www.okenews.net: Opini & Artikel
Tampilkan postingan dengan label Opini & Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini & Artikel. Tampilkan semua postingan

Senin, 12 Mei 2025

Filosofi Wabi Sabi dalam Merawat Warisan Nilai Pengajaran Hamzanwadi di Tengah Skeptisisme dan Hukum Sturgeon

foto ilustrasi AI
Skeptisisme dalam kajian filsafat sebuah paham dalam epistemologi yang menyangsikan kenyataan yang diketahui baik ciri-ciri maupun eksistensinya. Sedang hukum sturgeon merupakan sebuah pepatah yang menyatakan: Sembilan puluh persen dari segala sesuatu adalah omong kosong. 

Fase awal perkembangan filsafat, skeptisisme menjadi semacam penomena yg mewarnai gaya berpikir para cerdik cendekiawan pada zaman yunani kuno.  Kebebasan berpikir dalam upaya melepaskan diri dari mitos, tahayul dan mite untuk menemukan kebenaran hakiki, justru melahirkan kelompok pemikir yang skeptis pada hakekat kebenaran itu sendiri.  

Kelompok ini disebut kaum sofis, salah satu tokohnya bernama Gorgias, dimana dia mengajukan tesis skeptis-nihilis yang menjadi postulat berpikirnya. 

Pertama: "tidak ada sesuatu yang ada". Pandangan ini didasarkan pada satu pemikiran sulitnya mengetahui hakekat segala sesuatu. Saking sulitnya, sebagai kulminasinya mereka menganggap segala sesuatu sesungguhnya tidak ada.  

Kedua: "jika sesuatu itu memang ada, maka ia tidak dapat di ketahui". Pandangan ini lahir dari pemikiran, bahwa instrumen memahami segala sesuatu adalah akal dan indra. Sementara diketahui akal dan indra memiliki keterbatasan. Sehingga instrumen tersebut tidak mungkin memperoleh kebenaran pengetahuan.

Ketiga: jika sesuatu itu dapat di ketahui  maka ia tdk dapat dikomunikasikan. Postulat yg ketiga ini pun dasarnya  sama, sebenarnya ini wujud skeptisisme terhadap kemampuan untuk menyampaikan informasi pada orang lain. Bisa karena keterbatasan perbendaharaan kata yang digunakan menyampaikan informasi ataupun karena instrumen untuk menerima informasi itu yang terbatas. Inilah dalil kelompok skeptisisme. 

Sementara di Era teknologi informasi yang penuh dengan algoritma  peretas otak saat ini. Terjadi yang namanya hukum Sturgeon. Sebuah analogi dari Nicholas yang menggambarkan internet sebagai dunia fiksi yang jauh dari kebenaran. Hukum sturgeon menyatakan: "sembilan puluh persen dari segala sesuatu adalah omong kosong". Banyak informasi yang beredar  merupakan hoax atau sudah di sunting sesuai kepentingan. 

Algoritma teknologi informasi memungkinkan seseorang untuk memanipulasi kebenaran, merekayasa fakta, mempengaruhi opini, mengaburkan bukti yang shaheh. Mencocok-cocokan sesuatu. Sekalipun faktanya tdk begitu. Inilah yang disebut "Bias konfirmasi" (Cocoklogi). 

Oleh karena itu, Nicholas juga menyebut era ini  sebagai era pasca kebenaran (post truth era). Sebuah istilah yang pertama digunakan oleh  Steve Tesich, seorang penulis Amerika-Serbia yang di tulis dalam sebuah artikel surat kabar The Nation pada 1992. (bbc.co.uk). 

Hukum Sturgeon dan bias konfirmasi yang menjadi indikator utama pasca kebenaran, merupakan salah satu bentuk skeptisisme era teknologi informasi.  Masyarakat sangsi dengan kebenaran pengetahuan yang di peroleh, sangsi dengan para pakar yg sejatinya punya otoritas memberi fatwa. Bahkan masyarakat juga mulai sangsi dengan warisan nilai pengajaran guru-gurunya. 

Sebagian besar pengetahuan/informasi dari teknologi informasi lebih banyak melahirkan distrust, melemahkan nilai-nilai tardisi sebagai abituren/santri. jangankan memesan anak cucu mewarisi organisasi NW/NWDI, menjaga adab pokok seperti: menghormati guru, berbakti pada orang tua, peduli sesama, berlaku jujur, menghidupkan majlis taklim, menjaga medrasah tetap lestari, menyekolahkan anak di madrasah. Mulai jarang terdengar ghirahnya. 

Yang paling memprihatinkan, kita masih menyaksikan prilaku tidak saling menjaga sesama muslim, sesama organisasi,sesama murid hamzanwadi. Banyak yang larut dalam prilaku orang munafik membuat fitnah untuk membunuh karakter guru-guru kita, adu domba, menghasut, saling ghibah meski kita tahu itu tdk pantas dilakukan. Orientasi umat yang berpegang pada kebenaran menjadi jargon yang sukar untuk didefinisikan. 

Untuk merawat berbagai nilai pengajaran Hamzanwadi di tengah kesemrawutan akhlak dan budi sebagai akibat perkembangan teknologi informasi menarik mencermati filosofi  Wabi Sabi. 

Wabi Sabi adalah sebuah seni warga jepang yang menawan, merasakan kebenaran dalam ketidaksempurnaan, menurunkan tempo, tanamkan bahwa semua bersifat sementara. Filosofi Wabi Sabi cara untuk menghadapi tantangan teknologi informasi, menemukan makna di luar matrealisme (Beth Kempton, 2019) 

Wabi Sabi merupakan cara menyikapi situasi merasakan dunia bukan semata-mata dengan pikiran logis tapi dengan perasaan dan dengan seluruh indra. Untuk meresapi betapa berharganya nilai-nilai kearifan sebagai santri yang di wariskan guru kita. Betapa penting madrasah-madrasah dalam mentransmisikan kebenaran, betapa penting tokoh-tokoh kita sebagai pemegang komando agar kehidupan lebih terorganisir, betapa bernilai konsep persatuan dan kesatuan sebagai warga organisasi,warga negara, bahkan sebagai bangsa.

Di ahir tulisan, Memperkuat karakter dan mental untuk menghadapi skeptisisme dan hukum sturgeon perlu lebih merasakan dan menginternalisasi nilai kebenaran yg kita yakini.  Kata kunci dari Wabii sabi adalah berpegang pada kebenaran, bertindak dalam ketenangan. (William Goerge Jordan, 2022). 

Kebenaran merupakan yang tertua dari semua perbuatan baik. Kebenaran mendahului manusia, ia ada sebelum manusia hidup untuk merasakan dan menerimanya. Saat kilauan kebenaran mulai redup oleh nalar skeptisisme. Wabi sabi mencoba menajamkan perasaan akal dan budi, dengan menurunkan tempo, berhenti sejenak untuk menikmati, merasakan dan menghayatinya.

Rapuhnya penghargaan terhadap warisan nilai pengajaran Hamzanwadi tdk bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi informasi. Ia seumpama pisau, bagi dokter bedah pisau berguna untuk membedah pasien untuk mengobati penyakitnya, sedang bagi penjahat pisau digunakan untuk membunuh korbannya.

Jadi teknologi nformasi kita posisikan sebagai sarana membedah nilai-nilai yang berpotensi menjadi tempat tumbuhnya penyakit moral atau alat untuk memperindah kilauan kebenaran yg di wariskan para nabi/rasul, para ulama, guru-guru kita. semoga kita senantiasa mendapat taofiq hidayah mengamslksn kebaikan.. Amiin..

#Penulis: Dr. Lalu Parhanuddin, M.Pd (Wakil Dekan FIP Universitas Hamzanwadi) 

Sabtu, 03 Mei 2025

Fenomena “Walid” dan Rapuhnya Karakter dI "Kerajaan Tuhan"

Foto ilustari AI
BERBAGAI persoalan di tengah masyarakat menunjukkan moral bangsa saat ini cukup memprihatinkan. Hal itu tercermin dari ketimpangan sosial yang terjadi ditengah masyarakat. Masih terjadi ketidakadilan hukum, kekerasan, kerusuhan, korupsi, pergaulan bebas, pornografi dan pornoaksi yang terjadi di kalangan remaja, banyak pula dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, bahasa yang tidak santun, dan ketidakpatuhan berlalu lintas. Hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Semua itu menegaskan bahwa jati diri bangsa yang ditandai memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai agama dan budaya bangsa sudah sangat menghawatirakan. 

Masalah yang menjadi atensi sebagian masyarakat saat ini adalah tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan oknum tokoh agama. Tindak pidana yang dilakukan oknum kiyai di pesantrennya tidak bisa dibaca sebagai kasus kriminal biasa. Kita tahu pondok pesantren ibarat "kerajaan Tuhan" dimana kiyai-nya/tuan guru didalamnya dianggap sebagai "wakil Tuhan". Tidak berlebihan jika diibaratkan sebagai raja kecil di kerajaan Tuhan. Mereka tentu saja memperoleh privilege yang luar biasa sebagai tokoh kharismatik dihormati dan disegani sehingga seolah keinginannya adalah perintah. Itulah gambaran Walid dalam film Bidaah. Film ini sempat dianggap mencederai repotasi agama islam namun uniknya mampu menginspirasi  santri membongkar kedok "walid-walid" lain di dunia nyata. 

Kepatuhan terhadap kiayi sejatinya sesuatu yang baik, karena begitulah seharusnya akhlak santri. Tapi setelah kasus ini merebak, konsep kepatuhan pada guru yang dulu menjadi kritik kaum liberalis seakan mendapatkan panggung. Sebab tindak pidana pelecehan yang terjadi memanfaatkan doktrin kepatuhan terhadap guru. Kiranya disini perlu disampaikan sedikit tentang batasan kepatuhan terhadap guru. Kepatuhan pada guru maknanya mengikuti semua petunjuk guru bagaimana menjadi pembelajar yang baik, melakukan kegiatan yang memiliki nilai edukasi. samikna wa,atho'na maksudnya melaksanakan perintah guru untuk  memperkokoh ketaatan pada perintah Allah dan Rasul. 

Seorang guru menyuruh kita  mentaatinya, maknanya supaya mengamalkan nilai ajaran yg diajarkan. Memahami akhlak patuh pada kiayi/tuan guru sebenarnya bisa di qiyas dari petujuk Rasulullah tentang ketaatan terhadap orang tua. Kepatuhan pada orang tua tdk boleh melanggar perintah Allah Rasulnya. Dalam kitab taklimul mutaallim adab pada guru diberikan penjelasan yg begitu rinci namun tetap dalam keridor syara'. Pengkhianatan oknum kiayi/tuan guru terhadap  kepatuhan santri telah mencederai  kepercayaan publik terhadap peran pesantren dalam membina moral karakater generasi masa depan. 

Banyak pemberitaan berseliweran di media sosial/media maestream yang memberitakan berbagai kasus pelecehan seksual yang menyimpang dari nilai moral dan karakter seperti Jawa Barat: Pada tahun 2020, seorang oknum ulama di Jawa Barat ditangkap oleh polisi karena melakukan pelecehan seksual terhadap seorang santriwati (Sumber: CNN Indonesia). Selanjutnya kasus pelecehan seksual oleh pendeta di Jakarta: Pada tahun 2019, seorang pendeta di Jakarta dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap seorang jemaat (sumber: Kompas). selanjutnya kasus pelecehan seksual oleh oknum kiai di Jawa Tengah: Pada tahun 2018, seorang oknum kiai di Jawa Tengah ditangkap oleh polisi karena melakukan pelecehan seksual terhadap seorang santriwati (sumber: DetikNews) terbaru di NTB, terbongkar kasus pelecehan seksual puluhan santri yang dilakukan oknum pimpinan pondok pesantren di Gunung Sari Lombok Barat.  

Fakta di atas cukup mengejutkan, meskipun jumlah pelaku pelecehan seksual yang dilakukan oknum penggiat karakter seperti (akdemisi, kiya/tuan guru) presentasinya sangat sedikit jika dibandingkan pelaku tindak pidana kekerasan seksual yang berasal dari dari profesi lain yaitu sekitar 244 kasus. Sementara jumlah kasus tindak pidana pelecehan yang dilakukan oleh profesi lain sekitar 3197 kasus dalam rentang waktu 2018 sampai 2025. 

Sedang Komnas Perempuan mencatat tahun 2023 mencatat 401.975 kasus kekerasan terhadap Perempuan turun 12,2% dibanding 2022. Meskipun data ini tidak mencerminkan jumlah kasus yang sesungguhnya, sebab tidak semua kasus terekam dalam catatan Komnas Perempuan dengan berbagai alasan. Tindak pidana kekerasan seksual yang terlapor di Komnas Perempuan tidak semua kekerasan seksual berupa sentuhan fisik atau hubungan badan tapi lebih banyak berupa kekerasan psikis. 

Meskipun demikian, pelecehan yang dilakukan oleh oknum kiyai-nya/tuan guru merupakan garis merah dalam kajian pendidikan karakter. Sebabnya prilaku tersebut berdampak besar pada trust umat terhadap tokoh agama dan pesantren secara keseluruhan. Kasus seperti ini secara tdk langsung melonggarkan control sosial terhadap prilaku amoral. Sebab mereka menjadikan itu menjadi dalil mengentengtkan  perbuatan amoral. 

Kiayi merupakan benteng sekaligus pejuang moral karakter yang menjadi tauladan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. kiyai/tuan guru adalah penerus misi kenabian, untuk memperbaik akhlak umat manusia. Jika agen karakter yang menjadi tumpuan utama pembinaan karakter umat mengalami degradasi moral, tentu memantik pertanyaan besar, Apa yang salah dengan nilai dan moral? Bagaimana situasi nilai moral bangsa saat ini? Adakah agen moral-karakter yang dapat diteladani dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kriteria agen moral yang layak diteladani?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas harus berangkat dari realitas sosial yang terjadi saat ini. Salah satu noda hitam peradaban modern adalah munculnya degradasi moral karakter yang berdampak pada tergerusnya norma kesopanan, keramah-tamahan dan norma agama. Perkembangan teknologi informasi dengan berbagai flatform media sebagai piranti utamanya, berimplikasi pada tatanan kehidupan umat manusia dalam berbagai dimensinya, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun agama. Transformasi sosial budaya yang begitu massiv hampir tidak terkendali. Sebab meransek ke sendi-sendi kemanusiaan. Aspek moral menjadi yang paling parah. 

Pergeseran nilai dan upaya revitalisasi perlu mendapat perhatian semua pihak. Nilai memang permanen tetapi internalisasi maupun implementasi di setiap zaman terus tumbuh dan berkembang. Sosok kiayi yang terjebak dengan kasus pelecehan bisa jadi karena kegagalan melakukan reinterpretasi nilai dan gagal mengadaptasikan implementasinya dalam kontek kehidupan modern. Sehingga mereka berhalusinasi seolah dirinya adalah moral itu sendiri. Sehingga buta dengan batasan antara akhlak dan maksiat. 

Pendidikan karakter secara teoritik memiliki tiga fungsi.pertama: pembentukan dan penguatan potensi diri. Maksudnya, pendidikan karakter membentuk potensi peserta didik agar berpikiran baik, berhati baik, dan berprilaku baik. Kedua: fungsi perbaikan dan penguatan. Maksudnya, memperkuat peran keluarga, sekolah, masyarakat,pemerintah agar bertanggungjawab terhadap perbaikan dan penguatan karakter bangsa. Ketiga: fungsi penyaring. Maksdnya, berfungsi menyeleksi nilai-nilai yg bertentangan  dg pandangan hidup beragama, berbangsa dan bernegara.(Dr. Zubaidi,  Kencana, 71: 2015) sehingga mengerti pengetahuan (moral knowing) bertujuan agar  penalaran moral bisa memperjelas garis pembatas antara akhlak dan maksiat. membelajarkan moral tidak cukup dengan latihan atau pendisiplinan semata tapi disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik.

Ada empat tahapan yang dalam pengembangan karakter pertama; tahap usia dini disebut tahap pembentukan karakater, kedua tahap remaja, disebut tahap pengembangan karakater, ketiga, tahap dewasa disebut sebagai tahap pemantapan karakter dan ke lima; tahap usia tua disebut sebagai tahap pembijaksanaan (Dr. Zubaidi,  Kencana, 109: 2015). Konsep internalisasi maupun revitalisasi sampai pada implementasi  menjadi tantangan bagaimana melakukan adaptasi di semua sistem kehidupan kita. Tatanan moral harus direkonstruksi Kembali tidak hanya dalam kehidupan nyata tetapi juga moral karakter yang di praktikan di dunia virtual. Sehingga masyarkat memiliki kemampuan memverifikasi dan memvalidasi nilai berdasarkan sumber utama pelajaran moral. Proses pembiasan moral karakter yang dilakukan di dunia nyata, harus balance dengan di dunia virtual untuk memberikan pencerahan agar masyarakat terbiasa melakukan, merasakan dan membiasakan perilaku yang benar bukan membenarkan kebiasaaan yang salah. 

Ahirnya, sebagai kesimpulan manusia pada hakikatnya memiliki daya cipta, rasa dan karsa dalam kehidupannya untuk mengetahui kebaikan (knowing the good) demikian juga untuk merasakan hal-hal yg baik (moral feeling) tetapi untuk sampai pada tindakan moral (moral action) memerlukan latihanlatihan dan pembiasan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, berkembang pula pola-pola perilaku baru yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai normatif, atau bisa juga karena arus utama pembelajaran moral sudah bergeser ke paradigma kaum liberal sehingga alat ukur moral knowing, moral feeling dan moral action menjadi tdk ketemu. 

Pada tahap inilah diperlukan rambu-rambu yang mengatur pola interaksi guru, santri di tingkat sekolah maupun pesantren sehingga bisa meminimalisir penyimpangan prilaku yg bertameng doktrin kepatuhan pada guru agar keihlasan santri yang berebut berkah pada gurunya tidak disalah gunakan oknum-oknum "Walid" yang bisa merusak pondasi akhlak santri pada gurunya. Memperhatikan hal tersebut, proses sosialisasi, internalisasi terkait pembangunan karakter bangsa beserta semua tantangannya menjadi sangat penting. Tanpa sosialisasi, proses penyadaran akan terabaikan dan selanjutnya dapat berujung pada hilangnya tradisi dan kebiasaan baik, yakni hilangnya nilai-nilai agama, sosial budaya dan lunturnya karakter dari sebuah bangsa.

#Penulis: Dr. Lalu Parhanuddin, M.Pd (Dosen Pascasarjana Univeritas Hamzanwadi)


Rabu, 30 April 2025

Antara Kursi yang Tertunda dan Visi 'Mendunia': di Mana Meritokrasi NTB?

Dr. Muhamad Ali, M.Si
PELANTIKAN 72 pejabat eselon II dan III oleh Gubernur NTB pada 30 April 2025 patut diapresiasi sebagai bentuk kelanjutan sistem birokrasi. Namun publik tidak bisa menutup mata dari fakta bahwa proses ini sempat gagal dilaksanakan seminggu sebelumnya, padahal undangan sudah tersebar dan acara telah disiapkan.

Batalnya pelantikan secara mendadak bukan sekadar urusan teknis. Hal itu menandai kegagapan koordinasi dan potensi lemahnya kendali atas proses administrasi yang sangat krusial. Ini bukan sekadar "drama birokrasi", tapi cermin dari ketidaksiapan dalam mengelola simbol-simbol penting tata kelola pemerintahan.

Seiring dengan pelantikan 72 pejabat, publik mencatat 14 kursi jabatan eselon II yang masih kosong, termasuk Kepala Bappenda, ESDM, DLHK, dan tiga Wakil Direktur RSUD NTB.

Kekosongan ini tentu akan memengaruhi efektivitas layanan dan kinerja organisasi perangkat daerah (OPD). Dalam konteks ini, pertanyaan publik muncul secara wajar: di mana letak meritokrasi yang selama ini digaungkan? Apakah proses yang terjadi sudah benar-benar mencerminkan prinsip merit? Ataukah hanya narasi indah di permukaan?

Komitmen terhadap meritokrasi tidak cukup diwujudkan dalam pidato. Namun menuntut konsistensi dan keberanian dalam membuat keputusan sulit, termasuk soal siapa yang layak duduk di kursi jabatan publik. Terlebih jika dalam ekosistem birokrasi terdapat figur yang sedang menghadapi proses hukum, seharusnya pemimpin tidak ragu mengambil sikap yang jelas—seperti pembebastugasan sementara demi menjaga marwah institusi.

Apalagi Gubernur sendiri menyebut bahwa birokrasi NTB “sedang sakit”. Maka, langkah pertama yang paling logis adalah menyingkirkan potensi infeksi yang dapat merusak kepercayaan publik. Jangan biarkan ketegasan hanya menjadi milik pidato, tapi tidak hadir dalam tindakan.

Visi “NTB Makmur Mendunia” adalah visi besar yang memerlukan mesin birokrasi yang sehat dan bisa dipercaya. Namun suasana mutasi kali ini—yang disertai atmosfer ketakutan, ketidakpastian, dan bahkan labelisasi politik—justru memperlihatkan bahwa mesin itu masih belum benar-benar berfungsi optimal.

Jika aparatur sipil negara (ASN) masih harus mendengar bisikan seperti “kamu orangnya siapa” atau “kamu dukung siapa kemarin”, maka merit tak lagi punya tempat. Yang ada hanyalah sistem yang membungkus balas jasa dengan jargon reformasi.

Mutasi ini sudah berjalan, dan sah secara administratif. Namun, legitimasi moral tidak datang dari surat keputusan (SK), melainkan dari proses yang terbuka, adil, dan terbebas dari intervensi yang tidak semestinya.

Sebagai warga sipil yang mencintai NTB, publik hanya ingin menyampaikan bahwa kepercayaan tidak lahir dari niat baik, tetapi dari bukti keberanian untuk berlaku adil. Jika meritokrasi masih jadi retorika, maka NTB akan tetap tertahan—bukan karena tidak ada panggung dunia, tapi karena terlalu sibuk mengurus panggung kecil sendiri.

#Penulis: Dr. Muhamad Ali, M.Si (Dosen Pascasarjana Universitas Hamzanwadi) 

Sabtu, 26 April 2025

Pengangkatan Plt Dirut PDAM Lombok Timur di Bawah Usia 35 Tahun

Andra Ashadi, SH
Pendahuluan 

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Lombok Timur saat ini dipimpin oleh seorang pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama (Dirut) yang belum mencapai usia 35 tahun. Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum, apakah pengangkatan tersebut bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), khususnya Pasal 57 yang mengatur syarat pengangkatan anggota direksi.

Ketentuan Hukum yang Relevan

PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, Pasal 57 secara eksplisit mengatur bahwa untuk dapat diangkat sebagai anggota Direksi (termasuk Direktur Utama), seseorang harus berusia minimal 35 tahun dan maksimal 55 tahun saat mendaftar pertama kali, di samping sejumlah persyaratan lainnya.

Namun, ketentuan ini berlaku secara tegas hanya untuk pengangkatan definitif, tidak secara eksplisit mengatur ketentuan tentang pengangkatan Plt (Pelaksana Tugas) Direktur Utama.

Asas-Asas Hukum yang Berlaku

  1. Asas Legalitas (Nullum Delictum Nulla Poena Sine Lege Praevia): dalam konteks hukum administrasi negara, asas ini berarti bahwa pejabat pemerintah hanya dilarang melakukan sesuatu jika telah dinyatakan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Jika tidak ada larangan eksplisit, maka tindakan tersebut tidak dapat dinilai melanggar hukum.
  2. Asas Diskresi dalam hukum administrasi: pejabat pemerintah dalam keadaan mendesak atau kebutuhan operasional mendasar dapat melakukan tindakan yang tidak secara eksplisit diatur, selama tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, tidak melanggar asas umum pemerintahan yang baik, dan dilakukan demi kepentingan pelayanan publik.

Argumentasi Hukum

  1. Pengangkatan Plt bukan pengangkatan definitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 PP 54/2017. Maka, ketentuan usia minimal 35 tahun tidak dapat serta-merta diterapkan dalam konteks Plt. Tidak adanya ketentuan eksplisit yang mengatur batas usia Plt menunjukkan bahwa tidak ada norma hukum yang dilanggar dalam pengangkatan Plt berusia di bawah 35 tahun. Plt bersifat sementara dan bertugas menjamin keberlangsungan operasional perusahaan daerah hingga ada pejabat definitif yang ditunjuk sesuai ketentuan.
  2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 55 P/HUM/2018 secara umum juga menegaskan bahwa jabatan sementara (Plt/Plh) tidak tunduk pada seluruh persyaratan jabatan definitif, karena sifatnya administratif dan sementara.

Simpulan

Berdasarkan ketentuan PP No. 54 Tahun 2017 dan asas legalitas, dapat disimpulkan bahwa: Pengangkatan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PDAM Lombok Timur yang berusia di bawah 35 tahun tidak melanggar norma hukum, karena:

1). Pasal 57 hanya mengatur syarat bagi pengangkatan Direktur Utama secara definitif;

Tidak ada ketentuan yang melarang pengangkatan Plt yang usianya di bawah 35 tahun;

2). Berdasarkan asas legalitas, hal yang tidak dilarang secara eksplisit dianggap sah;

3). Pengangkatan Plt dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan pelayanan dan operasional PDAM dan bersifat sementara.

Dengan demikian, pengangkatan tersebut dapat dibenarkan secara hukum.

#Opini ini ditulis oleh: Andra Ashadi (Advokat/Legal konsultan) 

Syariah yang 'Terluka': Dari Transformasi ke Krisis, Menjaga Harapan Bank Daerah NTB

Dr. Muhamad Ali, M.Si
TRANSFORMASI
Bank NTB menjadi Bank NTB Syariah adalah salah satu tonggak bersejarah dalam perjalanan keuangan daerah di Indonesia. Dipelopori oleh kepemimpinan Dr. TGB M. Zainul Majdi, MA, perubahan ini bukan sekadar penggantian akad atau simbol, melainkan penyusunan ulang fondasi nilai dan tata kelola keuangan daerah.

TGB dengan keteguhan visi memulai transformasi itu melalui kerja sistematis: konsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyusunan roadmap berbasis regulasi, hingga pembentukan Dewan Pengawas Syariah. Pada 17 September 2018, NTB resmi menjadi provinsi pertama yang seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) berubah menjadi bank syariah penuh. Sebuah capaian yang kala itu membanggakan.

Namun seperti banyak perubahan besar lainnya, idealisme itu mulai terkikis seiring waktu. Beberapa tahun setelahnya, Bank NTB Syariah mulai didera persoalan: dugaan kelebihan bayar dalam proyek pembangunan kantor baru pada masa kepemimpinan Gubernur Dr. Zulkieflimansyah, isu kredit macet, serta pemanfaatan ruang kantor untuk kegiatan berbau politis, yang diduga difasilitasi dari biaya operasional bank. Semua ini mencuat menjelang proses suksesi gubernur.

Di tengah ketidakpastian itu, sang direktur utama bank memilih mengundurkan diri, tak lama setelah gubernur sebelumnya kalah dalam kontestasi politik. Proses pengunduran diri itu berlangsung cepat, rapi, dan minim evaluasi publik. Lalu, ketika gubernur baru Dr. Lalu Muhammad Iqbal dilantik, masalah yang lebih serius menyeruak: Bank NTB Syariah mengalami serangan siber besar menjelang lebaran. Sebagai respon atas insiden ini, audit forensik segera diumumkan, membuka tabir bahwa bank ini memang tengah rapuh.

Audit forensik dan pembentukan panitia seleksi (pansel) untuk manajemen baru adalah langkah penting. Namun sebagai warga NTB yang mencintai lembaga ini, sulit untuk mengabaikan kesangsian terhadap integritas proses seleksi yang sedang berlangsung.

Salah satu anggota panitia seleksi (Pansel) —seorang akademisi yang sejak lama dikenal memiliki pandangan politik tajam terhadap pemerintahan, baik pada era TGB maupun sesudahnya—pernah bersurat kepada seluruh bupati dan walikota di NTB, sebagai pemegang saham Bank NTB Syariah, untuk mendorong digelarnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa guna mengganti manajemen, jauh sebelum pemilihan gubernur. 

Kini, setelah menjadi anggota pansel, ia mengeluarkan pernyataan bahwa seluruh jajaran manajemen lama tidak boleh mengikuti seleksi. Pernyataan ini, pernah dilontarkan sebelum audit selesai dan evaluasi dilakukan, tampak tendensius dan mengundang pertanyaan besar tentang objektivitas.

Konteks tersebut di atas, tentu sah bagi siapapun memiliki pandangan kritis. Namun dalam posisi selektif seperti ini, netralitas dan objektivitas bukan lagi pilihan—melainkan keharusan. Jika proses seleksi sejak awal telah dibayangi preferensi personal yang kuat, maka apapun hasilnya, ia akan tampak cacat di mata publik.

Mengacu pandangan tersebut, yang terancam bukan hanya kredibilitas pansel, tapi nilai dasar yang dulu melahirkan Bank NTB Syariah: kejujuran, keberanian, dan semangat pelayanan. Tanpa komitmen menjaga integritas, syariah akan 'terluka' bahkan bisa jadi tinggal nama. Dan bank yang dulu jadi simbol perubahan, hanya akan jadi bangunan megah dengan ruh yang telah pergi.

Penulis menyampaikan ini bukan untuk menuduh, melainkan untuk mengingatkan. Reformasi sejati lahir dari keberanian membuka diri, mengakui kesalahan, dan memperbaiki dengan kejujuran. Audit harus dibuka ke publik. Pansel harus disucikan dari bias personal. Dan seleksi harus dilakukan dengan asas keadilan, bukan penghakiman. Karena jika tidak, harapan yang dulu dibangun dengan idealisme, akan runtuh hanya karena kompromi sesaat.

#Opini ini ditulis oleh Dr. Muhamad Ali, M.Si (Dosen Pascasarjana Universitas Hamzanwadi) 

Senin, 21 April 2025

"Menjadi Manusia Sepenuhnya Tanpa Kehilangan Kewanitaan": Membaca Kartini dari Perspektif Kaum Pergerakan


Andra Ashadi (Aktivis Pergerakan Lombok Timur) 

"Kami dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa berhenti menjadi wanita seutuhnya." (RA. Karntini). 

Kalimat ini bukan sekadar serpihan inspirasi dari surat-surat Ajeng Kartini, melainkan pernyataan politik yang radikal dan penuh keberanian. Kartini tidak hanya berbicara tentang hak perempuan untuk bersekolah atau menulis surat, ia sedang menyatakan bahwa perempuan berhak menjalani kemanusiaannya secara utuh, tanpa harus meninggalkan identitas dan peran kewanitaannya. Dari perspektif kaum pergerakan, ungkapan ini mengandung makna strategis dan ideologis yang sangat penting dalam membangun kesadaran kolektif dan memperluas medan perjuangan.

Kartini: Perempuan, Intelektual, dan Revolusi Kebudayaan

Dalam konteks zamannya, ketika akses pendidikan bagi perempuan begitu terbatas dan budaya patriarki masih begitu hegemonik, Kartini tampil sebagai pemikir dan pelaku perubahan. Ia adalah cermin dari kesadaran kultural yang sedang tumbuh dalam tubuh bangsa yang belum merdeka. Dalam surat-suratnya kepada sahabat-sahabatnya di Eropa, Kartini bukan hanya menyampaikan kegelisahan pribadi, tetapi juga keresahan kolektif perempuan pribumi yang terkekang oleh struktur budaya dan kolonial.

Pernyataan Kartini tentang “menjadi manusia sepenuhnya” dapat dibaca sebagai perlawanan terhadap sistem peodal yang meminggirkan perempuan dari ranah publik dan mengurungnya dalam peran domestik rumah tangga semata. Namun yang istimewa, Kartini tidak serta-merta menolak identitas kewanitaannya. Ia justru menempatkan feminitas sebagai sesuatu yang tak bertentangan dengan kemanusiaan. Di sinilah letak kekuatan ideologisnya.

Perspektif Kaum Pergerakan: Kemanusiaan dan  Tanpa Kelas

Bagi kaum pergerakan, terutama yang berpijak pada perjuangan kelas dan pembebasan struktural, kutipan Kartini ini menjadi jembatan penting antara perjuangan sosial dan perjuangan gender. Selama ini, banyak gerakan progresif yang terjebak dalam bias maskulinitas: bahwa menjadi pejuang berarti mengadopsi nilai-nilai keras, agresif, dan rasional secara ekstrem, seolah perempuan tidak punya tempat dalam arena itu kecuali sebagai pendukung.

Kartini menegaskan bahwa perempuan bisa menjadi bagian dari perjuangan, bahkan sebagai subjek utama, tanpa harus menanggalkan sifat-sifat yang secara sosial dikonstruksikan sebagai “kewanitaan”. Feminitas bukan halangan untuk berpikir kritis, memimpin, dan melawan ketidakadilan. Justru dari nilai-nilai empati, kasih sayang, dan kepekaan sosial yang melekat pada pengalaman perempuan, muncul energi transformasional yang sering luput dari pola-pola perlawanan yang terlalu maskulin dan konfrontatif.

Politik Perlawanan  Kesadaran Kesetaraan

Dalam membangun masyarakat yang adil dan setara, kaum pergerakan tidak bisa hanya bertumpu pada perubahan struktural dan ekonomi. Harus ada revolusi kebudayaan sebagai sebuah perubahan cara pandang terhadap perempuan sebagai subjek yang otonom. Kata-kata Kartini mengajarkan kita bahwa emansipasi bukan soal menyerupai hak laki-laki, tapi soal pengakuan terhadap keberagaman ekspresi kemanusiaan.

Gerakan sosial yang gagal mengintegrasikan perspektif gender dalam kerangka perjuangannya akan kehilangan separuh kekuatannya. Sejarah membuktikan, perempuan selalu hadir dalam setiap gelombang perjuangan: dari dapur-dapur logistik, ladang-ladang pertanian kolektif, hingga barisan demonstrasi. Namun pengakuan terhadap peran mereka sering tertunda atau bahkan dihapus dari narasi resmi.

Kartini menyadarkan kita akan pentingnya melihat perjuangan sebagai ruang bersama yang memanusiakan. Menjadi manusia seutuhnya berarti merdeka secara intelektual, spiritual, dan sosial, dan itu berlaku untuk siapa pun, tanpa terkecuali.

Dari Kartini ke Masa Kini: Agenda Pembebasan yang Belum Tuntas

Di tengah berbagai kemajuan yang telah dicapai perempuan Indonesia, kata-kata Kartini masih sangat relevan. Diskriminasi berbasis gender, kekerasan terhadap perempuan, eksploitasi buruh perempuan, kerja kerja ganda perempuan dalam domestik rumah tangga, perempuan masih di anggap kelas nomor dua, dan minimnya keterwakilan dalam pengambilan keputusan politik masih menjadi kenyataan pahit.

Kaum pergerakan masa kini harus menjadikan gagasan Kartini sebagai panduan etik dan politis. Kita harus memastikan bahwa perjuangan melawan kapitalisme, feodalisme, dan otoritarianisme juga menjadi perjuangan melawan patriarki. Tidak ada keadilan sosial tanpa keadilan gender.

Menjaga Api Kartini Tetap Menyala

Kartini adalah simbol dari api yang tak pernah padam. Ia adalah pengingat bahwa menjadi manusia sepenuhnya bukan berarti menanggalkan identitas, tetapi meneguhkan hakikat diri di tengah perjuangan kolektif untuk keadilan dan kemanusiaan.

Sebagai kaum pergerakan, kita harus terus melanjutkan semangat Kartini, bukan sekadar dalam seremoni tahunan, tetapi dalam praktik perjuangan sehari-hari. Mengakui, merayakan, dan memperjuangkan peran perempuan dalam setiap lini perubahan adalah bentuk penghormatan sejati terhadap cita-cita Kartini, kemerdekaan manusia yang utuh, setara, dan bermartabat, dan mulai awali dari rumah tangga kita masing-masing dengan memanusiakan seluruh anggota keluarga kecil kita.

Selasa, 01 Oktober 2024

TGB Pilih Saudara atau Sahabat, "Masak gak Paham !"

Okenews.net--Memang seni politik itu makin menarik, manakala ada sedikit "kebimbangan" sebab kualitas calon yang sama-sama hebat, atau karena "arah pilihan" guru/panutan yang "belum diterima" hati kecil kita sebagai pemilik hak suara.

Hemat saya, dalam suasana batin seperti ini (saya rasa) yang sedang dialami oleh teman-teman di NWDI (tidak semua sih, karena jauh lebih banyak yang sudah yakin pilih Jilbab Ijo), atau minimal saya pribadi yang merasa demikian karena disebabkan sangat memanuti kehendak guru, Syekh TGB.

Memang secara struktural ketiga Calon Gubernur NTB ini adalah tokoh hebat di NWDI. Umi Rohmi Ketum PP. Muslimat, Dr. Zul (akrab disapa DZ) Ketua Dewan Pakar, dan Mamiq Iqbal Ketua IV tingkat PB. Syekh TGB pada posisi ini sudah bijaksana untuk harus "bermain" (berposisi) cantik. Kita yang jamaah, _masa nggak paham!_

Oke, kalau begitu coba sejenak kita menimang dan menimbang kekuatan magnet calon, khususnya Cagub Umi Rohmi (sebagai saudara) dan Cagub DZ (selaku sahabat) Syekh TGB. Mengapa Umi diperhadapkan hanya sama DZ? Karena Mamiq Iqbal mampu mandiri, sementara yang satu ini tak sanggup berdiri sendiri. Hiii...

Karena itu, menarik kalau sejenak kita menimbang-nimbang sejauh mana kekuatan tarikan (simpati) Syekh TGB ke salah satu Cagub (Umi Rohmi dan Bang DZ) sebab persaudaraan dan sebab persahabatan.

Kuatnya Sisi Persaudaraan:

1. Syekh TGB sebagai tokoh agama, ahli tafsir, dan kelas intelektualnya sudah mendunia. Ketokohannya di bidang agama di level nasional sudah biasa sepanggung bersama Prof. Quraish Shihab bahkan Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad Thayyib. Apa dengan kealiman beliau ini sampai hati akan meninggalkan saudara? Tidak mungkin!

2.Syekh TGB, kata dan sikapnya di bidang politik sudah menjadi rujukan di tingkat nasional, dan pendapatnya memiliki hentakan hebat juga, sama seperti hentakan tokoh-tokoh nasional sekaliber KH. Said Aqil Siradj, Prof. KH. Haidar Nasir, dan Prof. Din Syamsuddin yang kebetulan "seringkali memberi sinyal pilihan politik".

Apakah ketokohan Syekh TGB sehebat ini masih diragukan akan tidak bisa bermain cantik berupa; "Boleh saja mensupport sahabat, tapi hati dan pilihan tetap saudara. Kalau bukan saudara siapa lagi?"

3.Dari tiga Cagub NTB ini, Syekh TGB punya satu calon yang beliau seayah-seibu, sesama saudara kandung, teman ia pernah merasakan pahit manis - sepiring, serumah dan seperjuangan. Apa _muungkiiin_ masih sampai hati beliau membiarkan saudara? Sementara realitanya pun, Zuriat Maulana di Pancor _alhamdulillah_ masih tetap bersatu selama ini.

"Masa nggak paham-paham!"Kata Syekh TGB di Mandalika.

Plus-Minus Sisi Persabahatan:

1.Rupanya yang paling diandalkan Pak DZ dari Syekh TGB adalah "kedekatannya" sebagai sesama sahabat. Yang kebetulan ceritanya, diklaim sedari keduanya masih satu gedung di Senayan. Kedekatan semacam "politis".

Berarti TGB akan mengkhianati teman yang dibangun atas dasar politis? Tidak begitu juga sih, tapi saya yakin tidak akan digadai persaudaraannya atas persahabatan yang dibangun atas pondasi itu.

2.Kalau pun kita mengiyakan persahabatan Pak DZ dengan Syekh TGB yang dekat, tapi dari sisi manfaat, siapa yang diuntungkan selama ini? Bukankah Dr. Zul yang diamanahi sebagai Gubernur NTB satu periode, sejauh mana ia mengeksekusi kebijakan-kebijakan warisan TGB yang punya geliat hebat.

Di mana cerita Pariwisata Halal dan keberlanjutan pembangunan Islamic Center?

Di mana suara nyaring Program Bumi Sejuta Sapi (BSS) dan program lainnya?

Dalam konteks ini, saya yakin Syekh TGB akan berpikir ulang untuk menambatkan pilihannya ke Pak DZ, terlebih dari tiga kontestan masih ada saudaranya sendiri, saya yakin beliau pilih kakak kandungnya.

Demikian kira-kira timbang-menimbang arah pilihan Syekh TGB, yang boleh jadi dibilang subjektif, tapi inilah sedikit alasan yang saya rasa logis. Bukankah saudara nomor satu dan sahabat nomor dua?

"Masa nggak paham-paham!"Kata Syekh TGB di Mandalika.

Simpulan. Dari Syekh TGB kita belajar seni politik. Junjung saudara tanpa menginjak kaki sahabat!

_Wa Allah A'lam_

Rabu, 01 Mei 2024

Buruh dalam Geografi Ekonomi: Berjuang untuk Kesejahteraan Global dan Perdamaian Dunia

Dr. Armin Subhani, M.Pd
Di era globalisasi ini, distribusi industri tidak hanya menciptakan kekayaan ekonomi, tetapi memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi buruh di berbagai wilayah. Distribusi industri dipengaruhi oleh faktor geografis seperti lokasi geografis, sumber daya alam, dan kebijakan pemerintah, yang semuanya memengaruhi jenis pekerjaan yang tersedia dan upah yang ditawarkan kepada buruh. 

Faktor-faktor ini menciptakan disparitas kondisi kerja di antara berbagai wilayah, dengan beberapa wilayah mungkin menawarkan pekerjaan yang lebih terampil dan berupah tinggi, sementara wilayah lain mungkin terjebak dalam pekerjaan yang rendah produktivitas dan rendah upah. Dalam kondisi tersebut, buruh selalu dalam bayang-bayang tekanan kemiskinan, ketidak adilan, dan perlindungan tak pasti atas hak-haknya.

Di hari buruh ini, saat jendela-jendela rumah terbuka, diantara megahnya pemandangan perkotaan dan hiruk-pikuk politik nasional, terdapat kisah-kisah buruh yang tak pernah terdengar. Mereka adalah pahlawan yang terpinggirkan, yang setiap hari berjuang di garis depan ekonomi global. 

Mereka adalah orang-orang yang bangun saat fajar menyingsing, bekerja keras untuk memberi makan keluarga mereka, dan menghadapi tantangan tak terhitung setiap hari. Mahatma Gandhi mengatakan “Pekerja adalah pahlawan sejati dalam masyarakat. Tanpa mereka, roda peradaban tidak akan berputar." 

Seperti yang diungkapkan Nelson Mandela, "Pekerja adalah pilar fondasi dari masyarakat kita. Mereka adalah pahlawan yang terlupakan, yang setiap hari berjuang untuk menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua orang." Kata-kata semangat ini menggambarkan kekuatan dan keberanian para buruh dalam menghadapi rintangan yang tak terhitung jumlahnya. 

Mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tak berujung dan menatap masa depan dengan ketidakpastian. Di tengah semua itu, semangat mereka tetap menyala, karena mereka tahu bahwa pekerjaan mereka bukan hanya tentang mencari nafkah, tetapi juga tentang memperjuangkan hak mereka dan menyuarakan suara mereka.

Helen Keller pernah berkata, "Solidaritas adalah kekuatan kita, kesatuan adalah kemenangan kita." Kata-kata ini memperkuat semangat kolaborasi dan persatuan di antara para buruh, serta pentingnya bersatu untuk memperjuangkan hak dan keadilan.

Di tengah serbuan pekerja asing dan tekanan pasar global, sebagian buruh di negeri ini harus menghadapi jalan-jalan berlubang dan transportasi umum yang tidak dapat diandalkan setiap hari, hanya untuk mencapai tempat kerja yang sering kali tidak menjamin keamanan atau keadilan. Namun, mereka tidak menyerah. Mereka terus maju, karena mereka percaya bahwa perubahan bisa terjadi, bahwa keadilan bisa diwujudkan, dan bahwa perdamaian dunia bisa dicapai.

Buruh bukan hanya pekerja, mereka adalah manusia dengan impian, harapan, dan aspirasi. Mereka adalah bagian tak terpisahkan dari kisah global kita, dan keberhasilan mereka adalah kunci untuk kesejahteraan kita semua. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mendengarkan suara mereka, menghargai perjuangan mereka, dan berdiri bersama mereka dalam mencapai tujuan kita bersama: kesejahteraan global dan perdamaian dunia. 

Mereka adalah kami, dan kami adalah mereka, akankah kesejahteraan dan kedamaian itu untuk kami, dan kita Rakyat Indonesia, jika iya..lalu kapan?.

_______Penulis adalah: Dosen Pascasarjana Universitas Hamzanwadi

Selasa, 27 Februari 2024

Mahasiswa UMM Gelar Program General Check-Up di Desa Bedewang Banyuwangi

Mahasiswa UMM Gelar Program General Check-Up di Desa Bedewang Banyuwangi
MAHASISWA Universitas Muhammadiyah (UMM) yang melaksanakan pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa (PMM) berkontributif dalam meningkatkan kesadaraan akan kesehatan di Desa Bedewang, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi. 

Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mahasiswa yang dibimbing oleh dosen Muhammad Khoirul Fuddin, SE., ME. merupakan kelompok 87 gelombang 7.

Kelompok ini beranggotakan lima orang, yaitu Mohammad Alan Ferli Anandra (ketua koordinator), Rina Kusuma Wardhani (Wakil Ketua), Dharma Sabda Paringan (Divisi Acara),  Chika Helen Lola Charolina (Bendahara), dan Cindy Helisa Putri (Sekretaris).

Sekretaris Desa Bedewang Gojali mengatakan, selama ini Desa Bedewang kurang kesadaran akan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh faktor terbatasnya ekonomi sehingga penanganan pertama yang dilakukan oleh pemerintah desa dengan sistem jemput bola.

"Padahal kesehatan sangat penting mulai dari kesehatan balita, misalnya dalam penanganan stunting sampai dengan kesehatan lansia, tetapi karena kurangnya kesadaran akan masyarakat itu sendiri sehingga kita yang menjemput bola,” kata Gojali.

Dengan adanya permasalahan tersebut, mahasiswa PMM UMM kelompok 87 telah bekerja sama dengan penanggung jawab kesehatan yang ada di Desa Bedewang dalam pemantauan kesehatan masyarakat melalui program kerja berupa general check up kepada masyarakat Desa Bedewang khususnya di Dusun Bedewang Asem. 

Program kerja general check up merupakan kegiatan pemeriksaan secara gratis. Harapannya masyarakat di Desa Bedewang dapat mengetahui kondisi kesehatannya tanpa berpikir berapa biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan. 

Mahasiswa PMM UMM lakukan general check-up di rumah warga

”Kami melakukan pemeriksaan secara gratis seperti tekanan darah serta pemeriksaan tambahan seperti cek kadar gula darah, asam urat, dan kolesterol. Mereka juga menyediakan pemeriksaan tambahan tersebut pada posyandu rutin lansia, namun sayangnya berbayar.” jelas Rina Rina selaku penanggung jawab dalam program ini. 

Rina memaparkan, pelaksanaan program kesepuluh yaitu pemeriksaan kesehatan gratis atau general check up dilaksanakan selama 5 hari 3-7 Februari 2024. Pada hari pertama dan kedua, mahasiswa PMM membuka pemeriksaan kesehatan gratis di posko. Sementara hari ketiga sampai kelima melakukan kunjungan ke beberapa rumah atau warga yang mengalami sakit untuk diperiksa kesehatannya.  

Kegiatan kunjungan rumah ke rumah dilakukan karena ingin memberikan kesempatan pada warga atau masyarakat yang berhalangan hadir dalam pemanfaatan program kerja. Masyarakat pun dengan senang hati dalam menyukseskan kegiatan program kerja general check up di Desa Bedewang Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi. 

Berdasarkan kartu hasil yang didapatkan dari pemeriksaan disimpan dan bisa dibawa ke posyandu sebagai perbandingan atau juga dapat digunakan untuk meminta obat pada tenaga kesehatan yang berwenang di Desa Bedewang tersebut.

"Kita harus bisa mengurangi masalah akan kurangnya kesadaran kesehatan pada masyarakat Desa Bedewang ini salah satunya cara dengan adanya program general check up kita bisa menjemput bola,” ujar Rina.

Mahasiswa berharap, kegiatan ini dapat berguna bagi masyarakat dan memahami arti pentingnya kesehatan diri. Dengan demikian, kedepan masyarakat mampu mencegah secara dini akan kondisi patologis yang telah diketahui melalui pemeriksaan yang dilakukan.

Senin, 26 Februari 2024

Pendekatan Kolaboratif: PMM Mahasiswa UMM Bangun Pemberdayaan Usaha Jamur Tiram

Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) merupakan kegiatan yang hampir sama dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). PMM merupakan kegiatan pendampingan dan pengabdian mahasiswa untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat dalam mengimplementasikan aplikasi, desain, teknologi atau perubahan sosial ke arah yang lebih baik. 

Kegiatan PMM ini adalah untuk mengaplikasikan Hilirisasi hasil penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kegiatan ini dilakukan oleh mahasiswa UMM secara perorangan atau kelompok yang bertujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat.  

Salah satu kelompok mahasiswa yang melakukan kegiatan PMM ini yakni kelompok 43 gelombang 5 yang beranggotakan 4 orang terdiri dari Prensa Dwi Rahma Diwany, Nadia Aura Febrianti, Wanda Olivia Stevani Indra Adelia, dan Laili izati yang berasal dari program studi Agribisnis, Universitas Muhammadiyah Malang. 

Kelompok ini didampingi dengan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yaitu bapak Galit Gatut Prakosa, S.Hut, M.Sc. Kegiatan PMM yang dilaksanakan oleh kelompok ini berada di Desa Ngingit, Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 19 Januari 2024 hingga 19 Februari 2024.  

Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh kurangnya minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamur tiram yang disebabkan oleh beberapa faktor yakni masyarakat mungkin tidak teredukasi tentang manfaat gizi dan kesehatan dari jamur tiram atau mereka mungkin tidak tahu cara memasak atau mengolahnya dengan benar dan juga mungkin ada beberapa orang yang bisa mengolah namun hanya itu itu saja misalnya hanya di crispy atau ditumis saja sehingga mereka bosan dengan rasanya.   

Pernyataan tersebut dikuatkan oleh pernyataan dari salah satu warga Desa Ngingit yang bernama ibu eva mengatakan ‟Sebenarnya bukan tidak berminat jamur tiram namun biasanya bosan, karena saya hanya bisa mengolah menjadi jamur crispy atau tumis jamur. Sehingga saya bingung jamur ini sebaiknya diolah bagaimana”.

Dengan adanya pernyataan tersebut pihaknya berinisiatif untuk melakukan pemberdayaan kepada masayarakat sekitar mengenai jamur tiram dan pengolahan jamur tiram itu sendiri. Hal ini dikarenakan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam mengkonsumsi jamur tiram, perlu dilakukan upaya pendidikan dan promosi yang melibatkan penyuluhan tentang manfaat gizi dan cara memasak jamur tiram. 

"Kami memberikan suatu inovasi resep yang menarik dan mudah dilakukan serta kami memperkenalkan produk-produk olahan jamur tiram yang inovatif dan menarik bagi konsumen," ujar salah seorang mahasiswa Prensa Dwi Rahma Diwany.

Dalam pemberdayaan masyarakat kami menjelaskan mengenai apa itu jamur tiram dan pastinya kami juga menjelaskan manfaat jamur tiram yang baik untuk kesehatan. Jamur tiram memiliki manfaat bagi kesehatan yakni dapat menjaga kesehatan jantung, kaya antioksida, dan dapat memperkuat sistem imun tubuh.  

"Kami juga memperkenalkan produk olahan jamur tiram dan kami menjelaskan bagaimana cara pembuatannya. Produk tersebut yakni nuget dan es krim jamur. Masyarakat sekitar sangat tertarik dengan produk tersebut, mereka menyicipi produk tersebut," sebutnya.

Salah satu masyarakat mengaku produk tersebut enak sekali. Nuget dan es krimnya tidak memiliki rasa yang aneh. Olahan ini dapat menjadi ide untuk dibuat ide takjil di bulan Ramadhan dan juga dapat diolahan untuk Idul Fitri. Ada juga salah satu masyarakat mengatakan bahwa produk ini dapat dijadikan ide usaha, karena produk ini memiliki peluang bisnis yang lumayan memberikan keuntungan.  

Ternyata ibu-ibu di Desa Ngingit memang kurangnya pengetahuan mengenai pengolahan jamur tiram, sehingga jamur tiram di Desa Ngingit kurang diminati oleh masyarakat sekitar. Dengan adanya mahasiswa memberikan resep tersebut pastinya kami sudah melakukan uji coba resep terlebih dahulu, resep man ayang cocok di lidah masayarakat sekitar dan resep yang pastinya juga memberikan peluang bisnis.  

Sehingga kegiatan pemberdayaan masyarakat yang diselenggarakan oleh mahasiswa UMM melalui kegiatan PMM dihadiri oleh ibu-ibu Desa Ngingit dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan juga dapat meningkatkan nilai jual atau permintaan jamur tiram di Desa Ngingit ini. 

Secara keseluruhan, pemberdayaan masyarakat dalam hal jamur tiram dan pengolahannya tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan namun juga berpotensi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.  

Penulis: Nadia Aura Febrianti

Email: nadiaaurafebrianti0@gmail.com 

PMM Mahasiswa UMM Sukses Bantu Warung Saung Roso di Desa Pendem Kota Batu

Mahasiswa PMM UMM saat menata warung Saung Roso
Kelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang tergabung dalam program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Kelompok 68 Gelombang 9 pada (19/01/2024) membantu mengembangkan tempat makan yaitu Warung Saung Roso di Desa Pendem Kota Batu. 

Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Warung Saung Roso di kawasan Tegalgondo, Kota Batu cukup dikenal dengan berbagai lalapan yang harganya masuk pada kantong mahasiswa menengah ke bawah. Namun, selama ini terkendala oleh meja makan yang tersedia sehingga banyak konsumen yang tidak mendapatkan tempat.

Mahasiswa UMM membantu Warung Saung Roso dengan merenovasi dan memperluas area makan sehingga dapat menerima lebih banyak konsumen. Selain itu, mahasiswa UMM juga membantu Warung Saung Roso untuk:

  1. Meningkatkan kebersihan dan kerapian warung makan.
  2. Membuat dan melakukan pelatihan pembayaran Q-RIS.
  3. Memberikan alat-alat tambahan keperluan UMKM.
  4. Membantu mempromosikan UMKM di media TikTok.
  5. Membuat stampel mengenai identitas UMKM tersebut.

"Tujuan kami membantu Warung Saung Roso adalah untuk meningkatkan daya tampung dan daya tarik warung makan sehingga usaha menengah kecil mikro (UMKM) seperti warung ini dapat menerima konsumen lebih banyak lagi," ujar Syahrul, salahsatu mahasiswa PMM.

Mahasiswa peserta PMM ini berharap program yang dilakukan ini dapat bermanfaat dan menambah keuntungan pemilik warung. "Kami berharap dengan semua program yang kami lakukan, Warung Saung Roso dapat berkembang dan menjadi lebih sukses," tambahnya.

Ibu Dwi, pemilik Warung Saung Roso mengaku sangat senang dengan bantuan dari mahasiswa UMM yang sukarela memberikan bantuan sehingga kondisi warungnya saat ini sudah mengalami perubahan. 

"Saya sangat terbantu dengan kegiatan PMM dari Univerisitas Muhammadiyah Malang ini. Tempat makan saya sekarang dapat menerima lebih banyak konsumen yang ingin makan di tempat. Saya harap warung makan saya menjadi lebih ramai dan lebih dikenal mahasiswa khususnya mahasiswa UMM," tuturnya.

Keberhasilan kegiatan PMM menunjukkan kolaborasi yang efektif antara mahasiswa dan masyarakat, mampu menghasilkan dampak positif yang signifikan. Melalui dukungan terhadap pemberdayaan UMKM lokal, kegiatan ini turut berkontribusi pada kemajuan ekonomi bersama di tingkat lokal.


Sabtu, 24 Februari 2024

PMM UMM Bikin Podcast Jurnalistik di SD Muhammadiyah 01 Kepanjen

Pengabdian pada Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) merupakan kegiatan wajib yang harus dijalankan oleh seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Program ini berada dalam pengawasan DPPM (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat). 

Kegiatan PMM ini berlangsung selama 30 hari dimulai pada 19 Januari 2024 hingga 19 Februari 2024. Kelompok 20 mengangkat tema “Pengembangan Kreativitas Siswa Melalui Ekstrakurikuler Jurnalistik dan Mendukung Program Pelayanan Publik Posyandu dan Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH) di Kelurahan Kepanjen”.

Kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan hilirisasi hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kelompok 20 Gelombang 04 PMM UMM beranggotakan Arsya Rahma Nur Assyifa, Devitri Febria Maharani, Nanda Dhiya’ Afifah, Nur Arif Abid, dan Moch Bintang Faritrias telah membuat terobosan baru dalam ekstrakurikuler jurnalistik yang ada di SD Muhammadiyah 01 Kepanjen. 

Terobosan baru ini atas dasar bimbingan DPL (Dosen Pembimbing Lapang) Bapak Ach. Apriyanto Romadhan, S.IP., M.Si yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada mahasiswa supaya melakukan inovasi dalam setiap pengabdiannya.

Di era digitalisasi ini, mahasiswa PMM Kelompok 20 telah memberikan dukungannya melalui kontribusi nyata di SD Muhammadiyah 01 Kepanjen. SD Muhammadiyah 01 Kepanjen berlokasi Jl. Effendi No. 94B Kepanjen. Mahasiswa PMM kelompok 20 telah berhasil memproduksi podcast perdana pada Senin, 29 Januari 2024 (29/01/2024) pukul 13.30 WIB.

Podcast ini diberi nama “Mutuelschool Podcast”. Podcast ini juga bertujuan untuk rebranding sekolah melalui media sosial. Terlebih lagi Mutuelschool Podcast merupakan podcast yang ada di SD pertama se Kepanjen.


Selama PMM berlangsung kelompok 20 telah melaksanakan dua kali shooting podcast, shooting podcast pertama dilakukan bersama dengan Ibu Lisa Yunantha, SS, S.Pd. (atau yang akrab disapa Ibu Lisa) selaku Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 01 Kepanjen dan penanggung jawab dari ekstrakurikuler jurnalistik. Podcast ini membahas seputar profil sekolah, program unggulan sekolah, ekstrakurikuler, serta prestasi yang telah diraih SD Muhammadiyah 01 Kepanjen. 

“Terimakasih mas Abid untuk hari ini, because it's a first time Mutuelschool Podcast ini siaran. Alhamdulillah kita dibantu PMM UMM dan semoga podcast ini menjadi suatu yang luar biasa, sehingga memberikan sarana untuk anak-anak khususnya ekskul jurnalis bisa mengasah skill” ujar Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 01 Kepanjen Ibu Lisa kepada Abid (salah satu anggota kelompok 20 PMM UMM) selaku host dalam podcast perdana tersebut. 

Shooting podcast kedua dilakukan pada hari Selasa, 30 Januari 2024 (30/11/2024) pukul 02.00 WIB bersama dua siswa berprestasi di ekstrakurikuler jurnalistik. Kedua siswa tersebut bernama Namira dan Anisa. Podcast kedua ini membahas keseharian di sekolah dan juga seputar jurnalistik seperti alasan bergabung dalam ekstrakurikuler jurnalistik, apa yang sudah dipelajari dalam jurnalistik, harapan tergabung dalam jurnalistik. serta kesan dan pesan terhadap jurnalistik. Melalui podcast siswa juga akan terbiasa untuk melakukan public speaking.

“Ekskul jurnalistik itu melatih kedisiplinan, melatih public speaking dengan seperti itu saya sudah bisa ikut-ikut lomba dan menang”, ungkap Namira (salah satu siswa berprestasi di SD Muhammadiyah 01 Kepanjen) ketika ditanya mengenai alasan tergabung dalam ekskul jurnalistik. 

Namira juga menambahkan “Saya ingin menjadi pewawancara seperti Najwa Shihab, jadi dengan ekskul jurnalistik saya harap dapat melakukan public speaking di depan orang banyak bisa masuk berita dan masuk koran itu salah satu harapan saya”.  Selain itu, Anisa (siswa berprestasi di SD Muhammadiyah 01 Kepanjen) juga mengungkapkan bahwa “Selama mengikuti jurnalistik sudah menang lomba ceramah, pidato bahasa Indonesia dan bahasa Inggris”. Anisa juga berharap di ekskul jurnalistik banyak murid yang berprestasi dan mampu mengasah skill.   

Kelompok 20 juga memberikan panduan kepada siswa-siswi ekskul jurnalistik mengenai bagaimana cara pengambilan video dan penataan mikrofon dan sound yang tepat. Mereka diminta untuk mengamati dan mencatat hal-hal penting ketika shooting podcast sedang berlangsung. Dengan demikian podcast ini dapat sustainability atau berkelanjutan walaupun program PMM sudah berakhir. Sehingga harapannya “Mutuelschool Podcast” tetap tayang di seluruh sosial media milik SD Muhammadiyah 01 Kepanjen dan dapat membuahkan dampak positif bagi semua yang terlibat. 

Selamat Idul Adha 1445 H

 


Pendidikan

Hukum

Ekonomi