pas dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat, bahkan tak jarang orang dicaci maki hanya karena tidak pas dan tidak sesuai dengan selera dan keinginan kelompok tertentu. 


Sebuah studi menunjukkan bahwa ada 2 (dua) hal strategis yang dilakukan oleh Belanda hingga berhasil menjajah Indonesia beratus-ratus tahun lamanya, yang pertama Belanda mempelajari budaya bangsa Indonesia, yang kedua Belanda menutup dan meringkus akses orang Indonesia untuk mengenyam pendidikan. 


Menurut seorang penulis pada harian kompas, Belanda konon membiarkan rakyat Indonesia tetap bodoh agar Belanda tetap dengan mudah dan leluasa menjajah Indonesia (Linda Latumahina). Belanda yakin bahwa orang yang bodoh akan cenderung saling memusuhi. Orang yang bodoh dan cenderung saling memusuhi satu sama lain tidak akan sempat memikirkan masa depan dan kemajuan. Waktu dan tenaga mereka akan terkuras habis dalam permusuhan dengan sesama saudara sendiri. Benarlah apa  yang disampaikan oleh Bapak Proklamator kita Bung Karno "Musuhku sangatlah mudah karena melawan bangsa asing, musuhmu sangatlah berat karena melawan bangsamu sendiri."


Lalu bagaimana dengan tingkat pendidikan masyarakat belakangan ini? Sesungguhnya tingkat pendidikan masyarakat kita belakangan ini sangatlah hebat. Meskipun demikian toh tidak juga membuat mereka tidak saling sikut dan saling sikat dengan saudara sendiri. Justru pemandangan yang kita lihat seringkali kompetisi yang terjadi cenderung tidak sehat. Semua merasa pintar dan hebat dengan argumentasi masing-masing. Semua merasa bahwa kelompoknyalah yang paling benar. Lantas orang di luar kelompoknya adalah salah.


Menurut Dr. Hamid Fahmy Zarkasy "Siapa yang tambah ilmunya, tetapi tidak tambah petunjuk atau iman, dia akan tambah jauh dari Tuhannya." Semakin dalam ilmu, maka akan semakin dalam iman seseorang. Semakin dalam ilmu maka akan semakin baik kualitas ibadah seseorang. 


Orang yang tampak berilmu akan tampak seperti orang pintar, kepintaran inilah yang seringkali membuatnya membenturkan kepentingan pribadi atau kelompoknya dengan kepentingan masyarakat banyak. Tak pelak hal-hal semacam ini akan menggeret pada konflik dan permusuhan ditengah-tengah masyarakat, padahal tidak ada yang perlu dipermasalahkan di dalam masyarakat. Tidak ada yang tidak bisa dibicarakan baik-baik, tidak ada yang tidak bisa didiskusikan. Ini perkara dunia, perkara muamalah. Jika ada masalah, mari kedepankan musyawarah. Bermusyawarah dengan hikmah dan kebijaksanaan sesuai dengan falsafah bangsa kita sila keempat Pancasila "kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan." Bermusyawarahlah dengan keilmuan yang kita miliki, hingga ilmu yang kita miliki tersebut mengantarkan kita sampai pada maqom kebijaksanaan. 


Maka untuk mempercepat kemajuan dimasyarakat, hidup damailah dalam perbedaan, entah itu perbedaan pendapat, perbedaan suku, perbedaan agama sekalipun. Saling bekerja samalah dengan modal ilmu dan pengetahuan yang kita miliki, hindari permusuhan dengan sesama saudara sendiri. Imam Asy Syafi'i mengatakan,  "Sejelek-jelek perbekalan menuju akhirat adalah permusuhan antara para hamba."


#Penulis adalah Guru PPKn di SMA Negeri 3 Donggo Kabupaten Bima -NTB

Jumat, 01 Januari 2021

Jerat Pidana Pelaku Anarkis Perusak Plang Nama BIZAM

Oleh: Muhip Abdul Majid

(Ketua Umum Dewan Pimpinan Wilayah Sahabat Desa Nusantara NTB)


Seperti yang kita ketahui bersama bahwa sejak ditambahnya nama Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan nama pahlawan Nasional menjadi Bandara Internasional Lombok Zainuddin Abdul Majid (BIZAM) dengan No. SK (Surat Keputusan) Menteri Perhubunggan Nomor: 1421 tahun 2018, terus mengalamai penolakan oleh sekelompok orang yang tidak pandai bersyukur atas jasa pahlawan nasional yang telah berjasa dalam memajukan Bumi Gora Nusa Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui pendidikan, sosial dan dakwah. 


Namun hal itu tidak menjadi penghalang pihak pemerintah, dalam hal ini Menteri Perhubunggan, Pemprov Nusa Tenggara Barat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  untuk terus melakukan usaha agar nama bandara yang telah di tetapkan oleh pemerintah pusat tersebut diterima dengan baik oleh semua elmen masyarakat Nusa Tenggara Barat khususnya masyarakat Lombok Tenggah yang menjadi tempat lokasi pembagunan BIZAM.


Tepat pada akhir tahun 2020 pemerintah yang berwenanag memasang nama bandara yang semulanya hanya bernama Bandara Internasional Lombok (BIL) di tambah menjadi Bandara Internasional Lombok Zainuddin Abdul Majid (BIZAM). Namun sayang pada akhir tahun atau malam tahun baru sekelompok orang yang tidak bertanggug jawab merusak nama bandara yang sudah terpasang tersebut denggan melepas nama bandara yang sudah kelihatan indah dan baik itu. 


Maka kami dari Dewan Pimpinan Wilayah Sahabat Desa Nusantara Nusa Tenggara Barat (SDN NTB) sanggat menyayangkan tindakan sekelompok orang tersebut dan mendesak kepada pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian untuk bertindak tegas untuk memberikan sangsi pidana. Karena kami menilai hal yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut adalah tindakan merusak fasilitas umum. 


Selain itu tidakan yang dilakukan oleh sekelompok orang itu jugak akan mengakibatkan polemik dan ketenagan di tegah-tengah kehidupan masyarakat desa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Selanjutnya dari sudut pandang ekonomi, tindakan sekelompok orang tersebut juga dapat memperlambat pembagunan dan kemajun sektor ekonomi di tenggah-tengah Covid-19 ini khususnya di bidang ekonomi pariwisata. 


Sekali lagi kami dari Dewan Pimpinan Wilayah Sahabat Desa Nusantara mendesak pemerintah yang berwajib khususnya kepada Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk bertindak tegas kepada sekelompok orang yang sudah melakukan tidak pidana perusakan fasilitas umum Bandara Internasional Lombok Zainuddin Abdul Majid (BIZAM). 


Karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam pasal 406 ayat (1) sudah jelas menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan barang, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik oran lain, diancam denggan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Kemudian dalam Pasal 412 KUHP disebutkan bahwa kejahatan terhadap perusakan barang yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, maka ancaman pidana ditambah sepertiga.

 

Kami sebagai Dewan Pimpinan Wilayah SDN NTB memandang bahwa dengan adanya suatu aturan perundang-undangan merupakan suatu peganggan bagi masyarakat untuk tidak melakukan kejahatan dan jugak dapat berupa suatu kepastian hukum yang dapat memidana pelaku kejahatan. Sudah jelas terancam dalam Pasal 406 ayat (1) dan Pasal 412 KUHP bahwa perbuatan perusakan sutu barang milik perusahaan dalam hal ini perusahaan milik BUMN Angkasapura Gerub, orang lain atau sebagian milik orang lain merupakan perbuatan yang dapat dihukum. 


Di samping adanya peraturan hukum yang mengatur, teraturnya hukum itu sendiri merupakan implementasi dari penegak hukum yang berperan aktif dalam penegakan hukum terhadap kejahatan yang terjadi. Kepolisian merupakan tanduk utama penegakan hukum dalam sistem hukum di Indonesia, maka kepolisian sudah barang tentu harus semaksimal mungkin melaksanakan tugas penegakan hukum atas kejadian perusakan fasilitas umum yang dilakukan oleh inividu dan sekelompok orang di Bandara itu.

Selasa, 27 Oktober 2020

KEMENAG-FORMAD LOTIM: SINERGI UNTUK ENERGI

Oleh: M. Azizan, S.Pd. (Ketua Formad Lotim)



MUQADDIMAH

Kantor Kementerian Agama Lombok Timur merupakan sentral dari seluruh kegiatan dan administrasi keagamaan menurut aturan yang berlaku di Negara Kesatuan Rebublik Indonesia, demikian juga lembaga pendidikan yang berbasis agama dan pondok pesantren merupakan rumah bagi seluruh madrasah yang berada di Kabupaten Lombok Timur. Keberadaan pondok pesantren dan madrasah merupakan 2 (dua) organisasi yang tidak dapat dipisahkan karena pada faktanya di mana ada pondok pesantren di situ ada lembaga pendidikan (madrasah) dengan berbagai jenjang pendidikan, mulai dari Raudhatul Atfhal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah  (MTs), Madrasah Aliyah (MA).


Wilayah cakupan Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur merupakan daerah yang penduduknya masih kental dan kuat akan keyakinan terhadap pendidikan keagamaan melalui madrasah dengan beraneka ragamnya organisasi masyarakat (Ormas) yang berkembang, mulai dari Nahdlatul Wathan (NW), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammdiyah sehingga hal inilah salah satu pendorong bertumbuh kembangnya madrasah dengan kepadatan penduduk kategori terpadat di Provinsi Nusa Tenggara Barat.


Untuk menjaga kelestarian ajaran atau pendidikan Madrasah yang diwariskan oleh tokoh-tokoh terdahulu merupakan salah satu di antara yang banyak motivasi para penerus generasi untuk berlomba-lomba membangun lembaga pendidikan berbasis madrasah walaupun diawali dengan hanya semangat tanpa didukung material yang sangat berbeda dengan madrasah yang dibangun oleh pemerintah.


Madrasah di Kabupaten Lombok Timur didominasi oleh madrasah swasta yang dibangun atas swadaya masyarakat, sedangkan madrasah negeri boleh dihitung dengan jari. Hal ini menandakan bahwa animo masyarakat untuk menabung sebagai bekal akhirat sangat kental dan kuat.


Release dari Kementerian Agama melalui situs resminya, jumlah madrasah di Lombok Timur sebanyak 781 lembaga dari RA sampai MA baik negeri maupun swasta dengan rincian :



Berdasarkan tabel di atas bahwa jumlah madrasah dwasta di Lombok Timur bukanlah angka yang sangat kecil jika dihitung dengan pelayanan kelembagaan, sehingga seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin pesat menjadi sebuah tuntutan pengelola madrasah untuk setidaknya mampu berbuat dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang serba digital.


Bicara digitalisasi, madrasah di Lombok Timur bukanlah terkendala secara sumber faya, namun lebih kontras pada sarana dan prasarana penunjang yang belum merata dan terdapat perbedaan yang sulit disamakan antara madrasah negeri dan swasta dari sis fasilitas. Namun pada kenyataannya madrasah dengan segala keterbatasan tidak harus membatasi gerak untuk senantiasa melakukan dan menyesuaikan diri dengan program pemerintah dan terus bersaing, berkompetisi di berbagai aspek sesuai dengan motto Madrasah Kementerian Agama yaitu “Madrasah Hebat Bermartabat”.


Dalam upaya mensukseskan program kemajuan Pendidikan di madrasah dengan corak teknologinya, maka dipandang perlu dan memiliki peran yang sangat urgent di dalam sebuah lembaga pendidikan madrasah adanya operator madrasah secara substansi bekerja mensukseskan administrasi madrasah baik secara online bahkan offline.


Sejak pesatnya perkembangan teknologi menjadikan tuntutan bagi madrasah baik negeri maupun swasta untuk mengangkat operator madrasah sebagai admin di Lembaga Pendidikan Madrasah layaknya kerja operator-operator di instansi lainnya. Secara tuntutan bahwa pekerjaan operator di madrasah sejak tahun ada sejak tahun 2010 dengan berbagai macam aplikasi pendataan yang masih terkesan uji coba sehingga terkadang tidak terkontrol secara proses bahkan ke hasil.


Melihat kondisi tersebut di atas, atas inisiatif para eksekutor untuk membentuk sebuah komunitas (perkumpulan) Operator Madrasah di Lombok Timur, sehingga tepat pada tanggal 02 Oktober 2015 dibentuk dan diresmikanlah “FORUM OPERATOR MADRASAH LOMBOK TIMUR” atau sering disingkat FORMAD LOTIM yang dihajatkan sebagai mitra Kementerian Agama Seksi Pendidikan Madrasah untuk mensukseskan pendataan madrasah yang tepat, efisien, akurat dan bermartabat.


PENMAD-FORMAD LOMBOK TIMUR

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur dalam hal ini Seksi Pendidikan Madrasah yang dinakhodai oleh Drs. H. Azharuddin, M.Sy (Kankanmenag Lotim) dan H. Zainul Arqam, S.Pd. selaku Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kab. Lombok Timur senantiasa menyampaikan ungkapannya pada setiap moment dengan adanya FORMAD Lombok Timur, Kementerian Agama Kab. Lombok Timur merasa terbantu yang ditunjukkan dengan finishing data tepat waktu dan akurat.


Seksi Pendidikan Madrasah (Penmad) dalam hal ini memandu dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan berbagai jenis data madrasah yang beraneka ragam, namun posisi dari FORMAD Lotim adalah memberikan Edukasi dan Bimbingan kepada Para Operator Madrasah yang mengalami kendala dalam menyelesaikan pendataan.


FORMAD LOTIM adalah sebuah komunitas atau Forum relawan yang otoritas masih berdiri sendiri, namun dengan demikian dalam hal  Solidaritas harus dikedepankan dalam rangka bersinergi dengan seluruh Operator Madrasah di Lombok Timur untuk memandu, edukasi bagi Operator Baru. 


SINERGI-ENERGI PENMAD-FORMAD

PENMAD LOTIM dan FORMAD LOTIM adalah sebuah mitra yang harus terus bersinergi membangun komunikasi dan kolaborasi yang intens dalam rangka mensukseskan program pemerintah khususnya pada Kementerian Agama Kab. Lombok Timur.


Forum Operator Madrasah Lombok Timur (FORMAD) memliki peran penting dan secara struktur memiliki Pengurus Inti, kemudian ada Koodinator Wilayah (Korwil ) yang mengomandoi beberapa Kecamatan, di samping itu ada Koordinator Kecamatan (Korcam) yang langsung bersentuhan dengan para Operator Madrasah.


Operator Madrasah secara fungsi memiliki peran yang sagat Urgent di Madrasah, lantas apa sajakah tugas Operator Madrasah secara rutin?, beikut adalah beberapa tugas Operator :

  1. Tugas berkaitan dengan Guru (Individu) yaitu sebagai admin Simpatika yaitu isi pokoknya mengarah kepada Profil Guru hingga ke Tunjangan Guru.
  2. Tugas yang berkaitan dengan Lembaga dan siswa yaitu EMIS, data ini erat kaitannya dengan dana BOS Madrasah, inventaris dan PIP bagi siswa Madrasah, walaupun pada faktanya EMIS ini memiliki banyak turunan (sub-domain) yang tergantung pada jenis pendataan, misalnya Ujian Nasional dan lainnya.


Kedua Tugas di atas adalah merupakan tugas pokok Operator secara Fungsi, namun pada kenyataannya bahwa banyak yang merangkap sangat banyak tugas, dari sekretaris madrasah, guru, wali kelas, bahkan sebagai pembina ektrakurikuler selalu berada pada barisan terdepan.


Operator Madrasah memang bukanlah orang sembarangan, walaupun secara keilmuan banyak dari Operator Madrasah yang basic ilmunya bukan IT, tapi berkat semangat berjuang semua itu dapat dilewati dengan belajar Otodidak. Sebagaimana ungkapan mengatakan “Saya Sesat pada Jalan yang Benar”. 


Kerja Operator boleh dikatakan tidak mengenal waktu dan tempat, bahkan dominan pekerjaan operator Madrasah bekerja di rumah pada waktu-waktu yang seharusnya bersama keluarga dan warga, bahkan harus mengorbankan waktu istirahat tengah malam, dikarenakan tuntutan penyelesaian data terkdang pada jam-jam istirahat. Namun hal ini bukanlah sebuah hambatan yang berarti bagi para Pejuang Data Madrasah selama ini.


Dengan bersinergi dan Komunikasi antara Kemenag dalam hal ini Penmad dan Formad Lotim akan melahirkan Energi yang kuat untuk mengembangkan dan menyongsong Era Digital Madrasah menuju Teknologi 4.0., sehingga diharapkan tidak ada kesenjangan antara Lembaga Pendidikan yang dimiliki Pemerintah dengan Swasta.


TANTANGAN OPERATOR MADRASAH dan FORMAD

Menurut hemat penulis sejak adanya istilah Operator dengan tugasnya semakin beraneka ragam dapat disimpulkan hambatan yang menjadi tantangan atau tantangan menjadi hambatan adalah :

  1. Aplikasi Pendataan yang direlease oleh Pengembang Kementerian Agama terkesan Uji Coba 
  2. Banyaknya aplikasi atau link yang digunakan oleh Kemenag sehingga terkadang ini adalah sebuah tantangan yang menuntut Operator Madrasah untuk menghafal bahkan tidak bisa melalaikannya, dan hal ini memberi kesan data Madrasah di Indonesia belum satu pintu.
  3. DeadLine dari beberapa aplikasi pendataan terkdang dilaunching dalam waktu yang bersamaan, tingkat kerumitan yang berbeda lantas menuntut penyelesaian pada waktu yang bersamaan.
  4. Pergantian Operator pada Madrasah secara tidak teratur ini adalah tantangan Penmad dan Formad dalam mengedukasi pada setiap moment pendataan.
  5. Operator Madrasah secara fakta di lapangan, bekerja pada waktu-waktu yang tidak menentu, sehingga hal ini masih dipandang sebelah mata oleh beberapa Pimpinan Madrasah ( tidak semua), sehingga tidak ada jaminan secara materi/finansial untuk menfasilitasi kesuksesan pendataan Madrasah. Sebut saja Laptop tidak standard, Internet tidak mendukung, pangkalan data yang tidak akurat, hingga honor Operator di beberapa Madrasah tidak menentu.
  6. Ke depan semoga jeritan operator Madrasah dapat terdengar dengan jelas oleh Pemerintah terkait, sehingga implikasi dari proses dengan hasil balance. ( Mobil tak bermesin/Bensin, Tanaman yang tak dipupuk/disirami ), bagaimana jadinya?


REKOMENDASI OPERATOR MADRASAH

Adapun harapan Opeartor Madrasah antara lain:

  1. Bekerja di jam kerja. Bekerja di jam-jam kerja merupakan pengharapan yang utama bagi seorang operator, karena mereka juga ingin istirahat dan bisa berkumpul dengan keluarga tanpa adanya beban dari pekerjaan yang sulit diselesaikan. Bahkan harus membuat operator menjadi seperti kalong yang keluar pada malam hari.karena server tidak mendukung.
  2. Aplikasi/Data Satu Pintu. Aplikasi yang saat ini diluncurkan untuk dikerjakan itu belum sepenuhnya menyatu pada  database aplikasi yang menjadi induk data, sering diwacanakan untuk dijadikan data base yaitu EMIS, tapi sampai saat ini operator dalam melaksanakan tugas masih banyak hal-hal yang harusnya tidak diinput ulang, tapi diinput ulang karena data emis belum sepenuhnya disinkronkan dengan aplikasi yang dikeluarkan dan perlu proses panjang untuk  menyelesaikannya, karena hanya sebagian data yang sinkron dengan EMIS sehingga operator mengharapkan aplikasi satu pintu, yakni hanya mengerjakan data induk saja untuk selebihnya tinggal menyinkronkan atau menarik data tanpa melakukan input ulang dan tinggal melengkapi data yang belum ada dan tidak susah diakses.
  3. Kesejahteraan. Operator sebagaimana  halnya guru mereka memiliki status yang sama dan fungsi yang sama dalam mencetak generasi-generasi yang bisa diandalkan untuk membangun Bangsa dan Negara, dengan status dan fungsi yang sama halnya dengan guru mereka mengharap perlakuan yang sama dari yang memiliki kewenangan. Setidaknya ada bentuk penghargaan kepada jerih payah Operator Madrasah yang selama ini boleh dikatakan masih buram, contoh Insentif Guru-Guru Bukan Pegawai Negeri Sipil atau dengan cara lain. Pemangku kebijakan dalam hal ini Kementerian Agama dapat memberikan perhatian paling tidak ada standarisasi honorarium Madrasah dari dana BOS atau sumber lainnya.
  4. Kemudahan dalam Menyelesaikan Pekerjaan. Siapa saja tentunya mengharapkan kemudahan dalam melaksanakan pekerjaan begitu juga operator mereka ingin mendapatkan kemudahan dalam melakukan akses penyelesaian pekerjaan mereka tanpa adanya notif error atau lainnya.
  5. Sosialisasi. Selama ini banyaknya pekerjaan baru yang harus diselesaikan oleh operator membuat mereka harus belajar sendiri karena kurangnya sosialisasi bukan tidak adanya sosialisasi karena sosialisasi yang di lakukan tidak merata dan masih banyak yang belum memahami yang pada akhirnya mereka mencari solusi dari teman-teman yang mempunyai kompeten untuk menyesaikan masalahnya.
  6. Waktu pekerjaan yang sesuai. Waktu pekerjaan berhubungan dengan waktu penyelesaian data yang harusnya disesuaikan dengan banyaknya pekerjaan yang tidak bisa dituntaskan dalam waktu yang sebentar bukan tidak diberikan keringanan dengan perpanjangan waktu tapi alangkah baiknya waktu pengerjaan disesuaikan dengan banyaknya data yang diminta.
  7. Status Pekerjaan. Sebagaimana guru yang diakui keberadaannya dengan berpayung undang-undang dan mereka diatur untuk mendapatkan sesuatu yang harus mereka dapatkan, begitu juga operator ingin keberadaannya benar-benar diakui bukan hanya manfaatnya yang dirasakan tapi keberadaannya seperti tidak ada. jadi Operator ingin statusnya jelas dan diakui.


THANK YOU SO MUCH and WELCOME
Ucapan Terima Kasih tiada terhingga kepada Drs. H. Azharuddin, M.Sy yang telah membina Formad Lombok Timur selama memimpin Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur sejak 28 November 2017 sampai dengan 23 Oktober 2020. Semoga menjadi amal kebaikan untuk meniti karir yang lebih baik di tempat tugas barunya.


Selanjutnya Selamat Datang dan Selamat Bergabung Bapak Drs. H. Sirojudin, MM., tepat 23 Oktober 2020 telah dilantik menjadi Kepala Kantor Kemenag Kab. Lombok Timur, berharap besar semoga dapat bersinergi dengan Forum Operator Madrasah Lombok Timur untuk menunjukkan solidaritas menuju Madrasah Hebat Bermartabat.

Sabtu, 03 Oktober 2020

Pentingnya Manajemen Keuangan di Ambang Resesi Ekonomi Akibat Covid -19

Oleh: Muhib Abdul Majid



Dampak dari pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi ekonomi di berbagai negara terpuruk, salah satunya adalah negara Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia pada saat ini berada di ambang resesi karena pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 dilaporkan minus, di angka 5,32 persen. Pada tanggal 1 September 2020, Presiden Joko Widodo mengatakan, jika pada kuartal III 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali minus, maka kita akan mengalami resesi.


"Kalau kita masih berada pada posisi minus, artinya kita masuk resesi,” kata Peresiden Jokowi saat memberi pengarahaan pada para gubenur lewat konferensi video dari Istana Kepresidenan, Bogor, seperti  diberitakan media Kompas.com, Selasa (1/9/2020). Peresiden berharap, pertumbuhan ekonomi Indonesia bangkit pada kuartal III 2020.


Namun melihat kondisi data tematik yang di muat oleh media covid19.go.id, perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia pada 1 Oktober 2020, kasus positif berjumlah 291.182, sembuh 218.487 dan meninggal 10.856. Dari data ini kita dapat melihat kasus masyarakat yang terkena Covid-19 meningkat terus menerus khususnya di daerah-daerah perkotaan seperti di DKI Jakarta.


Sehingga saat sekarang ini gubenur DKI Jakarta Anis Baswedan pun kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) di wilayah pemerintahanya DKI Jakarta. Dengan kondisi kasus Covid-19 yang terus menigkat ini juga, Peresiden Joko Widodo memperpanjang kembali masa pembatasan sosial atau ‘physical distancing’. 


Keputusan seperti ini secara tidak langsung memberikan dampak kepada tatanan kehidupan masyarakat khususnya masyarakat yang mendapatkan penghasilan dari sektor-sektor ekonomi seperti UMKM, pembisnis dan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.


Dengan demikin kata Majid, banyak para pengamat ekonomi Indonesia berpendapat bahwa resesi ekonomi kuartal III mau tidak mau sudah di ambang pintu, karna aktifitas ekonomi semakin kendor. 


Sehingga banyak perusahaan-perusahaan dan UMKM terpaksa mengambil sikap dengan memotong gaji karyawan bahkan ada jugak perusahaan-perusahaan besar yang melakukan PHK secara besar-besaran terhadap para pekerjanya. Hal ini secara tidak langsung memberikan dampak bagi keuanggan financial peribadi atau rumah tangga warga masyarakat Indonesia.


Maka dari itu ilmu manajemen keuanggan untuk masyarakat yang terdampak virus Covid-19 sangat penting, guna untuk melangsungkan kehidupan yang layak saat ini dan di masa depan. Manajmen keuanggan disini bermakna bahwa bagaimana kondisi saat sekarang ini kita bisa mengatur cara membelanjakan harta yang kita miliki secara proporsional, membelanjakan harta yang kita miliki sesuai dengan kebutuhan saat ini dan tidak menghambur-hamburkan rizki yang sudah diberikan oleh Tuhan. 


Dalam Al-Quran sudah secara jelas diperintahkan oleh Allah SWT yang artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelajar itu) di tengah-tengah antara yang demikian”. (Q.S. Al-Furqon/25:67). Maka dari petikan tafsir ayat Al-Qur’an ini kita bisa menarik dua cara penting untuk mengatur keuangan yang kita miliki di masa pandemi Covid-19 ini yaitu cara pertama adalah kita harus membuat skala prioritas pengeluaran.


Menentukan skala prioritas ini bisa digunakan dengan memilih mana yang sifatnya kebutuhan dan mana yang sifatnya keingginan. Di Masa ambang resesi saat ini sebaiknya mendahulukan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan. Sedangkan untuk keinginan sebaiknya ditunda dulu hingga  kondisi ekonomi betul-betul normal kembali. 


Kedua, carilah peluang usaha untuk menambah pendapatan. Seperti peluang usaha yang dibutuhkan  di masa Covid-19 ini, mulai dari usaha jualan makanan secara online, masker, alat pelindung diri (APD), frozen food, atau pun usaha-usaha kuliner lainya. Kemudian khusus untuk masyarakat yang pemasukan tiap bulanya tidak terkena dampak Covid-19 harus banyak-banyak bersyukur karena otomatis kondisi keuanggan kita baik-baik saja. Maka dari itu alangkah baiknya kondisi saat ini adalah waktu paling tepat untuk menigkatkan kesolehan sosial yang ada pada diri kita, dengan cara berbagi kepada warga masyarakat yang ada dilingkugan sekitar kita yang terkena imbas Covid-19.



Kemudian selain itu kita dapat membuat alokasi pos dana darurat dan investasi. Dana darurat atau emergency fund adalah dana yang diperuntukkan untuk situasi-situasi darurat. Ibu Murniati Mukhlisin dalam sakinah financial mengatakan bahwa, dana darurat dapat dikumpulkan dengan cara mengalokasikan 10-30% dari pemasukan tiap bulanya. 


Selain itu idealnya dana rumah tangga sebanyak 6-9 kali pengeluara rutin. Setelah dana darurat  sudah terkumpul maka hal selanjutnya yang dilakukan dalam manajemen keuanggan di tenggah resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 adalah investasi. 


Investasi dapat dilakukan di tempat yang sudah jelas hukum halal dan haramnya, misalnya di  SANTARA, Dinaran, lembaga keuanggan miliknya Mas  Mardigu wowik kemudian bisa juga di saham syariah, reksa dana syariah atau pun peroduk-peroduk investasi syariah lainya.


Oleh karena itu kita harus yakin dan terus optimis bahwa dibalik musibah Pandemi Covid-19 ini pasti ada rahmat dan pelajaran yang terkandung didalamnya. Sikap  yang harus tetap ada pada diri kita di masa-masa pandemi saat ini adalah jangan pernah berhenti untuk berdoa dan berikhtiar untuk mencari rizki yang sudah di turunkan ke bumi oleh Allah SWT, harapnya.


Penulis adalah Ketua Persatuan Pelajar Indonesia Universiti Teknikal Malaysia Melaka (PPI UTeM) sekaligus kandidat Master of Technologi Inovasi Keusahawanan


Senin, 31 Agustus 2020

Merdeka Belajar dan Peta Jalan Menuju Indonesia Emas 2045

Soni Ariawan

Oleh: SONI ARIAWAN

(Staf Pengajar Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram)


PADA tahun 2017, Human Development merilis sebuah laporan tentang Education Index dimana Indonesia menempati urutan ke 7 di ASEAN dengan skor 0,622. Posisi ini jauh tertinggal oleh Singapura dengan perolehan skor 0,832 sebagai peringkat pertama di ASEAN dan Malaysia dengan 0,719 di posisi ke dua. Perangkingan ini dihitung berdasarkan rata-rata lama sekolah dan target capaian lama sekolah yang sudah dibuat oleh kementerian pendidikan di negara masing-masing. Semakin tinggi angka rata-rata lama sekolah maka semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditempuh dan begitu sebaliknya. Singapura dan Malaysia sebagai peringkat pertama dan ke dua di ASEAN memiliki rata-rata lama sekolah 11,5 tahun dan 10,2 tahun. Sementara itu, rata-rata lama sekolah di Indonesia hanya 8 tahun. Artinya sebagian besar masyarakat Indonesia tidak sampai menamatkan bangku Sekolah Menegah Pertama (SMP) atau hanya sampai kelas 8, dengan asumsi Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun. 


Rendahnya rata-rata lama sekolah juga memengaruhi peringkat Indonesia dalam Global Talent Competitiveness Index (GTCI). Indonesia berada pada posisi ke 6 di ASEAN tahun 2019. GTCI ini didasarkan pada hasil pengukuran terhadap  berbagai aspek kualitas pendidikan seperti: pendidikan vokasi, pendidikan formal, literasi baca tulis dan hitung, jurnal ilmiah, mahasiswa internasional, relevansi pendidikan dengan dunia bisnis dan beberapa indikator lainnya. Berada pada posisis ke 6 ini tentu bukan capaian prestasi, justru sebaliknya. Fakta ini menunjukkan bahwa daya saing kita masih sangat rendah dibanding negara ASEAN lainnya.


Kabar tidak sedap tentang kualitas pendidikan Indonesia juga kita dengar pada Desember 2019 lalu dimana peringkat Indonesia merosot dalam evaluasi Programme for International Student Assessment (PISA) untuk tahun 2018-2019. Peringkat Indonesia menurun hampir di semua indikator penilaian seperti membaca, matematika dan sains terhitung sejak mengikuti PISA tahun 2000. Kesimpulan dari perangkingan yang dirilis oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) ini adalah hanya 30% siswa Indonesia yang memenuhi kompetensi membaca minimal, kurang dari 40% mencapai kompetensi minimal di Matematika dan 40% siswa masih berada di bawah kemampuan minimal yang diharapkan dalam bidang Sains. 


Data di atas masih terkait dengan kualitas pendidikan dari aspek kompetensi siswa dan lulusan. Belum lagi kita berbicara tentang kualitas guru yang menjadi salah satu variabel penting dalam menentukan kualitas output. Dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) saja misalnya, sejak 2015 sampai 2017, kurang dari 70% guru yang lulus ujian ini. Hal ini menunjukkan bahwa kompleksitas permasalah pendidikan di Indonesia tidak hanya meliputi sarana dan prasarana dan kualitas lulusan, tetapi juga pada sumber daya dimana masih banyak guru yang belum memiliki kompetensi minimal dalam melaksanakan pembelajaran yang berkualitas. 


Dari sekelumit problematika di atas, apakah Indonesia masih punya harapan? Apakah masih ada jalan menuju Indonesia Emas 2045? Apakah bonus demografi kita hanya bonus kuantitas tetapi miskin kualitas? Artikel ini akan menguraikan peta jalan menuju Indoensia Emas 2045 dan alternatif solusi berupa kebijakan pendidikan yang bisa dilakukan oleh pemerintah sebagai bagian dari gerakan merdeka belajar. 


Peta Jalan Menuju Indonesia Emas 2045 


Ada empat pilar utama dalam rangka mewujudkan Indonesia Emas 2045, yaitu: 1) pembangunan SDM dan penguasaan IPTEK, 2) perkembangan ekonomi berkelanjutan, 3) pemerataan pembangunan, dan 4) ketahanan nasional dan tatakelola pemerintahan. Pilar yang pertama, pembangunan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan.






Dari peta jalan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada enam indikator yang menjadi target utama pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertama adalah rata-rata lama sekolah. Pada bagian pendahuluan, telah disebutkan bahwa rata-rata lama usia sekolah masyarakat Indonesia adalah 8 tahun. Jika mengacu pada tahapan peta jalan di atas, masih tersisa 4 tahun lagi untuk mengejar rata-rata lama sekolah 10 tahun. Gerakan merdeka belajar harus mulai melihat indikator ini dalam merumuskan kebijakan. Salah satunya adalah mengevaluasi kebijakan belajar 9 tahun dan meningkatkannya menjadi 12 tahun. Ternyata di saat kita sedang mengejar target wajib belajar 9 tahun, negara maju di ASEAN sudah di atas rata-rata 10 tahun. 


Kedua, Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi harus mencapai 60% di tahun 2045. Berdasarkan data dari www.mediaindonesia.com, APK Perguruan Tinggi saat ini sebesar 32,5%. Angka ini di bawah negara Malaysia (38%), Singapura (82%), bahkan Korea Selatan (92%). Dalam waktu 25 tahun mendatang, Indonesia harus mengejar minimal 27,5% peningkatan APK untuk mencapai target 60%. Menurut hemat penulis, persentase kenaikan APK Perguruan Tinggi di Indonesia tidak signifikan karena beberapa faktor, diantaranya: faktor finansial sehingga lulusan SMA/sederajat lebih memilih untuk bekerja daripada kuliah dan minimnya kepercayaan sebagian masyarakat terhadap kemampuan Perguruan Tinggi untuk menjamin lulusannya diterima di dunia kerja. Alasan ke dua ini bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengangguran yang bergelar sarjana dijadikan sebagai pembenaran oleh mereka untuk tidak menyekolahkan anaknya. Bagi mereka, kuliah atau tidak, pada akhirnya akan menganggur juga. 


Gerakan merdeka belajar sudah mulai menyentuh sumber masalah ini dengan kebijakan kampus merdeka dimana mahasiswa diberikan peluang yang besar untuk mengasah skill dan mengembangkan minatnya melalui magang atau program pemberdayaan masyarakat. Namun, untuk meningkatkan kuantitas APK, maka diperlukan kebijakan afirmasi untuk menambah kuota beasiswa bagi mahasiswa yang tidak mampu. Skema beasiswa bidik misi, sebagai salah satu contoh, sangat efektif untuk menjaring mahasiswa yang tidak mampu tetapi memiliki kemampuan akademik yang bagus. Selain itu, kehadiran pemerintah dalam menjembatani perguruan tinggi dengan industri (swasta) sangat dibutuhkan. Skema triple helix bisa menjadi alternatif untuk mengkoneksikan (link-match) kebutuhan industrai (SDM) dan ketersediaan SDM di perguruan tinggi (Bappenas, 2017). Dengan demikian, semua lulusan perguruan tinggi akan terserap oleh dunia kerja. 


Berikutnya adalah kualitas guru dan dosen. Uji Kompetensi Guru (UKG) telah membuktikan bahwa masih banyak guru yang tidak memiliki kompetensi minimal dalam menghadirkan pembelajaran yang berkualitas. Kebijakan merdeka belajar dengan memberikan kemerdekaan berkreasi dan berinovasi kepada guru akan mampu menghasilkan guru yang berkualitas. Mereka tidak lagi disibukkan dengan urusan administrasi, tetapi fokus kepada peningkatan kompetensi. Dengan demikian, guru penggerak akan hadir di sekolah-sekolah sebagai lokomotif transformasi pendidikan Indonesia. Selama ini bukan berarti guru dengan karakter guru penggerak tidak ada di sekolah. Tentu banyak sekali para guru yang kreatif dan inovatif, namun karena masih terjerat oleh sistem, mereka cenderung untuk diam dan tidak memaksimalkan potensinya. 


Adapun kualitas dosen bisa diukur dari jenjang pendidikan dan karya publikasi atau inovasi. Ada dua kebijakan yang saat ini sangat mendukung peningkatan kualitas dosen. Pertama, beasiswa LPDP yang telah diberikan kepada 24.926 orang sangat berpotensi untuk melahirkan dosen dan sumber daya manusia yang berkualitas. Bisa dibayangkan bahwa ini baru satu sumber beasiswa, belum lagi dari kementrian dan instansi yang lain baik di dalam maupun luar negeri. Kedua, apresiasi terhadap inovasi yang dilakukan oleh dosen dan peneliti mampu menjadi motivasi untuk berkarya. Terlebih lagi sudah ada kementrian khusus yang menangani riset di Indonesia. Kebijakan dalam mendorong hasil penelitian menjadi sebuah inovasi dan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk pembangunan bangsa harus digalakkan. 


Dengan demikian, gerakan merdeka belajar bukan merupakan sebuah gerakan teoritis dan naratif saja, namun gerakan yang memiliki orientasi yang jelas dengan disertai kebijakan afirmasi yang saling mendukung satu sama lain. Ada satu hal lagi yang penting untuk dikuatkan dalam proses transformasi menuju Indonesia Emas 2045, yaitu kebudayaan. Kita tidak ingin kehilangan karakter bangsa seiring dengan kemajuan yang dialami. Oleh karena itu, ciri khas pendidikan Indonesia yang selalu mengangkat nilai-nilai budaya dan menekankan pada pendidikan karakter harus menjadi ruh dalam proses transformasi pendidikan ini. Dengan demikian, gerakan merdeka belajar mampu mengakselerasi sumber daya manusia yang berkualitas menuju Indonesia Emas 2045. 


Referensi

Bappenas. (2017). Visi Indonesia 2045. Orasi Ilmiah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis - Universitas Indonesia, 1(September), 48. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/BahanPaparanMPPN-VisiIndonesia2045-25September2017.pdf


Kemendikbud. (2017). Peta Jalan Generasi Emas Indonesia 2045. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1–30. 

https://paska.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/08/170822-V.2-Generasi-Emas-2045-.pdf


https://tirto.id/di-mana-sebagian-besar-alumni-lpdp-bekerja-ehJZ


https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR


https://data.oecd.org/indonesia.htm#profile-education


https://www.lpdp.kemenkeu.go.id/in/home


https://mediaindonesia.com/read/detail/222110-apk-pendidikan-tinggi-ditargetkan-mencapai-50-pada-2024

Jumat, 10 Juli 2020

Untuk Siapa BUMDES dan Ritel Modern?

UNDANG-undang nomor 6 tahun 2014 bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan dalam mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya sebesar-besarnya dalam meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah sebuah perusahaan yang dikelola oleh masyarakat desa dan kepengurusannya terpisah dari pemerintah desa.

Lalu Usman Ali
BUMDES didirikan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD). Jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari BUMDES yang dikelola, maka kondisi ini akan mendorong setiap Pemerintah Desa memberikan respon yang baik dalam mendirikan BUMDES. Sebagai salah satu bentuk lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan, BUMDES harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Tujuannya agar keberadaan dari BUMDES dan kinerjanya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Ada tujuh yang membedakan BUMDES dengan lembaga komersial lainnya, yaitu: (1) badan usaha yang dikelola dan dimiliki secara bersama-sama; (2) modal usaha diperoleh dari Desa 51% dan 49% berasal dari masyarakat; (3) operasionalisasinya dilakukan atas dasar pada falsafah bisnis yang berbasis budaya local; (4) potensi yang dimiliki desa dan hasil informasi pasar yang tersedia menjadi dasar untuk menjalankan suatu usaha; (5) laba atau keuntungan yang diperoleh BUMDES dipergunakan dalam upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat; (6) difasilitasi oleh pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Pemerintah Desa; dan (7) pelaksanaan operasionalnya diawasi secara bersama Pemerintah desa, BPD serta anggota.

Secara umum tujuan dari dibentuknya BUMDES yaitu: (1) meningkatkan perekonomian desa; (2) meningkatkan pendapatan asli desa (PAD); (3) meningkatkan kreatifitas dan peluang usaha ekonomi yang produktif masyarakat desa yang berpenghasilan rendah; dan (4) mendorong perkembangan usaha mikro sektor informal.

Berbeda sekali dengn toko swalayan/ritel modern, secara kepemilikan bahwa ia dimiliki oleh segelintir orang, Ritel modern sebenarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional, yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern, pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat (konsumen). Saat ini, muncul begitu banyak format modern ritel/market diantaranya yaitu: supermarket, minimarket, hypermarket, specialty store/convinience store, department store. 

Adapun dari beberapa hasil penelitian bahwa bahwa: 1) dampak terbesar dari pesatnya minimarket waralaba terhadap usaha kecil jenis ritel adalah pada keberlangsungan usaha dan penurunan omzet penjualan; 2) dampak terkecil adalah pada strategi pemasaran, hal ini disebabkan karena usaha kecil yang menyatakan hal tersebut telah memiliki pelanggan tetap, berada pada lokasi ramai dan juga karena baru berdiri; 3) harapan dari pengusaha kecil ke depan adalah agar lebih mendapat perhatian dari pemerintah, lebih diminati konsumen, tetap survive dan mampu bersaing dengan usaha yang memiliki modal besar; 4) dampak positif yang dapat dirasakan oleh toko ritel adalah dapat menjadikan usaha kecil lebih kreatif dan inovatif dalam menentukan strategi pemasaran dan menjalankan usahanya.

Hal ini menarik jika dihubungkan dengan kondisi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur. Pada tahun 2019, Bapak Bupati Lombok Timur sempat melontarkan pernyataan tegas dan mengancam ritel/mart-mart modern bahwa beliau menyatakan “pertama kita akan bantu Bumdes untuk membesarkan dirinya, akan ada alokasi dana dari pemerintah daerah dan alokasi dana desa (ADD) untuk membuata 1 desa 1 Bumdes seperti alfa dan indomart dan saya tidak akan perpanjang ijin dari mart-mart yang modern itu … selama sukiman ada disini maka tidak akan pernah menandatanginya . . .”.

Komitmen Bupati Lotim pada tahun 2019 sudah tepat dengan motivasi menciptakan kesejahteraan masyarakat Lombok Timur khususnya membangun dari desa dengan gerakan akan membangun dan kembangkan Bumdes Mart. Namun, dilain pihak Pemerintah Kabupaten Lombok Timur mengeluarkan surat persetujuan tertanggal 24 Juni 2020 yang menyatakan bahwa penambahan lokasi toko swalayan yang berlokasi di Lombok Timur sebanyak 30  titik yang ditanda tangani oleh Muksin sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Lombok Timur.

Adanya persetujuan penambahan lokasi ritel modern tersebut, menjadi alasan bagi sebagian masyarakat menilai Bupati Sukiman sebagai pribadi yang tidak layak di percaya, karena telah mengingkari janjinya yang telah "mengharamkan" penambahan ritel modern di Lombok Timur. Memberikan ijin 30 titik lokasi pembangunan toko swalayan modern sangat betentangan dengan motivasi Bupati tersebut, Kutusan Kepala Dinas DPMTS Lotim, dengan dalih melancarkan investasi di daerah.

Bumdes Mart belum direalisasikan tapi sudah dibuatkan rival atau pesaingnya di bawah. Selain itu, pendirian ritel modern yang masuk sampai ditingkat desa tentunya akan berdampak terhadap lesunya atau mungkin bisa membuat matinya UMKM atau pengusaha-pengusaha kecil di desa karena yang pengusaha kecil/UMKM jual sudah tersedia semua di ritel modern tersebut. Hal inilah, yang perlu menjadi kajian ulang para pemangku kebijakan, apakah keberpihakannya kepada UMKM/pengusaha kecil atau hanya kepada segelintir pemilik modal.

Penulis adalah Dosen UIN Mataram 
dan Founder Bale Belajar

Sabtu, 06 Juni 2020

DARI DIALOG AL-AQL AL-MUKAWWIN MENJADI LA RAISON CONSTITUEE

(Sebuah Tinjauan Islamic Studies Menegahi Debatable Tentang New Normal)
OLEH: Dr. Jamiluddin, M.Pd
Sekretaris Lajnah Kaderisasi PBNW dan Tenaga pendidik Di SMA NW Pancor 

PEMIKIRAN dan perasaan secara inplisit kerap-kali distatuskan sebagai intaj (produk). Dalam term yang sederhana, pemikiran dan perasaan adalah tadwin (bentuk) yang terkonstruk dari sebuah proses. Untuk mendalami pemikiran atau perasaan ini, perlu dikaji tentang sebuah proses yang melahirkannya. Dalam kelahiran pemikiran, dipastikan ada proses dialogis yang unik. Dialog mendalam ini diawali dengan aksi objek dalam wujud peristiwa, data, perilaku, teks-teks atau manuskrip. Bisa pula dipastikan dalam term yang simple, objek memberi aksi atau pesan awal melalui ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Pesan-pesan yang menstimulasi dialog kemudian mendapat reaksi subjek. Komunikan atau subjek kemudian aktif mereaksi menghidupkan dialog. Keaktifan komunikan atau subjek ini ter-support karena ia memiliki instrument (perangkat). Satu-satunya subjek yang diciptakan Alloh SWT dengan instrument (perangkat) yang sedemikian supportable adalah manusia. Alloh dalam QS. Attien ayat 3 menegaskan, “ Aku telah menciptakan manusia dengan se-sempurna-sempurna ciptaan.”

Zainal Arifin, dalam karyanya yang berjudul Tafsir Al-qu’an Tentang Akal: Sebuah Tinjauan Tematis; yang dimuat pada Jurnal UIN Ar-Raniri, Aceh tahun 2017, menguraikan bahwa: Instrument (perangkat) pendukung yang dimiliki manusia sering disebut nalar atau akal (al-aql).  Kata ’Aql dalam Al-qur’an terulang sebanyak 49 kali. Kecuali satu, semuanya kata ‘Aql disebut dalam bentuk fi’il mudhari’, terutama materi yang bersambung dengan wawu jama’ah, seperti bentuk ta’qilun atau ya’qilun. Kata kerja ta’qilun terulang sebanyak 24 kali dan kata kerja ya’qilun sebanyak 22 kali. Sedangkan, kata kerja ’aqala, na’qilu, dan ya’qilu masing-masing terdapat satu kali. Dari sejumlah ayat Alquran dapat dipahami bahwa, akal memiliki beberapa makna, antara lain: daya untuk memahami atau mengidentifikasi, menggambarkan sesuatu, dorongan moral, kapasitas atau daya untuk mengambil pelajaran, menarik kesimpulan dan mengakumulasi hikmah.

Akal (Al-Aql) dalam penjelasan di atas dipandang sebagai kapasitas asasi atau dapat disebut sebuah potensi untuk merespon seluruh fenomena, peristiwa, data, atau fakta yang teramati dan apa saja yang terlintas dalam dialog kebatinan seseorang. Respon-respon yang hadir akibat dorongan akal (Al-Aql) dapat dalam bentuk (tadwin) berpikir dan merasa. Respon-respon tersebut terhimpun dalam intaj (produk) yang lazim disebut “pemikiran dan perasaan”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akal disetarakan sebagai kata benda yang berarti pertimbangan baik-buruk, akal-budi, dan lain sebagainya, untuk membuat sebuah keputusan. Selain itu, akal diartikan juga sebagai aktifitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, sekaligus memiliki jangkauan pikir atau kekuatan pikir terhadap segala bentuk objek fisik material maupun spiritual-imaterial.

Akal dalam penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia menunjukkan akal sebagai alat menakar untuk memilih beberapa pilihan-pilihan yang telah tersedia dalam menu kehidupan. Artinya, manusia dengan akalnya adalah makhluk yang terbebas dari perilaku “naïf” (menerima begitu saja tanpa proses telaah). Jadi, walaupun Alloh menguji dengan menawarkan 2 pilihan, sebagaimana QS. As-Syams, Ayat 8, yaitu fujuroha wataqwaha, akal telah dihadiahkan bagi manusia sebagai penjaminan untuk berproses hingga menentukan pilihan yang benar dan baik. Jika dengan akal yang dimiliki, manusia tidak memilih kebaikan yang bermanfaat, maka mereka digolongkan dalam kelompok orang-orang yang merugi dan teramat buruk.

Term al-aql (akal) dapat disepadankan dengan beberapa kata. Misalnya yang diuraikan dalam kamus Bahasa Arab dengan pentashih  KH. Ali Ma’shum dan KH Zainal Abidin Munawwir. Mereka menyatakan bahwa, dalam bentuk masdar, kata al-aql (akal) dapat disepadankan dengan beberapa kata lainnya, seperti: qolbu (hati), Adzzakiro (ingatan), al-quwwatu aqlatun (kekuatan berpikir), Diyat (penganti), al-fahmu (faham), Aqlanatun (benteng), gurfatun (kamar) dan seterusnya.

Sebagaimana tashih pakar di atas, Prof. Azhar Arsyad juga mensetarakan akal dengan hati (qolbun). Jika disepadankan dengan hati, maka akal adalah penentu   baik-buruk manusia. Hal ini dinyatakan dengan menukil HR. Bikhori, Nomor 52 dan HR. Muslim Nomor 1599 yang menguraikan, bahwa. “ Di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging. Jika daging itu baik maka baiklah manusia. Tapi jika jelek, maka jelak pula manusia tersebut. Daging itulah yang disebut hati. Dalam konteks akal adalah hati, dapat dikatakan bahwa akal itu membutuhkan perawatan agar tidak menjadi busuk. Satu-satunya paket perawatan yang teruji dan terbukti adalah dengan istiqomah melaksanakan petujunjuk dalam Al-Qur’an sebagai hudan lil-muttaqin, yang tidak ada sedikit keraguan dalam keberadaannya. sebagaimana fiman Alloh Ta’ala pada QS. Al-Baqoroh Ayat 2 yang menegaskan: “Dzalikal kitabu la raibafihi huda lil-muttaqin”.

Sementara jika disepadankan dengan kata “ingatan (adzikro), maka al aql (akal) menduduki posisi yang strategis bagi manusia. Dalam pengertian global, akal sebagai ingatan akan membantu manusia merekam seluruh atau sebagaian pengalaman yang dibutuhkan untuk mengulang, bahkan melanjutkan rangkaian pengalaman hingga menjadi sebuah mozaik yang utuh. Jika ingatan tidak eksis, maka keutuhan pengalaman, terutama dalam proses berkarya tidak akan menghadirkan produk yang utuh. Al-aql (akal) sebagai ingatan (adzikro) juga sangat menentukan bagi manusia untuk mengenal diri hingga Tuhannya.

 Al-aql (akal) juga disebut sebagai Aqlanatun (benteng) dan gurfatun (kamar). Sifat benteng dan kamar adalah melindungi, menjaga, atau memelihara. Jadi Al-aql (akal) sebagai benteng atau kamar akan memberikan perlindungan yang menghadirkan rasa aman. Al-aql (akal) sebagai benteng atau kamar akan memberikan penjagaan yang mendatagkan kenyamanan. Al-aql (akal) sebagai benteng atau kamar akan memberikan pemeliharaan yang akan melahirkan potensi untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kalimat yang sederhana, Al-aql (akal) sebagai benteng atau kamar akan memberikan ruang dan waktu bagi manusia untuk survive.

Diyat atau pengganti juga disetarakan dengan kata Al-aql (akal). Kata Diyat atau pengganti disifatkan pada kewajiban pembayaran atau denda atas sebuah pelanggaran. Dengan pembayaran kewajiban tersebut kemudian seseorang terbebas dari sanksi pelanggaran yang telah dilakukan. Jadi Al-aql (akal) sebagai Diyat atau pengganti merupakan sebuah instrument atau perangkat bagi manusia yang memiliki fungsi penyelamatan, pembelaan (advokasi), pengampunan (amnesty), atau pembaharuan kembali (restorasi). Dengan kalimat yang sederhana dapat dikatakan bahwa Al-aql (akal) sebagai Diyat atau pengganti merupakan instrument atau perangkat bagi manusia untuk mendapatkan kembali fitrah atau kesuciannya.

Al-aql (akal) lebih akrab pula disebut al-quwwatu aqlatun (kekuatan berpikir). Sebutan ini mensifati manusia sebagai subjek yang mampu melaksanakan perintah Alloh Ta’ala yang menegaskan, “Tafakaru fi kolqillah wala tafakkaru fi zatillah”. Dalam bahasa yang lugas, dengan  Al-aql (akal) sebagai al-quwwatu aqlatun (kekuatan berpikir), manusia mendapat pengakuan memiliki kemampuan membaca, menelaah, mengkaji, bahkan meneliti, untuk menghadirkan perangkat kehidupan yang baru (jadid), maupun merenovasi (mutajaddid) sesuatu yang  telah usang dengan maksud mengakumulasi kemanfaatan bagi manusia dan alam semesta. 

Dalam sebuah alur majas metafora, Muhammad Abed Al-Jabiri menyetarakan akal atau nalar dengan sebuah cangkul yang berfungsi sebagai alat menggali tanah untuk menciptakan ruang yang disebut lubang. Sebagai sebuah alat, identitas atau esesnsinya berasal dari efektifitasnya dalam menggali. Namun sesungguhnya, kemampuan cangkul untuk menggali, ditentukan oleh bagian-bagian, struktur, dan cara menggali.

Cangkul tetap dalam esensinya, walau pada kemampuan atau kapasitasnya meraksasa karena bagian-bagian, struktur, dan cara menggalinya. Contoh, Beko (mesin penggali sejenis alat berat) atau build-dozer  tetaplah sebuah cangkul. Uraian ini untuk memperjelas bahwa esensi nalar atau akal (al-aql), tetaplah sama untuk setiap subjek atau manusia, baik di Benua Asia, Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa. Yang membedakannya adalah: bagian, struktur, dan cara menggalinya.

Jika kita cermati alur metafora di atas secara seksama, maka kita dapat menemukan dua bagian penting, yaitu alat penggali atau cangkul dan yang tergali atau tanah sampai menjadi lubang.  Alat penggali atau cangkul diberdayakan oleh penggali ketika ia berusaha menyahuti kebutuhan menghadirkan asas atau prinsip global dalam mengubur, menempatkan, menyembunyikan, atau menghilangakan sesuatu di dalam perut bumi. Penggali kemudian melakukan proses penggalian dengan cangkulnya. Penggalian dengan perbuatan “mencangkul” menghasilkan lubang. Hasil atau produk menggali berbentuk  lubang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif bergantung pada kondisi titik tumpu, titik kuasa sekaligus energy yang bekerja, dan beban yang digali. Kualitas dan kuantitas lubang yang dihasilkan atau lubang sebagai intaj (produk) merupakan asas atau prinsip dalam mengubur, menempatkan, menyembunyikan, atau menghilangakan sesuatu di dalam perut bumi. Untuk menambah keyakinan bahwa lubang adalah sebuah asas, maka kita butuh mengajuan satu pertanyaan, yaitu bagaimana kita bisa mengubur kalau tak ada lubang?

Lalande dengan cukup piawai dan jeli dapat mengenal esensi nalar atau akal (al-aql) yang diurai dalam alur metafora terdahulu. Dia secara lugas membagi esensi nalar atau akal (al-aql) menjadi dua, yaitu: pembentuk dan yang tebentuk.  Nalar atau akal (al-aql) pembentuk diartikan sebagai aktivitas kognitif yang dilakukan pikiran ketika mengkaji, menelaah, membentuk konsep, dan merumuskan prinsip-prinsip dasar. Dalam penjelasan yang lain dia menyatakan bahwa nalar atau akal (al-aql) pembentuk adalah naluri yang dengannya manusia mampu menarik asas-asas umum berdasarkan pemahamannya terhadap hubungan antara segala sesuatu. Nalar atau akal (al-aql) terbentuk diartikan sebagai asas-asas umum, rumusan teori, atau prinsip dasar hasil aktivitas kognitip yang digunakan manusia sebagai pegangan dalam berargumentasi (istidlal).

Sampai pada uraian ini, author (penulis) berharap reader (pembaca) sepaham tentang al-aql (akal) atau nalar sebagai perangkat atau pembentuk maupun terbentuk. Reader (pembaca) diharapkan memahami bahwa aql (akal) atau nalar sebagai perangkat atau pembentuk berproses dengan mengamati, mendalami atau menenggelamkan diri dalam alam objek, dan berujung pada capaian berupa azas, prinsip, atau rumusan teori yang diyakini sekaligus dijadikan sebagai dasar bereaksi terhadap aksi-aksi yang ditemu-kenali dalam penggal pengalaman yang bersifat futuristic. Sementara itu, ketika nalar pembentuk berhasil memperoduksi azas, prinsip, atau rumusan teori , maka seketika itu juga hadir unit baru yang progressive yang disebut  nalar terbentuk (pemikiran).

Author (penulis) tidak meragukan reader (pembaca). Juga tidak akan berkelidan dalam menguraikan pasal-pasal tentang nalar pembentuk dan nalar terbentuk. Author (penulis) hanya berusaha memastikan bahwa nalar pembentuk adalah perangkat yang dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Perangkat inilah yang membedakan esensi manusia dengan binatang atau disebut sebagai Al-quwwah An-natiqoh. Akal sebagai perangkat inilah yang berkerja keras dalam system daya manusia untuk mengurai kebutuhan dasar fisiologis (psychological needs), rasa aman, (safety and security needs),  kasih sayang dan rasa memiliki (love and belonging needs), harga diri (esteem needs) dan mengaktualisasi diri (self actualization). Hasil usaha nalar pembentuk mengurai dalam tadwin (bentuk) hukum, kaedah, asas, atau prinsip sebagai landasan menilai, mempertimbangkan, beragumentasi (istidlal), me-revew (mengulas), serta merancang-bangun teknik (engineering ) memenuhi fisiologis (psychological needs), rasa aman, (safety and security needs),  kasih sayang dan rasa memiliki (love and belonging needs), harga diri (esteem needs) dan mengaktualisasi diri (self actualization) inilah yang disebut nalar terbentuk.

Selain harapan di atas, Reader (pembaca) diharapkan memahami bahwa aql (akal) atau nalar sebagai perangkat disebut dengan term yang berbeda-beda. Agar tidak dibingungkan oleh term di pelbagai Negara atau Benua, perlu diketahui juga bahwa Lalande di Francis menyebut al-aql (akal) atau nalar sebagai perangkat dengan sebutan la raison constituent. Di Indonesia, disebut sebagai nalar aktif atau nalar pembentuk. Sementara itu Abed al-Jabiri di Afrika dan Arab, menamakannya sebagai Al-Aql Al.-Mukawwin au al-fa’il.

Selanjutnya al-aql (akal) atau nalar (pemikiran) dalam term yang ditemukan Lalande di Francis disebut la raisan constetuee. Di Indonesia dikenal sebagai nalar terbentuk atau nalar dominan. Sementara itu, Abed al-Jabiri di Afrika dan Arab, menamakannya sebagai Al-Aql Al.Mukawwan au as-said.

Setelah memastikan beberapa hal di atas, Author (penulis) sudah cukup terbebas dari keniscayaan memastikan hadirnya pesepsi yang terang dan gamblang tentang Al-Aql Al.-Mukawwin dan Al-Aql Al.Mukawwan di antara reader (pembaca). Sekarang, Author (penulis) berkenan mengajak para pembaca untuk memusatkan perhatian pada la raisan constetuee atau Al-Aql Al.Mukawwan au as-said (nalar terbentuk). Alasan penulis menggiring ke arah ini karena bab yang akan diulas terkait dengan pemikiran (Al-Aql Al.Mukawwan), sebagai produk (intaj) Al-Aql Al.-Mukawwin (akal sebagai perangkat).

Menurut para ahli, termasuk Abed Al-Jabiri, Al-Aql Al.-Mukawwin dan Al-Aql Al.Mukawwan memiliki perbedaan yang signifikan. Namun demikian, para ahli juga menegaskan agar kita tidak abai terhadap hubungan antar keduanya. Mereka mengulas bahwa memang benar Al-Aql Al.Mukawwan dalam tadwin (bentuk) hukum, kaedah, asas, teori atau prinsip merupakan produk (intaj) Al-Aql Al.-Mukawwin (akal sebagai perangkat). Namun pada periode atau masa tertentu Al-Aql Al.-Mukawwin (akal sebagai perangkat) akan bekerja berbasis hukum, kaedah, asas, teori atau prinsip yang merupakan Al-Aql Al.Mukawwan (akal/nalar tebentuk).

Memperhatiakn revew (ulasan) ahli-ahli di atas, dapat dipastikan bahwa ada relatifitas basis kerja Al-Aql Al.-Mukawwin dan betuk Al-Aql Al.Mukawwan. Pada saat tertentu hukum, kaedah, asas, teori atau prinsip adalah Al-Aql Al.-Mukawwin, sedangkan pada waktu yang lain hukum, kaedah, asas, teori atau prinsip yang merupakan Al-Aql Al.Mukawwan (akal/nalar tebentuk). Artinya basis Al-Aql Al.-Mukawwin dan bentuk Al-Aql Al.Mukawwan, memiliki periodeisasi atau masa tertentu.

Dengan memahami secara tepat esensi relatifitas basis kerja Al-Aql Al.-Mukawwin dan bentuk Al-Aql Al.Mukawwan, kita dapat menghilangkan keraguan sekaligus mengurai perdebatan (algazwu al-fikr) tentang fakta bahwa pemikiran sebagai Al-Aql Al.Mukawwan adalah produk kebudayaan tertentu. Dengan demikian, pemikiran sebagai Al-Aql Al.Mukawwan akan memiliki ke-khasan atau keunikan tersendiri.

Ke-khasan atau keunikan pemikiran sebagai Al-Aql Al.Mukawwan atau nalar terbentuk sangat interesting (menarik) diselisik. Menenggelamkan diri dalam samudera pemikiran berarti belajar sungguh-sungguh menjaring ilmu pengetahuan. Samudera pemikiran sesungguhnya epistemology yang meliputi beberapa aspek antara lain:, hakekat ilmu pengetahuan, sumber-sumber dan ruang lingkup ilmu penegtahun, skepsitisme (keraguan), dan justifikasi ilmu pengetahuan.

  Pemikiran dengan keunikannya akan membantu manusia mendapatkan kemutlakannya sebagai ciptaan paling sempurna. Pemikian sebagai sebuah epistemology memiliki muatan-muatan membumikan sekaligus melangitkan manusia. Hazanah pemikiran sangat kaya dengan tuntunan dan lapang dalam thoriqoh atau jalan menuju terminal perjalanan manusia. Keunggulan pemikiran ini dibangun oleh unit-unit ke-ilmuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain.

Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah, mengulas bahwa unit atau bagian keilmuan yang membangun pemikiran yang mampu meng-hebatkan manusia terdiri atas: ilmu keagamaan yang bersumber pada teks-teks (hadlaah al-Nash), ilmu-ilmu social dan  ilmu-ilmu kealaman (hadlarah al-ilm), dan bagian keilmuan etis-filosofis (hadlarah al-falsafah). Inilah rahasia yang menghadirkan keunggulan pemikian sebagai epistemology, sekalipun sampai dengan waktu yang tak teduga kita niscaya “never give up” (tidak pernah menyerah) untuk istiqomah meruntuhkan batas-batas atau blok-blok budaya pendukung masing-masing ilmu-ilmu tersebut di atas yang hingga kini masih selalu ada.

Saran Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah untuk meluluh-lantahkan tembok dan benteng pembatas atau pelindung jarak antar keilmuan ini bukan hal yang mudah dan main-main. Saran ini sangat penting dan merupakan effort (usaha)  menjawab sense of academic crisis (kegelisahan akademik) yang penting (important). Kalau ini tidak diikhtiyarkan, maka mungkin saja terjadi fanatisme (narrow-mindedness) yang berlebih, kalau tidak boleh disebut sebagai peristiwa partikularitas disiplin keilmuan.

Pemikiran yang terlanjur menilai bahwa sebuah disiplin ilmu tidak membutuhkan support displin ilmu lain sekaligus kultur pendukungnya (sufficensy), akan menjadi poor (miskin). Artinya, sufficensy tersebut cenderung akan banyak didebat oleh perspektif dan ujungnya spectrum  sufficensy tersebut tidak mampu menembus batas atau blok ilmu-ilmu di sekitarnya. Akibat langsung dari sufficensy adalah tertutupnya kran perkembangan ilmu pengetahuan.

Sebagai contoh: ketika pembacaan teks al-qur’an yang menyatakan “bumi dihamparkan”, dengan semata-mata menggunakan pen-sakralan teks (ibadatun nusukh), maka tentu akan menghadirkan debatable yang tajam, terutama dengan eksperimen pelayaran Fernando de Malgehaens  dengan misi mengelilingi dunia yang berangkat dari dan berakhir di titik A serta berkesimpulan, “bumi itu bulat.” Ekstremnya, secara subjektif akan mengemuka keraguan atau kegaluan bagi pemeluk Islam karena teks yang diimani, terbantah kebenarannya oleh perspektif yang berbeda. Lain halnya jika isi teks dibaca dengan support ilmu-ilmu humaniora, seperti Bahasa dan Sastra Arab yang kuat, serta didialogkan dengan ilmu ke-alaman, maka perdebatan dengan konsekuensi kemungkinan hadirnya kegalauan, dapat dielakkan. Setidak-tidaknya karena ditemukan makna yang mensepadankan perspektif yang berbeda, seperti hamparan semakna dengan tempat tinggal yang luas. Sebaliknya jika ada pertanyaan yang mencolek pemikiran dengan satu tema, mengapa bumi bulat, bukan berbentuk segitiga? Dapat dipastikan bahwa bila ilmu-ilmu ke-alaman tidak terintegrasi dan terkoneksi dengan ilmu-ilmu keagamaan, maka pemikiran manusia dalam memberi istidlal (argumentasi) terkait dengan pertanyaan tersebut akan menjadi gamang.

Gelinding bola dialog ini telah sampai pada pokok bahasan yang kita hajatkan. Seolah-olah kita telah mengambil pesanan cangkul dan pisau bedah dari seorang patriot (pandai besi) untuk menggali lubang dan menguliti kambing yang dipotong jagal. Denotasinya, kita telah berhasil membongkar file catalog perpustakaan tentang sebuah kitab babon yang berisi teori yang kita butuhkan untuk mendialogkan atau menganalisa materi pokok yang kita bahas.

Dalam konteks ini, New Normal adalah pokok bahasan kita. Term New Normal ini dipublikasi dalam beberapa momentum oleh para ahli dan praktisi. Petama, Rich Miller dan Mattew Benjamin pada tahun 2007-2008 ketika musim krisis ekonomi keuangan. Mereka menegaskan para digma baru setelah krisis keuangan dalam sebuah jurnal yang berjudul: “Post Subprime Economy Means Subpar Growth As New Norman In U.S.” yang ditebitkan di Bloomberg pada 18 Mei 2008. Kedua, Paul Glover dalam kolom opini yang berjudul “Prapare For The Best” yang dimuat oleh media daing Philadephia Citypaper pada tanggal 29 Januai 2009. Inti opini Paul Glover adalah ide tentang menghadapi Global Waming. Ketiga, New Normal kembali mengemuka melalui Ketua PIMCO, Mohammed A. El-Erian dalam kuliah umum yang berjudul “Navigating The New Normal In Industial Countries.”  Selanjutnya New Normal  semakin mencuat sebagai trending topic tatkala pandemic Covid 19.

Mencermati kehadiran term New Normal  pada beberapa karya, gagasan, dan keputusan para ahli dan praktisi di atas, maka dapat dipastikan bahwa New Normal adalah sebuah paradigm baru yang dihadikan untuk perangkat proteksi terhadap hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang sudah dialami, kemudian masih, dan bepeluang terjadi secara futuristic. Atinya, New Normal sebagai paradigm baru adalah asas, prinsip, hukum, atau pun rumusan teori, hasil pergolakan manusia dengan menggunakan akal sebagai perangkat (al-aql Al-Mukawwin)  untuk merancang-bangun ketahanan sekaligus pertahanan dari problem yang bersifat meluas dan mengancam eksistensi manusia. Dengan demikian maka New Normal adalah nalar atau akal terbentuk atau dominan yang di bagian terdahulu disebut juga la raison constituee (Al-aql Al-Mukawwan).

Berdasarkan revew di atas, maka status New Normal sebagai ikhtiyar merancang-bangun ketahanan sekaligus pertahanan dari problem hambatan, tantangan, ancaman, dan gangguan yang sudah dialami, kemudian masih, dan bepeluang terjadi secara futuristic serta bersifat meluas dan mengancam eksistensi manusia, tentu menjadi keniscayaan. Yang menjadi catatan penting adalah  New Nomal bukan hasil dari partikulasi atau sufficient yang bersifat narrow maindedness. New Normal sebagai sebuah intaj akal sebagai perangkat (al-aql Al-Mukawwin) harus integrative-interkonektif sehingga seksama dalam pertimbangan dan efektif dalam fungsinya sebagai potektor dan problem solving. Wallohu’alamu.

Sabtu, 30 Mei 2020

Kultur Wasathiyah Bangun Panggung Dasar Negara

(Pembacaan Sikap Moderasi Islam Dalam Proses Membidani Pancasila)

Dr. Jamiluddin, M.Pd
SEJARAH bertutur panjang tentang kearifan para pejuang. Dari usaha perlawanan, perjuangan. Pergerakan, prepare, hingga proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tercatat secara apik dalam catatan sejarah bangsa kita. Salah satu catatan penting dan seksi dalam sejarah pejuang kita adalah proses membidani Dasar Negara. Dalam proses itu ada gelar wawasan intelektualitas, ada kepentingan aliran, ada perdebatan, dan sekaligus ada sebuah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Gelar wawasan intelektualitas hadir ketika para pejuang berusaha menjawab kegalauan warga bangsa mencari formula Dasar Negara yang patut, tepat, dan merefresentasi warna-warni Nusantara. Siklus pencarian ini tidak mudah. Ragam warna-warni Nusantara menjadi pemicu kepentingan aliran yang diusung pengikutnya. Perdebatan menjadi ramai mengemuka. Semakin tak mudah dan menantang jika variable mainstream-minoritas menjadi varian yang dilibatkan.

Betapa tak mudahnya siklus pencarian itu, tetapi faktanya Dasar Negara berhasil dibidani melalui proses kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan. Dalam sesi inilah siklus pencarian Dasar Negara ini seksi diurai. Bayangkan saja proses elaborasi kepentingan aliran yang sedemikian banyak ditambah realitas mainstream-minoritas sebagaimana diuraikan di atas. Tentu ada seni meramu nada gagasan yang bertangga, ada kapasitas komunikasi politik yang mendorong koalisi, ada kultur integritas untuk mempertahankan keutuhan, dan yang terpenting adalah adanya akhlak mulia yang berperan dalam elaborasi kepentingan tesebut.

Semua prosesi pencarian akan elok dan nikmat disuguhkan bila proses elaborasi kepentingan dalam pencarian Dasar Negara tersebut di-searching dan dikaji melalui teknik pembacaan yang seksama dan menggunakan muqarrobat (pendekatan) yang tepat.  Selain itu, rangkaian penuturan akan lebih menggigit atau nendang jika author (penulis) dalam posisi outsider.

Ketika kita ingin fokus pada keinginan memastikan dominanya akhlak mulia yang berperan dalam elaborasi kepentingan pada penetapan Dasar Negara, maka kita harus membongkar sisi mainstream-minoritas dalam setiap perjumpaan atau sidang-sidang yang diselenggarakan untuk hal tersebut. Kalau kita membidik mainstream variable, maka profil demografi pada awal abad 20 haruslah ditelisik.

Pada awal abad 20 atau sekitar tahun 1900-1945, Kebangkitan Islam (Islamic Resugence) di Nusantara cukup mencolok. Islamic Resugence ini ditandai dengan bermunculannya organisasi kemasyarakatan Islam. Di antara organisasi kemasyarakatan tersebut adalah 1). Pendirian Nahdlatul Wathan di Jawa Timur, 2). Sarekat Islam pada tahun 1911 yang pada awalnya memiliki embrio bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan tahun 1905 oleh H. Samanhudi, 3). Lembaga Pendidikan Djami’at Chair Jakarta berdiri tahun 1905, 4). Penerbitan Majalah Al-Imam pada tahun 1906, 5). Penerbitan Majalah Al-Munir di Padang pada tahun 1911, Pendirian Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 1912, 6). Pendirian Nahdlatul Ulama di Jawa Timur pada tahun 1926, 7). Pendirian Madrasah NWDI di Lombok pada tahun 1936, 8). Pendirian Madrasah NBDI di Lombok pada tahun 1942, 9). Kerabatan atau paguyuban kesultanan maupun raja-raja di Sulawesi, Maluku, Kalimantan, Bima, Sumbawa, dan lain-lain.

Data-fakta di atas menunjukkan bahwa profil demografi Nusantara awal abad 20 didominasi oleh penduduk beragama Islam.  Artinya, Islam ketika itu menjadi mainstream di Nusantara. Sebagai sebuah mainstream, tentu Islam memiliki peluang mewarnai Nusantara, setidak-tidaknya “menghijaukannya” dengan sesejuk mungkin. Dalam konteks yang kita bahas ini, sangat mungkin mainstream Islam dalam menggagas Dasar Negara akan lebih mengerucut pada Ide Dasar Ke-Islaman. Artinya, Islam sangat berpeluang menggiring warga bangsa untuk memilih Dasar Negara yang akan melahirkan terbentuknya khilafah atau Negara Islam.

Peluang-peluang yang dimiliki mainstream Islam sebagaimana uraian di atas tidak diikhtiyarkan sepenuhnya. Ruang-ruang untuk minoritas dirawat dan dijaga dengan semangat tasamuh (toleransi). Perlakuan ini kemudian menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi kelompok minoritas. Dengan hadirnya rasa aman dan nyaman, kelompok minoritas akhirnya mendedikasikan diri dengan penuh kesadaran dan integrasi yang sulit dikoyak.

Realitas Islam sebagai mainstream yang tidak “pasang badan” untuk memastikan berlakunya The survival of fittest (yang kuat pasti menang), adalah kelapangan hati tokoh-tokoh Islam atau nasionalis yang beragama Islam dalam menggagas ide rumusan Dasar Negara yang universal. Muhammad Yamin pada Sidang BPUPKI tanggal 29 Mei samapi 1 Juni 1945 dengan kapasitas intelektualitas yang tak diragukan dan didorong oleh hati yang tulus mengajukan rumusan Dasar Negara yang tindak tendensius Islami (green). Demikian pula Prof. Dr Soepomo dan Ir. Soekarno. Rerata mereka layaknya seorang yang lepas dari pasungan kepentingan kelompok dan perseorangan mengusung Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat sebagai rumusan Dasar Negara yang oleh Ir. Soekarno menyebutnya sebagai Pancasila dalam pidatonya yang berjudul “Hari Lahirnya Pancasila” di dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945.

Untuk memformulasikan rumusan Dasar Negara sebagaimana digagas oleh para tokoh bangsa tersebut, BPUPKI kemudian membentuk Panitia Sembilan yang beranggotakan: Ir. Soekarno, Drs. H. M. Hatta, M. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. AA. Maramis, Abdul Kahar Muzakkar, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abi Kusno Cokrosuyoso. Dengan kepiawaian Panitia Sembilan, terkonstruklah rumusan Pancasila Dasar Negara yang dikenal dengan sebutan Jakarta Charter (Piagam Jakarta).

Rumusan intaj (hasil) kerja Panitia Sembilan dalam  Jakarta Charter adalah sebagai berikut: Pancasila. 1). Ketuhanan Yang Maha Esa Dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluknya, 2). Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, 3). Persatuan Indonesia, 4). Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, 5). Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Jakarta Charter dalam tinjauan politik yang berkeadilan sesungguhnya sudah patut dan teapat. Namun demikian akhirnya menjadi debatable. Tujuh kata pada sila pertama setelah Kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi pusat perhatian.  Secara objektiv kalimat “Dengan Kewajiban Menjalankan Syari’at Islam Bagi Pemeluknya”  mengandung makna pengecualian sekaligus pengkhususan dalam penyelenggaraannya. Jadi, bagi non muslim tidak akan terusik oleh adanya tujuh kata di atas. Namun demikian, ketika tujuh kata ini tergugat pada siding PPKI dalam rangka penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara tanggal 18 Agustus 1945, kelompok muslim mengikhlaskannya untuk dihapus. Tidak sekedar itu, bahkan yang ditinjuk sebagai juru bicara dalam pengajuan penghapusan tujuh kata itu adalah Drs. H. M. Hatta, yang tidak diragukan ketokohan secara pribadi sebagai seorang muslim taat lagi soleh.

Kelapangan data kelompok muslim dalam proses perumusan Dasar Negara hingga perubahan hasilnya yang tertuang dalam Jakarta Charter adalah hal yang mengalihkan hampir seluruh perhatian warga bangsa, baik nasional maupun dunia internasional. Pendorong semua perhatian tertuju padanya adalah prrtanyaannya sederhana saja, yakni: “Semudah itukah?”

Fakta atau realita yang tercatat dalam sejarah memang kelapangan dada kelompok muslim menerima Dasar Negara Pancasila sekaligus perubahan tujuah kalimat pada sila pertama sebagaimana tetera dalam Jakarta Charter memang sedemikian adanya. Bukan karena kelompok muslim adalah negosiator yang lemah tetapi justeru menjadi bagian warga bangsa yang sangat kuat mengendalikan diri. Kelompok Muslim sebagai mainstream berhasil “merdeka” dari borgol keserakahan dan kesewenang-wenangan.

Sikap yang sedemikian agung dan mencengangkan hingga banyak pihak yang harus stand ovation bukan lahir begitu saja. Sikap ini adalah sebuah keyakinan yang menjadi bagian ajaran Islam yang ya’lu wala yu’la alaih. Inilah yang disebut sikap “Tasamuh” (toleransi). Sikap ini tidak berdiri sendiri tetapi terkonstruk oleh penetapan Islam dan ummatnya oleh Alloh Ta’ala sebagai Ummatan Washaton (ummat yang adil), sebagaimana dalam Firman Alloh pada QS Al-Baqoroh Ayat 143. 

Penetapan Alloh inilah yang kemudian mengkonstruk pribadi setiap muslim yang taat, khususnya pada saat penetapan Dasar Negara dan perubahan isi sila pertama pada Jakarta Charter (Piagam Jakarta), termasuk para tokoh muslim yang menjadi perwakilan kelompok muslim pada ketika itu. Kepribadian hebat itu akhirnya tidak hanya sebagai aplikasi aspek keimanan, tetapi mendarah daging hingga menjadi kultur yang di era disruption ini dikenal dengan multiculturalism. Wallohu’alamu.


Penulis adalah Sekretaris Lajnah Kaderisasi PBNW dan Tenaga Pendidik di SMA NW Pancor, Lombok Timur Nusa Tenggara Barat

Selamat Idul Fitri 1444 H


Selamat Idul Fitri 1444 H

 

Pendidikan

Hukum

Ekonomi